Thanks To Be God
Bila
menatap wajah mereka yang polos dan asli, segar merona dan cantik hatiku luluh
dan gembira sekali. Dulu saya pernah punya beberapa murid umur kurang lebih 3
tahun. Ada Caca, ada Vivi, Rahiel, dan beberapa lagi yang lain. Paling senang
kalau melihat mereka pada hari Jumat, mengapa demikian, hari itu mereka datang
ke sekolah dengam baju bebas dan boleh berwarna warni. Karena kulit mereka yang
putih bersih dan wajah merona kemerah2an
maka pakai baju warna apa saja juga cantik dan berseri seri.
Saya
punya kebiasaan sebelum memulai pelajaran atau pada jam istirahat saya selalu
ke kapel atau berjalan-jalan di kebun sekedar untuk melepas kepenatan. Mereka
sering saya ajak dan mereka
tidak menolak. Bahkan mereka menunggu2 saat itu berjalan di kebun kejar-kejaranan,
bercerita dan masuk kapel lalu berdoa dengan khusuk.
Selesai
doa kami akan keluar kapel dan selalu bertemu seorang suster tua bule penjaga
portir. Anak-anak kecil ini akan berebutan memberi salam dengan teriakan
kencang karena gembira. Suster sang penjaga pintu itu pun membalas dengan
memeluk anak-anak itu dengam wajah ceria. Pemandangam bagus yang sulit untuk
saya lupakan. Setelah itu mereka akan bertanya, mana suster tinggi. Oh ya
sebutan suster tinggi ini ditujukan untuk sr Birgita Brouwers yang memang
postur tubuhnya amat sangat tinggi. Sekarang beliau sudah tidak tinggi lagi
karena menurutnya tulangnya menyusut.
Pada
suatu hari Suster penjaga pintu ini berbicara denganku dan cukup serius, kamu
selalu membawa anak-anak yang sama ke kapel ini, apakah tidak ada anak lain
yang juga kepengen berdoa di kapel? Bawalah mereka juga supaya mereka semakin
dekat dengan Tuhan. Saya tersenyum waktu itu dengan bermacam2 rasa yang
berkecamuk di hati. Apakah beliau hendak memberiku kritik karena hanya memperhatikan
anak-anak yang sama dan dalam tanda petik cantik dan kaya? Sekilas saya
mengakui kalau perhatian saya hanya pada anak-anak itu karena mereka cantik dan
baik saja. Anak-anak ini ketika berjalan di kebun, amat tidak merepotkan,
mereka nurut apa yang dikatakan, mereka tidak lari-larian dan mau bertanya
tentang apa saja yang ada di kebun. Pertanyaan Suster penjaga pintu depan
begitu bergema dalam hidup selanjutnya, saya tidak boleh pilih kasih dalam
pelayanan, semua anak yang datang padaku adalah anak kiriman dari Tuhan, saya
tidak boleh memilih mereka untik mendapat kasih dan sayangku. Semua anak sama
baik yang kaya maupun yang tidak kaya, entah itu bagus atau tidak cantik dan
gagah.
Ada
satu pengalaman kreatif, ketika itu kami kesulitan untuk membawa mereka
rekreasi ke kebun buah Mekarsari di Bogor. Di samping jauh dari Bandung, juga
anak-anak kami masih kecil sekali. Sebenarnya mereka mau diajarkan tentang
aneka buah yang ada di Indonesia
sekalian dengan pohon buah. Secara di kebun buah Mekarsari ini amat lengkap
jenis dan ragam buah Indonesia. Oh cerita singkat tentang kebun buah ini,
adalah merupakan salah satu peninggalan presiden kedua Indonesia yakni Bapak
Soeharto.
Selain
jauh dan anak masih kecil, ternyata membutuhan biaya yang amat besar untuk sampai
ke sana. Sebetulnya soal biaya tidak masalah karena anak-anak ini dikenakan
iuran field trip dan sangat pasti orangtua mereka tidak keberatan. Dalam
perjalanan selanjutnya beberapa anak mengundurkan diri karena saat itu sedang
marak peristiwa penculikan anak di tempat umum. Oleh karena itu dengan terpaksa
kami membatalkan perjalanan study ini dan berjanji pada anak-anak jika keadaan
membaik maka mereka pasti akan dibawa jalan-jalan ke luar kota.
Kebetulan
di kebun biara banyak sekali pohon buah-buahan yang belum ada buahnya. Ada
durian, mangga berjenis-jenis, rambutan, advokat, kelapa, jambu air, jambu
batu, belimbing garambola, anggur, sirsak dan serikaya, pepaya, sawo kecil,
salak, pisang. Ada juga pohon lengkeng, nanas
dan masih banyak lagi. Sepertinya hampir lengkap buah-buahan Indonesia
dalam kebun biara. Hanya sayangya belum ada satupun pohon buah itu yang ada
buahnya.
Maka
cara yang kami lakukan adalah kami pergi ke supermarket dan membeli buah-buahan
yang pohonnya ada di kebun. Masing-masing buah kami beli atau paling banyak 2
buah. Lumayan banyak jenis buah yang harus kami beli, tak apa menguras ongkos
yang penting anak dapat belajar dengan baik.
Setelah
semua siap maka kami membawa anak-anak itu satu kelas ke kebun biara, lalu
mulailah pembelajaran di bawah pohon dan kebuh. Buah yangkami beli di
supermarket kami ajarkan tepat di bawah pohonya. Misalnya belajar tentnag
rambutan maka kami semua berdiri di bawah pohon rambutan. Dengan demikian
harapan kami agar anak mengerti tentang pohon dan buah dari pohon yang
dimaksud. Atau buah nanas kami sempatkan mengajarkan anak di samping pohon
nanas. Buah dan pohon disejajarkan agar anak paham.
Ternyata
pembelajaran yang sederhana ini membawa dampak yang luar biasa. Di pihak lain
kami tidak mengeluarkan biaya yang banyak karena kami memanfaatkan kebun
sendiri (cukup ijin yang punya kebun), anak-anak kami juga aman belajar di
kebun yang luas tanpa takut, dan kami sendiri sebagai guru bisa kreatif
mengeksplorasi banyak hal.
Terima
kasih Tuhan atas anak2 didik yang datang dalam hidupku, atas tingkah lalku
mereka yang memberi warna tersendiri dalam hidup kami para guru, juga atas kata2 dan tindakan mereka yang menegur
kami para guru secara tidak langsung. Syukur juga untuk perhatian para Suster
sepuh di komunitas yang dengan kalimat yang sopan dan santun menegurku agar aku
tidak salah jalan dalam karya pelayanan yang besar ini. Nama Tuhan harus
dikenal oleh semua anak, cinta Tuhan harus dirasakan oleh semua dan tidak hanya
untuk segelintir anak yang berkenan di hati. Thanks to be God
Komentar