Surat Dari Kak Emma

Saya mengenal Kak Emma di zaman saya masih kecil dan baru belajar membaca. Bacaan saya waktu itu adalah majalah anak-anak yang namanya Kunang-Kunang terbitan Nusa Indah milik para Pastor SVD di Ende. Saat itu media membaca hanya majalah itu dan beberapa majalah Dian yang datangnya seminggu sekali, itupun tidak bisa lancar karena orangtua saya tidak berlangganan. Saya hanya bisa membaca di sekolah karena sekolah kami berlanggangan majalah KK dan Dian.

Dulu amat senang ketika membaca majalah KK ini, dalamnya ada banyak puisi atau karangan kecil dari beberapa teman kecil se putaran sekolah di Flores. Beberapa kali saya mengirim karangan kecil tapi tidak pernah dimuat di majalah KK, seidh sih tapi tidak apa-apa, karena pengalaman itu maka sampai sekarang saya suka menulis banyak hal, mengungkapan banyak pokok pikiran dan menyimpan dalam file-file tertentu untuk kepentingan intern.

Kembali kepada majalah bulanan KK ini, redaksi rupanya mengemasnya dengan rapi dan selalu diselipi  sapaan pengasuh yang menyebut dirinya Kak Emma. Sapaan ini ia beri judul “Surat dari Kak Emma”

JIka mendapat majalah KK maka yang saya buka pertama kali adalah halaman paling depan dan dibagian paling bawah ada sebuah kotak yang disiapkan dan di situ tempat Kak Emma menulis surat untuk para pembacanya. Saya amat suka mendapat sapaan ini, karena kata-kata yang Kak Emma gunakan dalam menulis surat ini rasanya begitu pas di hati. Ia selalu mengawalinya dengan, kalimat apa kabar teman-teman? Dan mengakhirinya dengan kata “berkat Tuhan” Saya merasa dengan ini saya disapa secara pribadi, berarti Kak Emma menganggap kami para pembaca kecilnya adalah teman, hal itu berarti  lagi bahwa Kak Emma bukan orang lain bagi kami, tapi ia adalah kakak yang baik dan mau mengerti kebutuhan kami adik-adik para pembacanya yang tersebar di seluruh pulau di kepulauan Nusa Tenggara Timur.

Saya hampir melupakan Kak Emma setelah besar dan mulai mengenal bacaan lain, walau kadang-kadang kalau melihat KK tetap ingin membuka-buka tapi surat dari Kak Emma sudah tak pernah muncul lagi. Kak Emma digantikan oleh kakak pengasuh lain yang tidak saya kenal. Entah Kak Emma pergi ke mana, saya tidak pernah mendapat informasi sedikitpun.

Saya mendapat kabar lagi tentang Kak Emma  saat saya menjadi seorang postulan Ursulin di Malang. Dengar-dengar kami akan mendapat tamu seorang ahli Kitab Suci  yang hebat namanya Sr Emma. Beliau akan datang dan mengajar di Seminari Tinggi di Malang dan akan tinggal di rumah kami. Dari pembicaraan yang saya dengar, Sr Emma ini sangat ahli dalam dunia Kitab Suci, ia sangat lama menjadi penterjemah kitab suci dari bahasa aslinya ke  dalam Bahasa Indonesia, ia seringkali mewakili Indonesia untuk menghadiri pertemun-pertemuan penting tentnag Kitab Suci di seluruh dunia dan yang paling mencengangkan adalah bahwa ia seorang Suster Ursulin, Wah saya akan menjadi teman seordo dengan beliau. Kata para suster lagi, beliau ini pernah menjadi seorang kepala SD di Ende dan pernah lama menjadi pengasuh majalah anak-anak di Flores yakni Kunang-Kunang.Tentu ini surpirse bagi saya. Sontak  ingatan saya tentang Kak Emma muncul lagi, apakah kak Emma ini Suster Emma yang akan datang itu? Saya tak sabar menunggu kedatangannya di Malang.

Dalam bayangan saya Sr Emma ini seorang suster yang tinggi besar dan gagah dan pasti suaranya menggelegar, ternyata yang saya lihat berbanding terbalik dengan yang ada dalam bayangan saya. Sr Emma amat mungil dan suaranya halus nyaris tak terdengar. Perangainya sopan dan sungguh saya terpesona ketika melihatnya pertama kali. Dengan lemah lembut ia berbicara dan berkata-kata. Ketika ada kesempatan berbicara saya mengatakan tentang ingatan saya mengenai Kak Emma dan ia begitu suprise bahwa saya mengetahui tentang itu. Ia memuji ingatan saya dan mengatakan menjadi seorang kak Emma di majalah  itu salah satu karya pelayanan yang amat ia sukai.

Perkenalan selanjutnya dengan Kak Emma ketika saya menjadi novis Ursulin dan tinggal di Bandung. Beliau adalah anggota komunitas provinsialat dan saya dan teman-teman adalah anggota komunitas Novisiat. Kami sering sekali bertemu karena ia adalah guru kitab suci kami. Sebagia guru, Sr Emma amat tegas dalam berkata-kata walau tak melepas kehalusan budi bahasanya. Ia selalu ingin kami mengerti dengan benar apa yang ia katakan. Jika tak mengerti silahkan bertanya dan ia akan menjelaskan kembali dengan senang hati.

Walau ia seorang guru yang lemah lembut, kami tetap menaruh rasa segan kepadanya bahkan menjurus ke takut, mengapa demikian? Karena Sr Emma tidak mau tau untuk siswa yang tidak belajar. Ketika ia bertanya dan kami diam saja karena tidak bisa menjawab maka di situ muncullah rasa takut walau sebenarnya ia tidak apa-apa. Sr Emma selalu menegur, mengajar, memuji semuanya dalam kelembutan dan justru itulah yang membuat kami sungkan melakukan kesalahan.

Selain kami, ia juga mempunyai banyak murid awam yang ikut kursus Kitab Suci yang diselengaarakan oleh komunitas Provinsialat. Waktunya sore hari. Kami melihat kalau  sore hari banyak orang datang  dan parkiran di depan biara penuh dengan kendaraan orang-orang yan mau belajar. Dari situ saya paham bahwa ternyata banyak orang yang ingin belajar tentang ajaran Tuhan yang ada dalam Kitab Suci. Murid-murid Sr Emma ini berasal dari berbagai kalangan dan hampir setiap kursus saya melihat ruangan selalu penuh.

Kenangan indah sekaligus lucu kami alami bersama ketika beliau mengajak kami ke Indramayu. Ada kegiatan kaum muda di Indramayu dan beliau mengajak kami para novis untuk membantunya. Kami menyambut baik permintaan ini karena bagi kami jika kami terlibat dalam kegiatan ini sebagai sarana belajar untuk karya pastoral kelak kalau kami sudah mengucapkan kaul. Jarak Bandung ke Indramyu sebuah kota kecil jalur pantura pulau Jawa lumayan jauh. Karena itu kami beristirahat di tengah jalan untuk minum dan mampir di sebuah restoran yang bagus untuk makan siang. Karena saat itu sudah amat lapar dan masih dalam usia pertumbuhan maka kami ingin cepat-cepat makan, maka begitu daftar menu didiedarkan oleh orang di restoran itu kami langsung ribut memilih makanan kami. Setelah  makanan datang pun kami masih ribut melihat-lihat punya orang lain, maka seperti biasa Sr Emma dengan kelembutannya menyapa kami dengan sebuah kalimat, “ sembahyang dulu neng baru makan” hehehhe... serentak kami terdiam walau ada rasa malu yang amat sangat.

Sekarang Kak Emma masih amat sehat di usianya yang sudah cukup lanjut, walau demikian ia masih mendapat tugas lektor di gereja kami. Kalau membawa firman, kerasa banget spiritnya. Sabda Tuhan yang ia bacakan begitu tertanam dalam hati bagi yang mendengar karena ia selalu  membaca dengan sungguh-sungguh dan berasal dari kedalaman hati. Ia tidak hanya asal mengeluarkan suara tapi firman Tuhan itu diresapi dengan baik, ia merenung, membatinkan agar apa yang ia sampaikan benar mengena ke setiap orang yang mendengar.

Untuk yang ini ia selalu memberi contoh dan mengajarkan kepada kami tentang cara menjadi lektor dan menyampaikan firman Tuhan dengan baik dan benar. Beliau selalu mengatakan begini, firman Tuhan itu harus dikunyah dengan lembut sebelum ditelan. Artinya jelas bahwa sebelum kita membaca firman, kita harus mengambil waktu luang merenung kata per kata dengan tenang. Ia tidak menganjurkan untuk menjalankan tugas penitng ini asal-asal. Maka sejak itu kami berusaha menjalankan apa yang sudah ia terapkan dengan baik.

Ada satu pengalaman lucu yang sampai sekarang cukup membekas dalam batin saya. Sr Emma kalau memanggil kami selalui didahului dengan kata “ hallo ..(sebut nama ) my dear”, semuanya pakai my dear, seneng banget kan kalau disapa demikian? Pada suatu hari saya bertugas bangun pagi untuk membunyikan bel besar di kapel. Tugas membunyikan bel ini bukan perkara gampang karena kami harus menarik tali gede yang ujungnya ada lonceng supaya bisa bergema ke seluruh penjuru kota. Kebayang kan? Tenaga yang dibutuhkan harus banyak, dan mesti punya perhitungan tepat karena kalau tidak maka kami yang bertugas bisa terayun-ayun kebawa lonceng yang berat. Saya pernah soalnya terayun-ayun kebawa lonceng ketika saya bertugas membunyikan lonceng di jam 12 siang saat doa Angelus,, padahal di depan saya ada seorang frater yang sedang meditasi. Saya yakin di balik bulu matanya ia mentertawakan saya, ah sudahlah...

Nah kembali ke tugas pagi-pagi buta ini. sebelum membunyikan lonceng kami  mesti bergegas ke biara pusat bagian dalam untuk mengambil kunci-kunci untuk membuka pintu utama, pintu tengah sampai dengan pintu kapel. Saya saat itu hampir membuka pintu loker kunci ketika sayup-sayup saya mendangar ada suara minta tolong. Sontak saya langsung gemetar karena takut, jam segini suara apa ya, mengapa ada orang di luar sebelah pintu yang menghadap kebun? Satpam di mana kok sampai gak tahu kalau ada orang yang sedang berada di luar pintu? Walaupun takut, saya memberanikan diri untuk menghampiri pusat suara, “ astaga saya hampir meloncat kaget karena dari celah-celah gerbang yang memisahkan biara dan kebun saya melihat ada tangan putih mungil terulur  sedang melambai-lambai.  Ini tangan siapa kok putih sekali, udah bermcama-macam pikiran jelek berkelebat dalam batin saya. Setelah kaget saya hilang saya bertanya siapa....?

barulah ada suara yang mengatakan, saya Sr Emma, tolong kamu bukakan pintu, saya sudah agak lama berdiri di luar. Maka dengan gugup walau agak lega saya segera menemukan pintu dan membukanya. Ternyata Sr Emma baru tiba dari luar kota dengan kereta api dan semalaman pasti ia tidak tidur dikereta. Maka dengan sigap saya menolong beliau naik ke kamarnya. Pantaslah tangan yang saya lihat putih sekali karena pada dasarnya sebagai orang keturunan Sr Emma aslinya sudah berkulit putih ditambah berdiri lama di luar membuat kulit putih berubah menjadi pucat, hehhehe....

Ketika mengenang dan mengucap syukur atas perayaan 40 tahun hidup membiara, beliau menulis sebuah buku kecil berisi remah-remah pengalaman cinta Tuhan yang ia terima. Bahasa bertuturnya amat enak untuk dicerna dan membuat senang hati orang yang membaca. Membaca buku kecil itu saya jadi paham kepribadian Kak Emma sebagai seorang yang hidupnya dipersembahkan untuk Tuhan. Seluruh cerita adalah karya kasih Allah yang ia terima dari semua orang yang mencintainya.

Selain itu karena lama bergelut di bidang Kitab Suci, penampilan dan pelayanan Kak Emma semuanya mengarah pada apa yang kitab suci katakan. Dengan kata lain saya berani mengatakan ia sendirilah kitab suci yang nyata secara secara sederhana dalam setiap menit hidupnya.

Tetap sehat ya Kak Emma agar dapat menwartakan berita injil dengan gembira. Nanti kalau pandemi ini sudah beres kita akan bertemu lagi. Salam sehat.






 


Komentar

Hermen Sanusi mengatakan…
Keren... rupanya ini calon pengganti Ka Emma
Helena DuA Mea mengatakan…
Nice story ,suster ❤️
Herlina mengatakan…
Halo ibu dosen, sehat selalu ya. Salam

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard