Perjalanan Menuju Brecia


Ketika duduk dalam kereta cepat menuju Brecia saya bertemu dengan seorang ibu bersama anaknya yg masih muda. Kulit mereka agak gelap sama seperti kulitku. Mereka duduk di hadapan tapi di barisan seberang. Karena itu saya bisa melihat mereka dengan bebas sambil berusaha mempelajari karakter mereka. 

Sang ibu membawa keranjang cantik yg isinya kain berwarna merah maroon yg ia letakkan diatas pangkuannya. Dari dalam keranjang itu keluarlah seekor binatang manis sekali, anjing kecil yg sudah didandani dgn baju indah berwarna merah. Oh pantesan saya melihat kain merah ternyata itu baju elegan si anjing lucu. Sebetulnya saya ingin membelai anjing lucu nan manis itu, mau bercakap2 dengannya tapi sungkan. 

Si ibu dengan penuh perasaan menggendong anjing keci bahkan mencium dg sepenuh hati. Sebetulnya sy tidak setuju kalo anjing dicium karena konon bulu anjing walau bersih sekalipun tetap saja kotor mengandung virus. Beberapa kali saya dengan mupeng menatap si anjing kecil. 

Orang Eropa kalau mau dikatakan mereka itu amat sangat sayang binatang dalam hal ini anjing. Jadi tidak heran kalau di tempat- tempat umum anjing bebas dibawa masuk. Misalnya di kereta api, di bis dll. Bahkan saya pernah melihat beberapa tuna wisma mereka duduk di pinggir jalan bersama anjing mereka dan tepat di depan mereka ada mangkok kecil tempat org meletakkan belas kasih ala kadarnya. Saya melihat banyak org melemparkan koin ke dalam mangkok dan itu amat sering terjadi. 

Orang-orang rupanya memberi sedekah agar anjing yang lagi duduk di samping tuanya bisa hidup. Jadi mereka memberi supaya pemilik anjing bisa makan dan juga pada kelanjutan hidup anjing. Itulah kenyataannya betapa mereka sangat sayang pada binatang. 

Kembali pada perjalanan  di kereta api cepat, tujuan kami sebetulnya sebuah kota kecil bernama Brecia. Jaraknya dari Roma jika dihitung ukuran kereta api kira2 3 jam lebih. Perjalanan amat menarik. Sepanjang jalan terbentang tanah pertanian yg luas. Kebetulan waktu itu di awal muaim semi. Udara masih amat dingin walau cuaca cerah di luar sana. Tanah pertanian yg tampak dikelliling oleh pagar2 dan batas tertentu itu mungkin mau menunjukkan batas kepemilikan. Kadang ada pemandangan yg baru seumur hidup kulihat yakni gulungan2 rumput kering yg tertata dengan rapi dan bagus. Dari dalam kereta keliatan seperti roda truk besar atau bahkan seperti roda buldozer. Keren sekali. Saya coba bertanya pada senior dan beliau menjelaskan itu adalah rumput utk persediaan musim dingin. Rumput2 itu dipakai untuk menghangatkan hewan di tanah pertanian. Hebat sehingga di musim dingin para binatang tidak membeku karena salju di halaman kandang mereka. 

Ada lagi sejauh mata memandang terlihat tanaman hijau kekuningan dan itu indah dipandan mata. Saya berpikir itu pasti rumput dan seperti dalam kita suci dikatakan rumput hijau membentang maka seperti inilah keadaan nyatanya. Ketika sejauh mata memandang hanya ada rumput menghijau dan membentang saya mengingat kasih Tuhan yg amat besar untukku. Saya seperti berjalan di tengah padang rumput hijau menikmati keindahaan dan kebahagian sejati. 

Akhirnya sampailah kami di Brecia. Kota ini menjadi penting untuk saya dan teman2 karena ini adalah kota lahir, tempat masa kecil st angela pendiri ordo kami. Ketika turun dari kereta saya segera mengebÃskan kaki di lantai sambil berucap, Brecia saya datang. Konon menurut keyakinan dengan mengebaskan kaki sambil berucap demikian ada kemungkinan sutu waktu saya akan balik kembali di tempat ini. Amin! 

Dengan berjalan kaki kami bergegas menuju ke gereja St Afra yakni gereja di mana jenazah St Angela diletakkan. Di belakang gereja itulah kami tinggal. Sebuah bangunan kuno dengam banyak kamar dan jendela yang tinggi dan besar. Letakannya dari stasiun tidak begitu jauh kira2 45 menit berjalan kaki. 

Kami tiba di rumah itu dan diterima oleh seorang ibu penjaga pintu. Pakaiannya rapi dan modis walau sudah agak berumur. Beliau menyapa kami dengan ramah dan senyum lebar. Seketika saya merasa adem dan nyaman menatap wajahnya. Rumah itu sebetulnya dulu adalah milik seorang bangsawan kaya raya kemudian diwariskn kepada dua anak gadisnya. Setelah dua gadis ini menjadi tua mereka kemudian menghibahkan rumah beserta isinya kepada para putri santa angela. 

Para putri santa Angela ini hidupnya selayak kaum biarawati, memiliki konstitusi hodup sendiri juga hidup doa yg baik. Konggregasi mereka memang ditugaskan utk menjaga jenazah St Angela. 

Kami memanggil mereka ibu. Para ibu ini dari segi usia sudah matang, dan kelihatan tidak ada ibu yang masih muda. Apakah tidak ada kaum muda yg tertarik dgn cara hidup mereka atau kah ada cerita yg lain? 

Singkat cerita kami diantar menuju kamar kami masing2. Kamarku kecil dalamnya ada satu tempat tidur agak mepet dingding tapi masih bisa jalan utk membuka dan menutup jendela. Begitu buka pintu kamar langsung bersentuhan dengan tempat tidur mungil. Di bagian kepala ada meja kecil tempat meletakkan rosario atau buku doa bahkan hp. 

Kamar lantai dua ini ketika membuka jendela langsung berhadapan dengan kebun yg luas dan penuh tanaman dan bunga musim semi. Ada bunga mawar, bunga ( apa itu namanya yg di belanda banyak) oh bunga tulip. Nah cerita ttg bunga tulip ini karena baru pertama kali melihatnya sy seperti org kerasukan karena sangat senang foto sana foto sini. Kelihatan bunga tulip tidak tinggi, kecil saja mungkin karena bapak tukang kebunnya kurang merawat dengan baik. 

Nah di kamar inilah selama 5 hari saya bertemu St Angela secara nyata. Keluar dari kamar ada lorong kecil utk turun ke lantai bawah. Ibu2 yg tinggal di rumah itu kemudian mengajak kami makan malam. Menunya ala Italia. Tapi untunglah karena sudah hampir sebulan tinggal di sana maka lidahku mampu menyesuaikannya. Yang jelas ada roti, daging dan anggur. Malam-malam minum anggur lumayan memberi hangat di perut. 

Maka malam itu kami tidur dengam membawa kehangatan rasa para ibu dan semua keindahan yg kami terima sepanjang hari itu.













Komentar

Unknown mengatakan…
kerenn..Suster masih ingat smuanya.. serasa ikutan merasakan pengalamannya disana
Unknown mengatakan…
kerenn..Suster masih ingat smuanya.. serasa ikutan merasakan pengalamannya disana
Herlina mengatakan…
Terima kasih sudah membaca, pengalaman sewaktu berkunjung ke kampung St Angela tahun 2015, tapi baru sekarang sempat menulis, semoga siapapun yg membaca menambah iman dan wawasan.
Amouy mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard