La Seine

Membentang membelah kota Paris menjadi dua bagian, sisi kiri dan sisi kanan, lalu masuk ke selat Inggris di Le Havre. Sungai dengan panjang 775 kilometer ini melewati 37 jembatan di Paris selatan dan Paris Utara dan puluhan jembatan lainnya di luar kota Paris.


Waktu itu kami menumpang kapal air atau bus air dengan bayaran 14 Euro karena kami orang dewasa dan bagi anak-anak cukup membayar setengahnya aja yakni 7 euro. Pemandangan di tepi sungai ini bagus banget, kadang kita melewati pemandangan gedung-gedung bertingkat, tapi kadang juga melewat perumahan penduduk, mengapa saya katakan demikian karena dari atas kapal saya bisa melihat aktivitas di pinggir sungai, apa mungkin karena kapal kami berjalan agar ke tepian. Bus air ini menyusuri sungai dengan mampir di beberapa perhentian, saya mencatat ada tujuh perhentian atau tempat bersadar kapal atau bus air  untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Sepanjang perjalanan kami bertemu dengan kapal- kapal air lain yang bersiliweran, kapalnya besar dan mewah, jadi kebayang kan bahwa sungai ini lebar dan lumayan dalam. KEtika berpapasan terasa gelombang kapal sebelumnya menghantam kapal kapal kami sehingga kondisi kapal agak oleng dan bergoyang, heheheh.. . 


Sebagai anak yang lahir dan besar di pantai, goyangnya gelombang ini amat biasa, tapi tidak untuk beberapa teman kami, ada sedikit rasa takut tapi untunglah gelombang itu segera pergi.






7 tempat pemberhentian yang dimaksud adalah :  Musse d’ Orsay, lalu menuju St Germain- des Pres lalu selanjutnya ke Notre Dame, lanjut ke Jardin des Plantes, lalu  Hotel de Ville, Lauvrer Champs-Flyseeo dan terakhir kembali ke menara Eiffel. Kami kemarin naik kapalnya di Jardin des Plantes. 


Ketika berjalan di sepanjang tepian sungai sebelum naik ke kapal, kami melewati sebuah jembatan dengan dinding kawat dan di sepanjang kawat-kawat itu penuh dengan gembok-gembok berbagai ukuran dan semuanya tertulis nama, ada bentuk hati. Saya ingat saya pernah membaca tentang gembok-gembok ini, ribuan gembok ini adalah milik orang-orang yang datang ke tempat ini dengan pasangannya masing-masing, lalu membuat janji atau ikrar cinta bersama  setelah itu gemboknya dikunci dan anak kuncinya plunng... dibuang ke sungai. Gembok yang terkunci itu adalah lambang ikatan cinta antara dua orang yang saling mencintai dan tak akan terpisahkan lagi karena kunci sudah dibuang ke dasar sungai.


Gembok cinta ini rupanya sedikit merepotkan otoritas pemerintahan kota Paris, dengan ribuan gembok yang berjejer menggelayuti sepanjang jembatan dan pagar sungai Seine membawa konsekwensi tersendiri, karena berat maka beberapa pagar roboh tak kuat menahan beban ribuan gembok dengan beraneka ukuran tersebut. Pertengahan tahun 2015 Pemerintah kota Paris membongkar pagar gembok itu, tapi rupanya masih ada pasangan-pasangan yang tidak mengindahkan aturan itu dan masih ada diantara mereka yang memasang gembok di beberapa sudut jembatan.


Ketika kami berada di tempat itu jembatan dan pagar masih penuh dengan gembok, pemerintah setempat belum membongkar, maka kami masih punya kesempatan untuk berpose di sana bahkan dengan hati yang gembira membaca nama-nama yang tercantum di situ dengan suara yang keras, mana tau ada nama yang sama dengan nama kami, hehehhe....


Tradisi memasang gembok ini di jembatan ini dimulai sekitar tahun 2000 an dan sejak itu semua orang berlomba-lomba untuk memasang gembok karena pasti semua ingin mempunya kenangan khusus selama berada di Paris. Ada tiga jembatan yang terkenal sebagai jembatan gembok cinta : Pont des art, Pont de’ I Accheveche dan Passrelle Leopold Sedar – Senghor. Pont des art sendiri sudah dibongkar oleh pemerintah setempat karena merusak jembatan yang menjadi cagar budaya kota. Pembongkaran itu terjadi pada bulan Mei 2015. Untunglah ketika saya berada di tempat itu sekitar awal Mei, jembatan itu masih utuh dengan bermacam-macam gembok cinta.


Di sepanjang pinggiran Le Seine ada yang disebut dengan nama Bouqinistes. Ini adalah   area yang dikhususkan untuk kios-kios buku dan souvenir sepanjang La Seine dan panjang tempat ini sekitar 3 kilometer. Tempat ini sudah ada sejak abad 18, wah berarti udah lama banget ya! Sepanjang kita berjalan kita akan menemui kios-kios yang menjual macam-macam souvenir, bahkan ada juga toko yang menjual buku-buku .Sebetulnya saya pengen mampir sebentar melihat-lihat buku itu, tapi teman-teman saya sudah berjalan begitu cepat dan saya takut ketinggalan oleh mereka. Macam-macam souvenir seperti  ada miniatur menara Eiffel, ada baju kaos, dan yang paling banyak adalah lukisan. Bahkan saya perhatikan ada juga para seniman jalanan yang memberi kesempatan kepada para turis barangkali ada yang mau dilukis maka dapat dilakukan pada saat itu dengan bayaran seperlunya. Saya memandang kios-kios itu dengan rasa ingin tahu, apakah barang jualan mereka ada yang beli, mengingat banyak sekali kios yang menjual barang yang sama, tapi rejeki ya di tangan Tuhan bukan?  Selama saya berjalan itu beberapa kali saya disapa oleh para penjual  dan saya hanya menjawab dengan senyum manis, karena saya tidak mempunyai keinginan  untuk membeli atau melihat-lihat. 


Para penjual di Eropa kadang merasa tidak senang jika para pengunjung hanya melihat-lihat barang dagangan mereka tanpa membeli. Saya mempunyai pengalaman seperti ini, waktu itu di Roma, saya dan beberapa teman masuk ke sebuah toko sepatu dan sebagaimana biasa kami masih melihat sepatu-sepatu yang dipajang, kami memang bermkasud membeli tapi karena tuan toko itu menunggu terlalu lama dan kami belum membelinya maka dia lalu berkata, waktu sudah selesai, sekarang kalian boleh keluar dari toko saya, hehhehe... kami berpandang-pandangan lalu serentak minta maaf dan keluar toko dengan bergegas. Memang beda budaya ya, mestinya penjual agak ramah gitu loh, tapi kami sendiri akhirnya berpikir jangan-jangan karena dia melihat tampang kita kayak orang gak punya duit maka dia mengusir kita? Hehehe, udahlah jangan berpikir negatif, manatau saat itu dia mau berdoa karena saya ingat dengan pasti waktu itu lonceng gereja jam 12 siang berdentang dan mungkin beliau mau berdoa Angelus.


Selama berlayar di sungai Seine yang lamanya kira-kira 1 jam, saya banyak belajar dari teman-teman seperjalanan di kapal, mereka ramah, mungkin karena sesama orang asing harus saling menghormati, mereka kelihatan bergembira, dan hebatnya kegembiraan itu menular pada kami. Beberapa diantara kami yang tadinya takut lalu menjadi gembira dan suasana menjadi cair kembali, kami banyak memberi komentar tentang apa saja yang kami lihat sepanjang perjalanan, untuk mengimbangi dua orang muda yang cantik dan cakep yang lagi berbicara panjang lebar mengenai situasi dan keindahan kota Paris (Kok saya paham ya padahal mereka menggunakan bahasa Perancis? Hehehe,,, hanya mengira-ngira saja. Pemuda dan pemudi itu berbicara panjang lebar dan kadang-kadang mereka meminta pendapat para penumpang kapal tentang sautu hal. Saya sendiri duduk di pojok memandang semua kesibukan itu dengan diam dan sesekali mengambil gambar ke arah tepian.


Memandangi para turis sesama penumpang kapal air itu sangat memberi inspirasi bagi saya. Mereka dengan caranya sendiri,  duduk, makan, berdiri sambil mengomentari pemadangan di sekitar pinggiran sungai, ada yang asyik mengambil foto selfie dan berpelukan tanpa ada rasa risih dengan orang lain dan seterusnya, ah begitulah budaya mereka, kemesraan yang mereka tampilkan adalah milik mereka sendiri. bagi yang melihat dan merasa terganggu berarti itu adalah masalahnya sendiri. Ketika melewati ribuan gembok yang tergantung sepanjang pagar jembatan, saya membayangkan betapa semua orang yang datang ke tempat ini mempunyai impian tersendiri tentang CINTA. Cinta adalah sesuatu yang indah dan harus dihayati sepenuh hati secara sederhana, misalnya setia, maka dengan kesetiaan itu walalupn tinggal berjauhan maka setiap pasangan harus berusaha untuk setia satu sama lain, apalagi jika kunci gemboknya sudah dibuang ke dasar sungai. AH ini hanya kesimpulan saya sendiri, tapi kalo dipikir-pikir benar juga ya, ketika kita mencintai maka dengan sendirinya  harus setia dan dalam  keadaan apapun, dalam situasi tertentu ketika mengalami tantangan maka ksetiaan akan muncul dan menggugat hati nurani kita.


Tak terasa perjalanan kapal air ini sampai di tepian kembali, kami bergegas turun sambil berucap, terima kasih kapal air, terima kasih tour guide, terima kasih Tuhan yang telah memberikan kesempatan ini untuk ikut merasakan keindahan alam yang bagus ini.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard