Catatan Guru Bahagia


Murid saya banyak, usia mereka beragam dari  yang belum 6 tahun sampai dengan usai 12 tahun. Mereka berasal dari berbagai latar belakang keluarga dan suku. Mereka juga memiliki macam-macam ketrampilan dan ilmu pengetahuan. Ada yang sangat pandai, ada yang biasa saja. Ada yang pinter main musik, berpotensi dalam olahraga dan kegiatan lainnya. Setiap pagi mereka memberi salam pada saya di gerbang, ada yang datang dengan senyum ceria, ada yang sambil meloncat-loncat senang, ada lagi yang langsung menabrakku dengan kenceng sambik berteriak menyebut nama saya, tetapi ada juga yang datang dengan mata masih merem dan terbungkuk-bungkuk keberatan memanggul tas mereka.

Saya berusaha hafal nama mereka satu persatu, mengingat dengan baik siapa yang selalu menghantar dan menjemput mereka ketika datang ke sekolah. Ada yang suka diantar oleh bapak, Mama, atau oma dan Opa bahkan ada juga yang berani sendiri ke sekolah hanya dengan sopir atau bahkan naik becak dan sepeda onthel. Dengan mengenal keluarga mereka saya jadi memiliki banyak keluarga dan dengan demikian saya menjadi lebih dekat dengan anak-anak ini. Ketika saya menyapa mereka dengan nama yang benar, kelihatan sekali kalau mereka sangat gembira. Mereka bahagia karena dikenal dan di sapa dengan namanya. Saya bisa menjadi pendengar mereka yang setia, dan ketika mereka bercerita sambil menyebut nama kakaknya atau nama sopir atau nama mbak pengasuhnya, maka saya bisa langsung menyambung pembicaraannya

Ini situasi setiap hariku di sekolah, bertemu dengan sekian banyak anak, bercakap dengan semua guru tentang situasi keluarga, situasi rumah dan lain sebagainya, menyenangkan bukan? Ketika menatap wajah anak yang sedang gembira, atau pada saat melihat pertumbuhan mereka dari yang tidak bisa membaca menjadi lancar baca, dari yang tidak disiplin menjadi displin, dari yang belum jujur menjadi jujur, berani dan hal-hal baik lainnya, di situlah kegembiraan yang terbesar saya sebagai guru. Sama seperti ketika Tuhan gembira melihat kita umatnya bertumbuh dalam iman

Dalam pergaulan setiap hari disekolah tidak jarang mereka dengan sangat bebas dan santai menyapa saya, bisa dengan senyum lebar, bisa dengan tepukan di pundak saya dan lain sebagainya. Suatu ketika saya sedang berjalan di lorong kelas pagi hari, keliling keliling untuk melihat dan menyapa anak di kelas. Seorang anak berlari-lari dengan diam dan menepuk pundak saya sambil terkekeh. Sebetulnya saya kaget tapi saya berusaha tenang dan dengan halus saya menyapa, ada apa nak? Dengan santai dia menjawab saya hanya mau melihat suster saja. Hehehe

Kadangkala saya perlu mengatakan pada mereka mana yang baik dan mana yang tidak baik dalam sebuah relasi  atau dalam sebuah sapaan yang sopan agar mereka paham walaupun maksud dan tujuan mereka baik, karena sebagai guru saya wajib mengajarkan mereka tentang sebuah kebjikan.

Pengalaman lain saat sedang antri dokter di sebuah rumah sakit, saya dikejutkan oleh teriakan kencang murid saya. Awalnya saya tidak mengenal dia karena dia anak baru di kelas satu dan kami baru bertemu beberapa kali di sekolah so saya belum hafal wajahnya. Dia menerobos kerumuman orang dan langsung memeluk saya. Langsung saya ajak bicara dengan ramah karena ini pasti murid saya. Saya tanya, kok kamu tahu kalau Suster Herlin di sini? Dia sigap menjawab, tadinya sih saya ragu karena lihat dari belakang tapi pas Suster Herlin menoleh saya langsung tahu karena senyum Suster masih sama juga kacamatnya sama. Aha... untunglah yang dia ingat adalah senyum saya dan bukan pelototan saya.

Cerita lain waktu di gereja seorang anak laki laki kecil saat komuni memgang tangan saya dari belakang dan langsung duduk di samping saya yang sedang bertugas mengiringi koor. Ia berbicara beberapa kata dan membuat janji agar setelah misa kita bisa bertemu. Saat petemuan kami hanya menyapa remeh temeh tak tentu tapi itu sudah  membawa kegembiraan buat saya dan dia.

Waktu bertugas di Ende, sebuah kota kecil di pulau Flores bagian tengah, setiap pagi saya berdiri di depan gerbang untuk menyambut anak-anak juga guru bahkan semua orang yang datang ke sekolah pagi hari itu, saya biasa ditemani seekor anjing namanya Triko. Triko  ikut menyalami mereka, maksud ikut menyalami adalah, setelah anak memberi salam pada saya, tangan mereka menyentuh kepala Triko sambil mengucapkan selamat pagi kepada Triko, begitu seterusnya dan akhirnya ia menjadi sahabat karib anak-anak selama mereka di sekolah. Si Triko ini sangat senang apabila diganggu oleh anak-anak, kadang ia berjalan di taman lalu beberapa anak mengikuti dan mereka duduk bersama di kebun sekolah sambil bercerita. Atau ketika saya  keliling dari kelas ke kelas, Triko juga berjalan di samping saya dengan diam sambil menggal menggol bokongnya, dan kalau sudah melihat Triko, anak-anak suka sekali menyentuh dia dan mengajak bicara. Ketika  melihat anak-anak dan Triko berinteraksi seperti ini saya bahagia. Hewan peliharaan dan tanaman di sekolah juga turut membantu memperhalus jiwa anak-anak.

Suatu ketika saya mendapat sebuah kado dari seorang murid kecil saya. Ia membawanya darai Amerika, semacam piala citra gitu dan ada tulisannya yakni The best Hollywood Teacher. Di kalangan para artis, piala ini diberikan sebagai sebuah penghargaan bergengsi untuk sebuah kejuaraan kategori tertentu. Di dunia saya, hadiah ini tak ternilai, artinya saya bangga mendapat hadiah ini, walau sebuah piala kecil warna kuning emas yang tidak cantik sama sekali. Tapi bahwa anak kecil ini merasa bahwa saya adalah gurunya yang terbaik itulah membuat hati saya bersorak. Terserah orang lain mengatakan apa, tapi untuk saya tatapan mata, senyum apalagi kata-kata seorang kecil itu adalah ungkapan yang amat jujur.

Bahagia yang paling besar saya alami ketika berhadapan dengan mereka di kelas. Memandang mereka ketika lagi ulangan, menjawab pertanyaan yang mereka ajukan atau bahkan menatap raut wajah mereka ketika saya lagi bercerita dongeng atau ketika sedang menasihati mereka. Seluruh perhatian mereka curahkan pada gurunya yang sedang berbicara. Ketika pesan dari sekolah bisa sampai ke orangtua dengan benar dan jelas, itu juga termasuk sebuah kebahagiaan tersendiri bagi kami guru, bahwa mereka bisa menyampaikan pesan dengan benar, menggunakan kalimat yang baik dan sesuai serta melaksanakan pesan yang mereka terima, itu semua kebahagiaan.Ketika melihat wajah mereka pagi hari yang bersih dan segar, hati  adem,

Saat ini saya merindukan mereka, saya rindu mencium harumnya anak-anak itu, saya ingin menatap wajah mereka, melihat mereka lari kian kemarin dengan seragam mereka yang berwarna warni. ketika mendengar cerita mereka tentang adiknya,tentang mama papa tentang keluarga yang sehat, hati ikut seneng dan gembira. Sama seperti seorang ibu yang berbahagia ketika melihat anaknya menjadi pinter, demikian juga saya sebagai  guru. Saya akan merasa sangat bahagia ketika anak-anak di sekolah bertumbuh dalam iman, sikap dan perilaku serta dalam ilmu pengetahuan.

Saya paling senang berbicara dengan pohon dan tanaman di lingkungan sekolah, bertanya ketika daun mereka kering atau mengapa mereka tidak pernah berbunga dan berbuah, biasanya setelah diajak ngobrol keesokan harinya tanaman itu  mulai memunculkan bunga atau tunas baru atau bahkan bakal buah. Hal yang sama juga saya praktekkan ke anak didik saya. Setiap hari saya mengajak mereka berbicara, bertanya macam-macam sampai pada menegur mereka dengan halus ketika ada pelanggaran. Harapan saya agar mereka merasa disapa dan diperhatikan, dengan demikian bukan tidak mungkin jika mereka semakin berkembang. Itulah hal-hal kecil yang dapat menambah pundi-pundi kebahagiaanku sebagai seorang guru

 

 

 







.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard