Frans Duli Manuk


Ia bukan siapa siapa, beliau bukan orang penting di pemerintahan, bukan juga seorang tokoh masyarakat. Ia hanya orang biasa yang berasal dari desa terpencil di pulau Lembata, tepatnya di kampung Lamamanu desa Lamalera. Desa nelayan di pinggir pantai yang sarat dengan nuansa laut, yang penuh dengan tulang ikan di sepanjang lorong-lorong desa, tulang ikan sebagai pagar antar rumah penduduk. Ia tinggalkan desa nelayan ini, tinggalkan orangtua dan adik-adiknya di kampung untuk merantau ke kota agar dapat bersekolah dan sesudah itu dapat bekerja. Frans Duli Manuk ini anak sulung laki-laki dari 7 bersaudara, sejak remaja ia telah merantau ke Larantuka untuk bersekolah di sekolah pertukangan milik misi yang dikenal dengan nama Ambac School. 

Menurut cerita biaya sekolah ini tinggi karena semacam sekolah kejuruan dengan spesialis menjadi tukang kayu yang handal. Karena sekolah kejuruan maka biaya sekolah menjadi mahal. Bagaimana ia menyikapi biaya sekolah yang mahal ini? Orangtuanya di kampung hanya petani yang tidak tentu punya penghasilan tiap bulan, daerah gersang di kampung penuh dengan batu tidak cocok untuk ditanami jagung atau tanaman kebun lainnya. Bayangkan saja, halaman rumah tiap keluarga dikampung itu dipenuhi dengan batu mulai dari batu kecil sampai dengan batu karang, gimana mau nanam? Satu-satunya mata pencaharian adalah mencari ikan di laut, bagaiaman kalau tidak punya perahu atau peledang? 

Nah situasi inilah yang mengitari hidup Frans Duli Manuk dengan keluarganya. Maka ia berjuang untuk keluar dari keterpurukan hidupnya, ia ingin maju, ia ingin keluarganya hidup lebih baik secara ekonomi. Maka ketika bersekolah di Ambac School, ia bekerja apa saja supaya bisa mendapat uang untuk membiayai sekolah dan hidupnya sendiri. Ia tidak sampai hati memberi beban kepada keluarganya di kampung.

Bapak Frans Duli Manuk bertemu dengan Mama Katarina Kerans istrinya di Waiwerang. Mama bersama orangtuanya memang penduduk asli Waiwerang walau mereka bukan orang Adonara. Mama ini berasal dari campuran orangtua Rote (dari nenek dan Waibalun dari Bapak). Mereka bisa tinggal di Waiwerang Adonara mungkin karena mutasi. Ayahnya si Mama ini dulu seorang yang suka bepergian mungkin karena itu ia bertemu dengan istrinya di pulau Timor dan memboyong mereka ke Adonara. Mama beserta kakaknya dan mungkin ada adiknya yang lahirnya di kota karang yakni Kupang. Kembali kepada bapak Frans Duli Manuk dan istrinya, setelah membentuk keluarga muda, mereka membangun rumah di pinggir pantai di Waiwerang, yang sekarang sudah dibangun toko oleh para pedagang. 

Mereka hidup bahagia karena waktu itu bapak Frans bekerja sebagai seorang bendahara koperasi dan bisa membiayai hidup keluarga kecilnya dengan layak. Bahkan beberapa adik dari bapak Frans ini datang dari kampung untuk tinggal bersama dan dibiayai sekolahnya. Bapak dan Mama ini sangat perhatian pada keluarganya, mereka menyisihkan sedikit uang untuk membantu keluarga di kampung atau kalau si Mama memberi ke orangtuanya yang tinggalnya tidak jauh dari rumah mereka. Sebagai bendahara koperasi jaman itu, bapak ini bekerja dengan jujur dan tulus maka tidak heran koperasi bertambah maju, koperasi ini khusus menjual dan membeli kelapa kering atau kopra. 

Seiring dengan berjalannya waktu, koperasi tempat bapak Frans bekerja mulai mundur dan akhirnya mengalami musibah, entahlah tidak tahu dengan pasti tetapi koperasi kemudian merumahkan sebagian besar anggotanya dan karyawannya termasuk bapak Frans. Alasan utama adalah koperasi merugi karena pengelolaan yang tidak benar oleh beberapa pejabat koperasi. Bapak Frans mengganggur, tidak punya pekerjaan padahal ada istri dan anak yang mesti harus hidup setiap hari. Dengan anak-anak yang masih kecil, bapak Frans berjuang untuk terus hidup dan anak harus tetap sekolah. Waktu itu baru memiliki 3 atau 4 anak, sedangkan anak-anak yang lain belum lahir.

Pasangan Bapak dan mama ini memiliki 11 anak, 4 cowok dan 7 cewek. Anak pertama diberi nama Petrus Bala Manuk, mengambil nama ayah dari bapak Frans di kampung. Si sulung ini dikarunia otak yang pandai, tanpa belajarpun ia bisa lulus sekolah, hanya sayangnya menurut cerita ketika kelas 6 SD ia belajar sesuka hati, tidak mau disuruh untuk belajar, menjawab ujian sekenanya maka ketika pengumuman kelulusan ia tidak lulus. Walau demikian peristiwa tidak lulus ini membawa pelajaran penting untuknya, ia semakin tertantang untuk belajar di masa datang. 

Anak kedua mengambil nama ibu dari bapak Frans yakni Yosefina Kewa Manuk, karena tekun dan rajin belajar maka ia berhasil menamatkan pendidikan gurunya dan dalam sekejab mata ketika pemerintah membuka tes pegawai negri untuk guru, ia langsung lulus dan ditempatkan di sebuah desa di pedalaman pulau Adonara. Nasibnya sangat beruntung, ia langsung mendapat pekerjaan dan dengan demikian ia bisa meringankan beban orangtuanya. 

Anak ketiga bernama Maria Margaretha Manuk, ia juga cakap di sekolah dan mengambil jurusan IPA ketika SMA. Karena itu bapak Frans mencari informasi agar bagaimana caranya agar anak perempuannya ini bisa bersekolah di pulau Jawa. Maka ketika ada kesempatan kerja magang di rumah sakit bukit LEwolwba, bapak Frans mengirim anak perempuannya ini bekerja di sama, karena selain kerja, ada juga informasi kalau para suster CB pemilik rumah sakit bukit memberi kesempatan gadis-gadis muda untuk mengambil kuliah keperawatan di Sint Carolus Jakarta dengan mendapat beasiswa. Maka terbukalah kesempatan bagi anak 03 dari Bapak Frans untuk magang dan berangkat ke Jakarta untuk kuliah di akademi keperawatan SInt Carolus dengan ikatan dinas. Betapa bahagia bapak Frans dan Mama. Saya ingat peristiwa itu ketika mengantar kakak yang nomor 3 ke Larantuka untuk naik kapal. 

Kami turun dari kapal ketika kapal sudah membunyikan stom tanda ia mau berangkat. Saya melihat kesedihan di wajah orangtua saya, lebih-lebih mama. Beberapa kali ia menghapus air mata dan saya yakin kakak saya di   atas kapal pun pasti sedih dan menangis. Sampai di rumah saudara tempat kami menumpang malam itu kelihatan mama masih menangis sampai tuan rumah mengatakan aduh mama menangis ingat anak perempuannya yang sedang berada di kapal menuju ke pulau Jawa untuk berjuang demi masa depannya. 

Ada cerita lucu tentang si kosong 3 ini, zaman ia SMA orangtua masih hidup susah sehingga harus berjualan ikan, si kosong 3 membantu menjual keliling kampung tapi karena merasa sudah besar dan malu dengan teman-temannya maka ia berjualan keliling lapangan tugu yang ada di kampung kami, lha bagaimana ikan itu bisa dibeli jika tidak ada pembelinya? 03 dan 06 suka bercerita tentang hal ini dengan lucu karena saat itu mereka berdua pelaku utama menjual ikan keliling kebun raya.

Anak keempat dari bapak Frans adalah seorang perempuan yang cantik, hidung mancung dan mewarisi kulit putih dari Mama. Ia rajin bekerja rumah tangga dan cermat dalam perhitungan keuangan. Ia murah hati dan suka berbagi sehingga mungkin karena itu Tuhan memberi rejeki yang berlimpah dalam hidup keluarganya. Zaman ia kuliah, bapak Frans berani mengirim anak perempuannya ini naik pesawat seorang diri dan menitipkannya pada seorang bapak yang juga penumpang pesawat yang sama. Lama setelah itu saya mendengar cerita dari kakak 04 ini bahwa waktu itu mereka turun pesawat di Surabaya lalu dilanjutkan dengan naik kereta api ke Jakarta. Ia menginap semalam di rumah keluarga bapak yang baik hati  ini dan keesokan harinya si nomor 04 ini diantar ke rumah kost nomor 03. Waktu itu saya tidak tahu darimana bapak dan mama memperoleh biaya untuk anaknya kuliah, bisa jadi dari menjual perhiasan mama atau juga meminjam dari koperasi atau dari orang lain. Singkat cerita nomor 04 kakak berhasil dalam kuliah dan dengan bantuan bapak Frans ia memperoleh pekerjaan di bagian keuangan pemerintah daerah sampai dengan saat ini dan sudah pensiun.

05 adalah seorang anak cowok, pandai melucu tapi juga suka melawan. Sekian sering ia bolos sekolah sehingga akhirnya tidak lulus SMA. Saya mencatat ia beberapa kali pindah sekolah di masa SMA. 05 juga anak yang paling suka pesiar padahal sudah ada peraturan di rumah kalau jam makan harus di rumah supaya makan bersama, dan barang siapa tidak berada di rumah saat makan maka ia harus rela jika makanan habis dan tidak seorangpun berani untuk menyimpan makan untuknya. Tapi saya yakin di baik aturan super keras bapak Frans Duli Manuk ada seseorang yang dengan caranya mampu memberi kelembutan di setiap aturan yang tertera di rumah, walau sekian sering ia harus menanggung omelan dari suaminya. Dia adalah Mama. Kadang mama tidak tega jika melihat anaknya tidak makan, maka secara diam-diam ia akan menyimpan makan untuk anaknya yang sedang tidak berada di rumah saat itu. 05 adalah salah seorang anak yang memberi warna tersendiri dalam hidup keluarga karena kepolosan hati dan suka menolong.

06 ini seorang anak cowok, baik hati dan lembut. Ia suka bekerja membantu bapak Frans dikebun tapi satu kelemahannya ialah ia tidak bisa makan tanpa nasi. Padahal zaman ia lahir makanan susah di dapat, yang ada adalah tepung jagung atau tepung ubi. Jangan coba-coba memberinya makan tepung ubi karena ia bakal mengeluarkannya kembali dari mulutnya. Maka sekian sering walau sedkit, harus selalu ada beras di rumah khusus untuk si 06 ini. 06 ini seorang guru bahasa Inggris yang sabar dan penuh perhatian kepada murid-muridnya dan sampai sekarang ia tetap setia dengan tugasnya yang mulia itu.

07 seorang ibu guru yang manis, ia suka bekerja keras dan mau bekerja apa saja. Ia tidak terlalu repot dengan urusan orang lain. Setiap hari ia bekerja sebagai guru anak-anak yang berkebutuhan khusus, kebayang betapa sabarnya ibu guru yang satu ini. Ia juga pintar memasak. Jaman dulu saya ingat si mama selalu mempercayakan dapurnya kepada 06 ini karena masakannya enak di lidah. Barangkali karena ia memasak dengan penuh cinta sehingga menjadi enak dan lezat. 06 sangat perhatian pada keluarga baik keluarganya sendiri maupun pada keluarga suaminya, dan sampai dengan saat ini mereka sekeluarga hidup rukun dan bahagia.

07 seorang anak cowok, dalam banyak hal ia pendiam, tidak suka berbicara tetapi ketika melucu maka ia bisa membuat oang lain di sekitarnya tertawa terbahak-bahak. 07 memiliki banyak ketrampilan, ia bisa menjadi tukang kayu yang handal, tapi ia juga bisa menjadi tukang batu membangun rumah orang. Ia sering menjadi andalan saudara-saudarnya jika ada yang membangun rumah. Semasa sekolah sebetulnya ia anak baik tetapi karena pergaulan yang slaah dengan beberapa temannya maka ia pernah dikeluarkan dari sekolahnya  lalu harus melanjutkan di tempat lain. Hal ini membuat susah bapak Frans dan Mama. Itu artinya ia tidak memanfaatkan waktu yang diberikan untuk sekolah dengan baik. Itu artinya lagi kesempatan untuk dia hilang, dan artinya lagi ia harus pulang dan menjadi anak putus sekolah. 

Ini juga bagian penting yang saya kenal dari pola pendidikan bapak Frans. Jika tidak memanfaatkan kesempatan untuk sekolah maka kesempatan itu akan hilang dan silahkan memberi kesempatan itu kepada orang lain Orang lain yang dimaksud adalah saudaranya yang lain. Mungkin karena punya banyak anak maka bapak Frans harus mendidik dengan keras setiap anaknya supaya memanfaatkan waktu dengan baik, jika sekolahnya keteteran karena salah sendiri maka harus pulang, tidak ada biaya tambahan. Biaya hanya disiapkan untuk sekian tahun belajar. Jika lebih dari itu maka uang habis, karena masih anak lain yang harus sekolah dan memiliki kesempatan yang sama. Saya ingat untuk 08 ini saya pernah berdoa dengan khusuk di tengah malam dengan intensi yang saya letakkan di bawah patung pieta (Bunda Maria menggendong Putranya) agar bapak Frans memberi kesempatan kepada 08 untuk terus bersekolah. AKhirnya doa saya dikabulkan Tuhan.

09 ini seorang anak perempuan yang manis dan penurut, dia juga suka mengalah. Dari kecil sudah kelihatan minatnya untuk memilih jalan hidup membiara. Rajin ke gereja dan berdoa di lingkungan tetapi hanya dia sendiri yang tahu kadang-kadang pergi ke gereja untuk menghindari pekerjaan yang banyak di rumah. Soalnya kalau perkara pergi ke gereja bapak Frans pasti mengizinkan dengan rela hati. Perkara pekerjaan di rumah yang banyak bisa dilakukan oleh mereka yang malas ke gereja. Hehehehe.  Ini yang dinamakan motivasi negative tapi berubah menjadi aktivitas positif. Ketika 09 minta ijin masuk biara, bapak Frans berkata “ Tuhan mengabulkan doa bapak dan mama selama ini” Oh padahal selama ini kedua orangtua ini berdoa agar ada anaknya yang dipanggil Tuhan untuk bekerja di ladangNya. Kalimat ini menjadi motivasi terbesar selama ia hidup di dalam biara. 09 menganggap karena doa orangtualah maka ia bisa seperti ini, maka 09 berjuang sekuat tenaga untuk tetap setiap dalam jalan panggilan. 

Ada satu cerita menarik tentang hal ini, ketika sudah waktunya meninggalkan rumah menuju ke biara, Mama menangis sambil duduk di kursi pintu depan tempat di mana 09 akan keluar menuju pelabuhan. Si Mama ini berkata, mengapa kamu mau masuk biara, ketahuilah bahwa kalau sakit di biara tidak ada mengurus, makan di biara juga tidak enak, apakah kamu sanggup? Air mata mama yang mengalir sempat menggoyahkan hati 09, tapi bapak Frans dengan tegas mengatakan, mari kita pergi lewat pintu belakang karena di pintu depan setan sedang duduk menangis dan menggodamu. Ini adalah dukungan terbesar yang mereka berikan untuk 09 untuk tetap setia pada Tuhan.

Nomor 10 ini anak yang punya banyak ketrampilan tangan. Ia pandai menjahit, menyulam memasak. Walau secara akademis ia agak kurang maju. Bapak Frans selalu mempercayakan proyeknya yang ada hubungan dengan jahit menjahit kepadanya. Entah membuat seprei dan sarung bantal untuk puskesmas, atau beberapa hal lainnya. Nomor 10 ini juga adalah anak yang tidak pandai menyimpan perasaannya, apa-apa ia katakan dengan jujur dan terus terang, dan sampai sekarang ia bisa menjadi sumber informasi yang akurat, walau kadang-kadang mesti di cek kebenarannya. Kadang-kadang ia bisa menjadi penengah dan pendengar yang baik bagi dua orang saudaranya yang sedang bersitegang, oh satu hal lagi tangannya dingin, kebetulan ia perawat sehingga siapa saja yang ia rawat pasti segera sembuh. Diantara kami dalam keluarga, jika ada yang sakit, biar jauh di manapun pasti memanggil dia, tempat konsultasi obat, dan sekali ia suntik maka akan langsung sembuh. Entah ini yang namanya sugesti ataukah karena ia melayani dengan cinta dan akhirnya sembuh tidak penting. Fokus utama adalah ia bisa menjadi andalan dalam keluarga besar ketika sakit.

Nomor buntut atau 11, ia seorang anak perempuan yang pandai, kemampuannya menganalisa suatu masalah dapat diandalkan, sekian sering ia tidak repot dengan urusan banyak orang tapi disaat-saat tertentu ia bisa terlibat secara penuh menolong orang lain. Kemampuan berbela rasa sangat tinggi, ia selalu siap sedia menolong orang lain entah itu keluarga maupun bukan keluarga. Secara bisnis, ia juga pengelola bisnis yang baik mungkin karena dikaruniai kemampuan perpikir cepat. Selain itu ia benar wanita tangguh secara khusus dalam keluarganya, ia bisa mengurus banyak hal dan sukses tanpa merepotkan orang lain. Nomor 09,10 dan 11 ini mungkin karena lahirnya berurutan maka sering mendapat baju, sepatu dan lain lungsuran dari kakak2nya, ataupun kalau mereka mendapat baju dan tas baru pasti modelnya sama hanya beda warna. Beda warna untuk meminimalisir pertikaian diantara mereka. Walau demikian di atas segalanya dengan jumlah saudara yang banyak, anak-anak bapak Frans dan  Mama Katarina tetap hidup rukun dan saling membantu satu sama lain. Kadang-kadang terlibat pertikaian tapi itu tidak lama, hubungan darah mengalahkan segalanya. Istri atau suami bisa diganti tapi saudara kandung tak tergantikan oleh apapun juga.

Peraturan di Rumah.
Yang paling kentara adalah makan harus bersama di meja makan, didahului dengan doa dan diakhiri juga dengan berdoa bersama. Ada pembagian tugas yang jelas tentang petugas doa ini. Jika ada tamu dan biasanya tamu itu makan malamnya lama, sedagn petugas doa sudah mengantuk, maka ia wajib tetap menunggu sampai tamu selesai makan, ia bertugas baru boleh tidur. Aturan makan bersama ini ada maksud tertentu selain ingin menjalin kebersamaan dalam keluarga juga ada aturan yang tersembunyi yakni, karena makanan yang disiapkan pas-pas an maka jam makan harus ada di rumah, Barangsiapa tidak berada di rumah saat makan maka ia siap menerima resiko kehabisan makanan. Aturan ini cukup berkesan untuk saya sebagai anaknya, zaman itu dengan sebuah keluarga besar, mama mesti penuh perhitungan menyiapkan makanan agar sampai dengan akhir bulan dapur harus bisa mengepul, Tidak boleh ada makanan sisa, makan harus dihabiskan dan lain sebagainya.

Aturan lain lagi di rumah adalah pembagian tugas kerja. Bapak dan Mama ingin mengajarkan anaknya untuk bekerja rumah tangga, tidak duduk ongkang kaki mengharapkan orang lain bekerja untuknya. Ada tugas di dapur, membersihkan rumah, mengambil air dan kayu bakar serta membersihkan halaman. Zaman itu aturan ditulis dalam sebuah lembar kertas lalu ditempel di belakang pintu atau di daun lemari. Setiap orang harus bertanggung jawab akan tugasnya, Mama sebagai pimpro dan ia bertugas untuk mengontrol. Menurut saya amat baik aturan ini, melatih anak untuk bertanggung jawab atas kerja kecil. Maksudnya jelas, jika besok sudah jadi orang maka harus mengerjakan tugasnya dengan baik dan penuh tanggung jawab, tidak asal lempar tanggung jawab kepada orang lain.
Aturan yang lain, pakaian yang masih bagus tidak boleh dibuang sembarangan, Mama pasti akan mendaur ulang baju yang kebesaran sebelum dilungsur ke adik-adiknya, demikian juga buku pelajaran dan lain sebagainya. Kami sebagai adik kadang-kadang ada rasa tidak suka memakai pakain lungsur tapi apa mau dikata, orangtua kami tidak punya cukup uang untuk setiap kali membeli baju dan celana yang baru.

Demikian lah kami bertumbuh dalam pengasuhan orangtua yang pandai memanage keuangan dan keluarganya. Menurut saya mereka itu (Bapak dan Mama) adalah orangtua yang hebat. Mereka menyiapkan semua kebutuhan anaknya dengan segala contoh dan penjelasan bahwa semua keperluan hidup di bumi ini tidak begitu saja didapat tapi harus melalui kerja keras. Saya ingat sebuah pengalaman kecil, ketika saya dan bapak melakukan perjalanan ke rumah sakit Pulitoben Witihama, di tengah jalan ban motor kami gembos, terpaksa kami harus menuntun sepanjang jalan, untung tempat tujuan kami sudah dekat. Saya masih kecil dan bapak masih muda sehingga beliau mampu mendorong sepeda motor kami. Dii tengah upaya mendorong itu kami bertemu dengan seorang penjual ikan panggang. Ikan ditusuk di bambu yang sudah diserut sehingga rapi. Biasanya ikan tongkol. Nah ikan tongkol ini dimasukkan dalam sebuah ember bak dan diletakkan di atas kepala penjual. Dari jauh kelihatan ia berjalan terseret-seret dengan beban di kepala. Bapak berhenti sejenak dan bertanya pada saya, “itu ngapain orang itu mau bersusah payah menjunjung ikan di atas kepala dan berjalan terseret jauh begitu?” Dengan spontan saya menjawab ia menjual ikan panggang supaya bisa mendapat uang. Bapak langsung berkata, ‘ begitulah cara orang untuk berjuang supaya bisa hidup. Harus bekerja keras, hidup itu tidak gampang nak”. Nasihat ini sampai saya sudah sebesar ini dan sudah puluhan tahun hidup dalam biara, saya masih tetap mengingat dan serasa itu masih segar dalam bayangan saya, padahal peristiwa itu sudah puluhan tahun lewat. Demikian bapak mengajarkan nilai-nilai hidup sederhana melalui pengalaman nyata.

Peraturan lain yang ada dalam keluarga, bekerja dan saling membantu. Zaman kami kecil, kami turut membantu orangtua mencari nafkah. Ketika ada proyek batu bata, kami semua bergerak untuk mengadakannya, ketika ada proyek membuat batu mata angin, semua kami terlibat bekerja sesuai kemampuan. Ketika musim menanam sayur tiba maka kami semua bergegas membantu di kebun, ketika musim jual sayur tiba maka kami semua terlibat, ada yang membantu ambil di kebun, cuci dan bawa ke pasar karena Mama pasti sudah standbye di pasar. Mama punya lapak kecil yang yang dipakai untuk jualan, kadang kami juga harus berjualan dari rumah ke rumah untuk mendapatkan sedikit uang. Ketika musim tanam padi di sawah, maka kami semua turun ke sawah, masing-masing kami sudah punya lahan sendiri untuk ditanami. Lahan tidak terlalu besar tapi panjang dan kami semua punya baris sendiri untuk tanam. Ada yang cepat nanamnya tapi ada juga yang lama yang membutuhkan bantuan saudara yang lain. Saya ingat saya paling lama kalau menanam padi, tapi kakak2 tidak mau menolong, mereka lebih suka duduk di pinggir pematang lalu menyanyikan  beberapa lagu sebagai penghibur, kadang-kadang syair lagu diplesetkan untuk menggoda saya, tapi itulah sebuah nilai kekeluargaan yang tidak lagi ada setelah kami dewasa dan mempunyai kehidupan sendiri

Bapak Frans itu orang jujur, ia selalu menekankan, jangan mengambil hak orang lain, kalimat yang paling tepat yang sering ia ungkapkan adalah “ Orang punya, orang punya, kita punya, kita punya. Setelah bapak Frans merasa mampu maka ia kemudian mendirikan firma sendiri untuk menjadi mitra kerja pemerintah. Saya masih ingat bagaimana ia belajar dari pengalaman orang lain (Ketika bekerja dengan orang), belajar menghitung anggaran dari pemerintah yang sangat kecil lalu bekerja sesuai dengan juknis dari pemerintah, berjuang sedemikian sehingga ada keuntungan untuk kelangsungan hidup keluarganya Saat membayar gaji tukang, maka ia pasti akan mendahulukan tukang dari pada keluarganya, karena ia sadar tukang adalah ujung tombak pekerjaannya, Ia juga tidak mengambil keuntungan yang besar dari kerja bersama pemerintah,  untung besar berarti kualitas bangunan di ragukan, untuk apa memakan uang pemerintah? Makan uang yang bukan menjadi hak akan menyebabkan penyakit. Kita harus makan yang sehat (bukan soal makanan loh tapi keberadaan uang halal dan tidak halal), Itu juga yang menjadi komitment dia dalam  bekerja. Yang penting cukup untuk makan di rumah, cukup untuk bayar anak sekolah, sudah. Tidak perlu berlebihan. Dan itu nampak dan berbuah limpah Semua anaknya berhasil dalam studi dan dalam pekerjaan. Kami anak-anaknya yakin kalau uang yang dipakai untuk membiayai hidup dan sekolah kami berasal dari uang yang halal sehingga hasilnya pun baik. Ada banyak contoh anak berasal dari orangtua pejabat tinggi banyak yang tidak sukses dalam studi, bisa jadi karena uang yang dipakai bukan uang halal. (Ini pengalaman pribadi dalam keluarga kami)

Kejujuran bapak Frans ini ia terapkan dalam pendidikan anak-anaknya. Salah satu contoh kecil, setiap uang yang dipakai mesti ada pertanggungjawaban. Ketika anaknya minta uang untuk sekolah, kapanpun pasti ia layani, tetapi ya itu tanggung jawab jelas. Bapak akan dengan teliti memeriksa buku keuangan anak-anaknya dan kalau ia merasa tidak beres atau aneh maka siap-siap untuk mendapat amarah. Saya paling sering dimarahi karena soal ini. Menurut saya, pembukuan saya sudah sempurna tapi menurut dia amburadul. Kalau anak-anak yang, mereka selalu dibantu oleh kakak-kakak yang sudah duluan tinggal di Jawa dan telah mengalami pola pendidikan bapak Frans.

Satu hal penting lagi bahwa ia selalu menekankan pada semua anaknya untuk selalu memakai kesempatan yang ada karena kesempatan tidak datang untuk kedua kali. MIsalnya ada kesempatan untuk melanjutkan kuliah diJawa, silahkan asal pakai itu kesempatan dengan baik. Jika ada yang lalai sehingga kuliahnya terbengkelai maka ia akan panggil pulang yang bersangkutan dan hilanglah kesempatan itu. Ia selalu berkata, semua kalian (anaknya) memiliki kesempatan yang sama, jika tidak memakai dengan baik maka kesempatan berikut menjadi milik adikmu (anak yang lain). Ia juga teliti memilih jurusan studi anak-anaknya, saya mengira karena ia memikirkan untuk cepat dapat kerja daripada sekolah lama-lama dan kesmepatan kerja hilang, dan ia perhatikan dengan sungguh, anaknya ini cocok atau tidak dengan jurusan kuliah yang ia ambil. Jika ia merasa tidak cocok maka ia akan meminta anaknya untuk mempertimbangkannya kembali tetapi jika si anak bersikeras melanjutkannya maka, monggo dan bertanggung jawab sampai selesai. Ia juga hanya mengijinkan anak-anaknya untuk pulang dari Jawa membawa ijazah, sekali berangkat maka sampai selesai baru pulang. Tidak ada istilah liburan kuliah pertahun (beda dengan yang kuliah dekat-dekat seperti Kupang, Ruteng dll.) Bapa Frans juga adalah seorang bapak yang tidak begitu saja memberi vonis jelek pada anaknya, ia pasti mencari tahu kebenarannya dan selalu melihat sebuah masalah dari sisi yang lain.

Hidup bersama Mama kurang lebih selama 52 tahun dan sesudah itu Mama meninggalkan ia untuk duluan ke surga menyiapkan tempat bagi suami dan anak-anaknya. Selama Mama dan Bapak hidup bersama, mereka ini pasangan yang solid dan bahu membahu membimbing anak-anaknya. Mereka menyiapkan bekal yang cukup untuk masa depan anak-anaknya. Semuanya bersekolah dengan baik dan lancar, setelah itu mendapat pekerjaan yang baik di dinas-dinas pemerintah, setelah itu menikah. Setelah melihat anak-anaknya mentas dan bahagia, baru Mama bergegas ke surga., Mama merasa tugasnya sudah selesai. Beda dengan Bapak Frans, ia tidak mau buru-buru ke surga karena ia merasa masih punya tanggung jawab besar. Tanggung jawab apa sebetulnya? Di rumah masih ada Bapak Ignasius Manuk yang kami panggil magun> Magun ini sejak remaja kecil sudah menjadi tanggung jawab bapak dan mama. Menurut saya Bapak Frans ingin memastikan bahwa hidup magun aman dan damai sampai maut menjemput. Maka ketika magun sakit karena penyakit tua, Bapa Frans merasa perlu mendampingi dan mengurus yang perlu, padahal menurut saya, tanpa Bapa Frans turun tangan , kami ber 11 akan bertanggung jawab untuk hidup magun. Tetapi kembali lagi pada Bapa Frans ia selalu ingin memastikan bahwa semua harus beres. Ketika magun di saat-saat terakhir hidupnya, Bapa Frans mendampingi dari samping tempat tidur dan entah apa yang menjadi pembicaraan mereka, magun kemudian pergi menyusul mama ke surga dengan damai. Saya yakin saat itu bapa Frans mengatakan kepada magun, kalau engkau mau pergi, pergilah magun, terima kasih untuk semua kebaikanmu pada keluarga dan anak-anak. 

Kami sendiri merasa kalau magun adalah salah satu dari orangtua kami, ayah kami dua yakni bapak Frans dan magun. Sepeninggal magun, bapa Frans hidup sendiri (sendiri dalam arti tidak ada lagi mama dan bapa magun.) Biasanya ada magun tempat di mana mereka berdua ngobrol, tapi sekarang tidak.

Satu hal penting yang saya lihat dari bapak Frans, ia telah mempersiapkan segala sesuatu untuk kepergiannya ke surga. Pernah dalam suatu kesempatan liburan di rumah, bapak Frans memanggil semua anaknya berkumpul dan ia berbicara. Banyak hal yang ia katakan salah satunya adalah tentang persiapan kematiannya sendiri serta harta tak seberapa yang ia dan mama kumpulkan sekian lama. Sesen dua hasil dari hidup sederhana dan berhemat membuat bapak dan mama memiliki sedikit harta dan uang. Uang yang jumlahnya juga tidak seberapa dipakai sebagai biaya hidup Pa dan magun, uang ditabung dan bunganya untuk hidup mereka berdua. Atau lagi beberapa bangunan yang disewa oeh kantor pemerintah atau untuk kost-kost an dan hasilnya juga untuk biaya hidup mereka berdua. Sangat jelas bapa Frans tidak mau merepotkan anak-anaknya, padahal semua anaknya mempunyai pekerjaan yang baik dan cukup, sekali lagi ia tidak mau merepotkan anak-anaknya, tapi saya menangkap ada hal paling halus yang ingin ia sampaikan bahwa bapa Frans tidak ingin kecewa kalau ada diantara anaknya yang merasa terpaksa untuk membiayai hidup mereka di hari tua (Mudah-mudah2an saya salah menangkapnya).

Persiapannya menuju ke surga juga sudah diatur dengan baik dan teliti mulai dari mempersiapkan peti mati, biaya-biaya untuk penguburan, keramik, kayu, ongkos tukang, biaya untuk menjamu para pelayat, lilin dan lain sebagainya. Ia mempersiapkan dengan perhitungan yang matang, sekali lagi karena tidak ingin memberi beban kepada anak-anaknya (sampai di sini saya terharu) dan untuk pakaian yang akan dipakai dalam peti, ia sekian sering mendesak anaknya 03 yang setiap hari bersamanya untuk menyiapkannya dan 03 selalu mengatakan sudah beres Pa,”. 

Di atas segalanya saya yakin secara rohani beliau sangat siap, selama hari-hari tuanya ia mengisinya dengan sembayang dan berdoa. Saya ingat kalau saya liburan di rumah, beliau pasti dengan senang hati menemani saya pergi ke gereja. Dan ketika semuanya sudah ia siapkan, dan merasa tugasnya sudah selesai , maka ia bergegas ke rumah Tuhan. Hanya dalam hitungan 9 hari tidur di tempat tidur, lalu ia berangkat dengan sebuah kepastian bahwa segalanya beres, anak-anak sudah mapan dan hidup bahagia dikeluarga masing-masing, mama dan bapa magun juga sudah ia hantar ke surga dan saatnya ia sendiri menghadap Tuhan untuk mempertanggungjawabkan seluruh hidupnya pada Tuhan. 

Saya yakin ia sudah mempersiapkan jawaban dan bukti-bukti fisik ketika nanti di tanya oleh Tuhan di pintu surga, mana tanggung jawabmu pada keluarga, maka bukti kalau semua anakmu mentas dan sebagainya. Selamat berbahagia di surga Bapak Frans. Mengenangmu penuh cinta membuat kami untuk terus berdoa agar hati dan jiwamu terbuka untuk menerima kasih dan sayang Tuhan. Amin



Komentar

Anonim mengatakan…
nomor 6 ni bapa to ema suster? :)

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard