Pa Naja Sakit



Waktu itu bulan April tahun 1981 Tiba tiba kami dikejutkan dengan berita Pa sakit padahal yang saya tahu Pa sedang di proyek di sebuah kampung di Lembata. Saya lihat Mama sibuk menyiapkan pakaian di tas, beberapa kakakku perempuan yang besar juga sibuk. Kami semua pergi ke pelabuhan, wajah mama tidak terlalu gembira, untuk bertanya pun saya merasa tak mampu, mengapa dengan Pa, apa yg terjadi. Kalau tidak salah ada Ibu Fin (kakak perempuan paling gede), ada Mey  dan Ine , ataukah  Mey sudah kuliah di Jakarta ya, agak lupa karena peristiwa sudah lama sekali. 

Kami berbondong bondong pergi ke pelabuhan karena sebentar lagi motor dari kampung akan tiba, motor yang membawa Pa dan rombongan. Pa tidak akan turun di Waiwerang tapi akan terus ke Larantuka supaya langsung segera mendapat pertolongan di rumah sakit. Kalau tidak salah yang menghantar Pa di motor adalah kakak perempuan Pa yang kami suka memanggilnya dengan sebutan Tata. 

Sepintas saya lihat Pa tidur dengan selimut menutupi sekujur tubuhnya tapi sebagai anak kecil saya tidak tahu beliau sakit apa. Saya juga tidak bisa membayangkan perasaan Mama saat itu. Apakah dia takut atau bagaimana, saya yakin sebagai seorang istri pasti mama berpikir macam-macam. Bagaimana kalau suaminya  meninggal ,akan jadi apa saya dan anak-anak.  Semua anak belum jadi pada waktu itu. 

Setelah besar saya baru bisa berpikir betapa hebat mama waktu itu. Seandainya saya berada di posisi Mama entah bagaimana perasaanku, ketika mendengar kabar Pa sudah menerima minyak suci di kampung. Saya tidak paham tentang hal itu tapi untuk seterusnya dan setelah saya besar saya mempunyai keyakinan tentang efek magis dari sakramen pengurapan orang sakit. 

Singkat cerita mama naik di atas motor dan terus melanjutkan perjalanan ke Larantuka. Mama sendiri kalo tidak salah atau mama dengan Mei atau ibu ya? Nanti saya akan tanyakan ke Mey atau ke Ibu Fin. Sedangkan kami yang lain tetap di rumah karena harus sekolah dan tetap hidup. Kalau tidak salah kami agak lama ditinggalkan Mama untuk merawat Pa di rumah sakit larantuka. 

Pa dan Mama kembali ke WaIwerang ketika sudah sembuh. Seluruh isi rumah  menyambut Pa dengan gembira. Saya mengenang kejadian itu dengan senang hati kerena ketika itu kami beberapa anak kecil sedang bermain lompat tali di bawah pohon waru,  samping rumah Pa Tengah kami . Kami lari semua menyongsong Pa, terima kasih Tuhan, Engkau masih memberi  kesembuhan pada Pa. Saya ingat Pa lalu berkata padaku, wah anak Pa yang satu ini tidak pernah mengunjungi  Pa di rumah sakit, hehehe.....saya memang sedih mendengar perkataan itu. Bukannya  tidak mau mengunjungi Pa tapi saya ingat peristiwa itu. Hari itu hari Minggu, pulang dari gereja kakak2 ku perempuan berencana ke
Larantuka untuk megunjungi Pa dan Mama. Kami semua ingin ikut maka naiklah saya ke motor laut, kedua kakakku perempuan yang paling gede juga ikut.  Ternyata adikku tepat di bawah saya rupanya ingin pergi juga ke Larantuka mau mengunjungi Pa. Dia menangis menjerit-jerit  karena ingin pergi juga. Maka dengan terpaksa saya diturunkan dan naiklah adikku yang cantik yang suka kami panggil dengan nama kesayangan Noni. 

Saya pulang rumah dengan sedih hati karena tidak punya kesempatan mengunjungi Papa. Itu cerita sigkat yang saya ingat ketika Pa sakit. Setelah besar saya baru bisa membayangkan seandainya Pa dipanggil Tuhan saat itu bagaimana nasib kami semua? Kami semua belum jadi, belum ada yang kuliah, atau Mey sudah di jakarta, tapi yang jelas belum ada yang menikah. Pasti kami semua tidak sekolah, karena tidak ada biaya untuk sekolah tinggi. Mengharapkan mama? Entahlah. Karena tidak sekolah maka kami pasti harus kerja supaya bisa hidup, mungkin juga kami semua harus menikah muda, dapat suami juga pasti orang desa, kerja tani, kami semua pasti jualan di pasar dan seterusnya dan seterusnya. 

Untunglah Tuhan menjaga Pa dan Mama dengan kesetiaan dan cinta yang besar sehingga mereka mampu menghantar kami semua menuju sekolah tinggi, membekali kami semua semua dengan ilmu yang baik sehingga sekarang hasil yang dituai, semua anak memiliki pekerjaan yang baik sebagai pegawai negeri ada juga yang memiliki usaha sendiri. Semua anak mentas. Pa dan mama sebagai orang swasta harus bekerja banting tulang utk membiayai hidup dan sekolah kami. Entah dari mana uang mereka ketika anak2nya yang kuliah di Jawa kesulitan dan meminta dikirimin uang. 

Ah pengalaman kasih Tuhan ini amat sulit lepas dari ingatan. Pa bekerja apa saja, pernah jadi nelayan, petani, pekerja proyek dan terakhir berusaha untuk menjadi tuan atas diri sendiri. Beliau tidak mau kerja dengam orang maka atas kerja kerasnya beliau mampu membuat proyek sendiri. Proyek2nya yang akhirnya membawa kami anak2nya menuju kesuksesan. Saya yakin dan sangat yakin uang yang dipakai untuk membiayai sekolah kami adalah uang yang jujur, uang yag berasal dari tetesan keringatnya, maka karena uang suci dan bersih maka hasil dari uang itu adalah kami anak-anaknya  yang tahu belajar keras, tahu hidup hemat di perantauan, tidak berfoya foya menghabiskan uang orangtua karena kami tahu mereka bekerja sangat keras untuk mendapatkan uang ini. 

Terima kasih Tuhan Engkau memberi kami dua orangtua yag hebat. Mereka sangat bertanggung jawab atas anak2 yang Kau percayakan pada mereka berdua. Mereka tidak ingin sepeninggal mereka nanti anak2nya hidup susah maka dengan penuh iman mereka berusaha agar anak2nya jadi manusia. T

erima kasih Tuhan untuk Pa dan Mama yang hebat. Kan kukenang jasa mereka, kan kudoakan selalu mereka. Mama sekarang sudah bahagia di surga, dan Pa sekarang tengah menikmati masa tuanya di rumah. Semoga Pa bahagia lahir batin, dan sehat selalu di masa tuanya. Ini. 

Catatan kecil : Pa sudah menghadap Tuhan yang amat ia cintai pada tanggal 24 Nopember 2018 yang lalu. Catatan kecil ini sudah dibuat jauh sebelum beliau sakit dan meninggalkan kami semua menuju ke surga.




Komentar

Amouy mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard