Tours' dan Marie Incarnasi

Tours adalah ibu kota departemen Indre-et-Loire di Prancis. Terletak di bagian barat. Pada tahun 2005, kota ini memiliki jumlah penduduk 136.500 jiwa dan luas wilayah 34,36 km². Perjalanan ke Tours paling nyaman memakai kereta api cepat yang indah dan bagus.

Tentang kota kecil ini kami punya pengalaman indah yang amat sulit dilupakan. Tours ini erat kaitannya dengan St Marie Inkarnasi, seorang suci dalam tarekat kami Ursulin. Ia lahir dan dibesarkan di kota ini. Tours sendiri adalah kota kecil di tepi sungai besar. Sungai dengan pelabuhan lengkap dengan kapal dan kuda sebagai kendaraan utama zaman itu. Kehidupan di kota Tours sejak awal abad ke 18 tidaklah gampang. Ketika Maria lahir, Tours telah dihancurkan oleh perang agama dan keadaan ekonomi sangat parah, bahkan pernah kota kecil ini berkali kali diserang oleh wabah

St Maria Inkarnasi lahir  di situ pada tanggal 28 Oktober 1599. Tahun ini mudah diingat karena jatuh pada pergantian abad. Ia sendiri anak ke 4 dari 8 bersaudara. Ayahnya seorang tukang roti yang cakap, seniman dan saudagar kelas menengah yang sedang menanjak. Dengan keadaan demikian ia hidup harmonis dengan suadara-saudaranya.

Dalam cerita dikatakan bahwa Marie menikah dengan Claude Martin seorang saudagar sutera, sorang pria yang telah direncanakan oleh keluarganya. Marie menerima ini tanpa perlawanan. Mereka sempat mempunyai seorang anak laki-laki dan diberi nama Claude. Suami Marie kemudian meninggal dunia lalu Marie menggantikan peran suami dalam keluarga. Ia bekerja sangat keras sebagai seorang saudagar. Dalam kisah tahun 1663 Marie menulis “Aku biasa bekerja sebagai pelayan dari para karyawan saudara saya. Kadang-kadang diantara mereka ada 5 – 6 orang sekaligus yang sakit dan saya harus merawat mereka. Hampir setiap hari saya bekerja di kandang yang dipakai sebagai gudang dan kadang tengah malam masih di pelabuhan mengawasi bongkar muat barang-barang dagangan. Sehari-hari aku bergaul dengan buruh pelabuhan, buruh pengangkutan bahkan 50 atau 60 kuda yang dipercayakan kepadaku”(God my love, 26). Marie begitu mencintai orang miskin sehingga lebih suka tinggal bersama mereka.

Singkat kata Marie kemudian masuk tarekat Ursulin menjadi seorang biarawatidengan berbagai tantangan berat terlebih dari anaknya Claude Martin. Anaknya tidak bisa menerima mengapa ibunya harus masuk biara. Maka diceritakan ketika Marie di dalam biara, anaknya selalu datang mengetuk pintu dan mengajak ibunya pulang. Dari dalam biara Marie selalu menulis surat penting untuk anaknya yang dikemudian hari surat-surat itu dikumpulkan dan dipelajari sebagai sebuah spirit kehidupan yang penuh cinta Tuhan. Ia  lalu diutus menjadi seorang misionaris di Quebec Canada. Ia menyebut Quebec Canada sebagai Perancis baru. Sejak itu tanpa bisa ditahan ia memulai karya penyebaran cinta Tuhan pertama kepada orang-orang Indian dari berbagai suku dengan bahasa dan kebudayaan berbeda-beda.

Kisah ini saya tulis untuk mengenang orang suci yang hari ini kami rayakan pestanya. Serentak mengingat kembali kota Tours yang pernah saya kunjungi beberapa tahun lalu. Perjalanan ke Tours kami tempuh kurang lebih 2 jam dengan kereta cepat dari Paris. Kami diantar seorang suster kami yang sudah rada tua tapi dengan lincah ia membawa kami menyusuri jalan-jalan di Paris, lalu naik bis sejenak dan akhirnya turun di stasiun kereta api di tengah kota Paris. Beliau menghantar kami di tengah keramaian stasiun tersibuk di dunia ini dengan lincah. Kelihatan ia menguasai semua sudut stasiun dan dengan cepat kami sampai di gerbong kereta kami. Ya jelaslah kalau beliau hafal dengan baik wong itu tempat tinggalnya, negaranya dan ia besar di situ.

Turun di Tours, saya mendapati sebuah stasiun kecil dan bersih dengan tidak banyak orang yang lalu lalang layak stasiun Paris. Kami berjalan sebentar keluar dari stasiun dan menemukan Suster Angele’ yang sudah menunggu kami. Beliau sudah cukup tua, memiliki wajah tirus berambut pirang dan muka bersinar. Kami semua langsung merasa akrap dengannya serasa sudah lama bertemu. Dengan cepat kami berjalan kaki menuju biara yang letaknya tidak jauh dari stasiun.

Sepanjang perjalanan menuju ke rumah saya memandang keliling dan mendapati kota tua yang cantik dan bersih. Udara dingin menggigit ditambah hujan rintik membuat suasana berjalan kaki kami jadi semkain cepat. Saya menemukan banyak rumah tua sekali dan kecil serta jalan-jalan kota yang tidak terlalu lebar. Beberapa mobil bersiliweran meninggalkan percikan air hujan yang jatuh mengenai kaki-kaki kami. Selain itu banyak pohon sepanjang jalan, ada pohon bunga di beberapa taman yang kami lewati sedang berkembang. Saat itu memang sedang masuk masa semi sehingga banyak sekali daun bertunas dan bunga mekar. Saya menyempatkan diri untuk memotret beberapa bunga dan pohon yang sedang bersemi.

Rumah biara kami kecil tapi bertingkat. Kami masuk dan melewati beberapa lorong kecil untuk sampai ke kamar makan. Ada tangga yang dipakai untuk ke up stair dan tangga lain menuju kamar-kamar di ruang bawah tanah. Sebetulnya bukan ruang bawah tanah, tapi letak ruangan dan kamar-kamar itu seolah-olah berada di bawah tanah, saya berpikir mungkin karena kontur tanah yang turun naik tidak rata sehingga bangunan disesuaikan dengan situasi tanah.

Para suster di Tours menerima kami dengan hangat, sambil bernyanyi mereka menyambut kami. Usia para suster ini rata-rata tidak muda lagi dan banyak diantara mereka yang sudah tinggal cukup lama di Tours. Rata-rata mereka orang asli Perancis dan telah mendapat penugasan cukup lama di Tours.

Sebagaimana tuan rumah yang baik, mereka telah menyiapkan makanan kecil di meja yang terdiri dari beberapa kue manis dan kering dan tidak lupa dari kue keju. Kelihatan enak tapi saya tidak bisa memakannya karena saya amat tidak suka dengan keju. Setelah minum susu, kami diajak makan bersama di ruangan yang lebih besar. Ada salad buah dan sayur, ayam panggang yang besar, barangkali itu kalkun, es krim dan banyak makanan bule lainnya. Kami makan dengan penuh semangat, selain karena kami memang lapar juga situasi mendukung yakni  hujan rintik dan udara dingin. Para suster di Tours menceritakan banyak hal kepada kami, tentang pelayanan mereka, situasi hidup, umat, gereja dan lain sebagainya. Mereka bercerita dalam bahasa Perancis tetapi kami paham karena ada seorang penterjemah.

Demikianlah setelah makan, kami diajak berkeliling kota Tours untuk menemukan jejak-jejak St Maria Incarnasi. Kamipun berjalan dalam hujan rintik dengan memakai payung. Sebelum kami berangkat tadi pagi kami sudah diingatkan untuk membawa payung karena cuaca di Tours tidak selalu cerah.

Maka berangkatlah kami beriring-iring menyusuri jalan kota menuju rumah keluarga St Marie Incarnasi yang sekarang sudah jadi museum dan kapel. Kami berdoa sejenak di dalam kapel sambil mengingat kisah-kisah hidup masa kecil ia  dan keluarganya. Di dalam museum kami juga menemukan banyak catatan kehidupan orang suci ini. Walau nampak kecil tapi museum dan kapel ini  nyaman.
Selain itu kami juga pergi mengunjungi sebuah rumah kecil yang diyakini sebagai tempat St Maria Incarnasi selalu berdoa dan mendapat anugerah rahmat Tuhan tak terhingga sehingga menyebabkan ia berjuang untuk membalas kasih Tuhan. Perjalanan kami lanjutkan menuju ke sungai, tempat di mana Marie menghabiskan waktu untuk bekerja sepeninggal suaminya. Ia bekerja mengawasi kapal-kapal yang bongkar muat barang dipelabuhan, mendampingi kaum buruh pengangkutan. Banyak jejak yang masih kami jumpai di sungai itu. Walau sekarang air sungai menyusut dan jembatan jadi kelihatan semuanya tetapi tempat untuk membuang sauh masih ada, dan masih nampak sekali kalau tempat itu dulunya adalah bekas pelabuhan yang ramai. Kami melihat besi-besi bulat yang dulunya dipakai sebagai tempat ikat kuda juga masih terpelihara dengan baik.

Suster Angele’ yang menghantar kami menjelaskan bahwa semua yang kami lihat di pelabuhan itu merupakan kejayaan kota Tours zaman dahulu. Tentu kejayaan itu tidak bisa dibandingkan dengan zaman sekarang setelah lewat beberapa ratus tahun. Kami membayangkan situasi zaman di mana Marie Inkarnasi bekerja. Selain untuk bekerja mencari nafkah ia juga berusaha menjaga iman para buruh dan pekerja masa itu.

Dari pelabuhan sungai kami berjalan mengunjungi katedral di Tours, berdoa sejenak dan mendengarkan beberapa penjelasan singkat tentang gambar-gambar kaca yang kami temukan di setiap dinding katedral. Kebanyakan gambar kaca itu bercerita tentang perjuangan menanamkan iman pada saat itu. Gereja katedral kecil tapi bersih. Di luar katedral ada beberapa pengumuman baik tentang jadwal misa dan ada jadwal lain yang saya tidak paham artinya karena dalam bahasa Perancis.

Dari Katedral kami melanjutkan perjalanan menuju stasiun kereta untuk kembali ke Paris. Karena kereta api belum datang maka saya menyempatkan untuk melanjutkan ngobrol-ngobrol dengan suster yang menghantar kami. Dan seperti kebiasaan orang barat pada umumnya, mereka mencium kami sebelum kami masuk kereta. Saya yang paling akhir mendapat ciuman, saya belum dicium kereta sudah datang dan tidak pakai menunggu lama kereta harus berjalan lagi. Maka dengan cepat saya langsung lompat ke dalam gerbong. Bye...bye Tours, terima kasih untuk peranmu yang besar dalam pertumbuhan iman pada Tuhan. Untuk kami kota ini menjadi penting karena ada orang suci kami yang datang dari situ. 

Suatu saat kita akan berjumpa lagi Tours’. Merindukanmu selalu.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard