KOMUNITAS CINTA

Sudah dua tahun saya tinggal di sini, bersama teman2 komunitas yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa dari Jawa, yang lain dari Flores dan sekitarnya, ada dari Kalimantan, Ambon tapi yang terakhir ini masih disebut calon, mereka belum tinggal bersama kami tetapi beberapa aktivitas kegiatan sudah kami lakukan bersama. 
Komunitas yang ini lebih beragam dibanding dengan beberapa komunitasku yang dulu. Sewaktu di Jakarta ada teman komunitas dari Sumatera ada juga warga keturunan Cina dan lain sebagainya. Selain itu dengan latar budaya, pendidikan, akar keluarga yang berbeda kami berusaha untuk selalu sehati untuk berjalan bersama. Sejauh yang saya ingat hampir pasti saya tidak mengalami kesulitan dengan hidup bersama. Kami selalu setia pada komitmen bersama, masing-masing kami berusaha untuk saling memahami dan mengenal satu dengan yang lain. 

Berdasarkan sepengenalan kami ini maka hidup bersama kami menjadi lebih mudah. Ada saudari kami yang pendiam, tukang humor, pandai masak, suara bagus, pinter main musik, suka bersih dan kerapihan, teliti, piawai dalam merangkai bunga dan lain sebagainya. Dengan aneka ragam sikap dan keberadaan ini komunitas kami berjalan seiring. 

Selanjutnya dengan makin bertambah usia dan pengalaman, saya tak bisa pungkiri bahwa komunitas tidak selalu berjalan dengan baik. Seperti lazimnya sebuah keluarga ada saatnya kami berbeda pendapat, ada waktunya kami marah dan bersuara tinggi satu sama lain, kadang juga kami saling mendiamkan diri untuk beberapa saat, sekian sering kami saling berbicara di belakang kasak kusuk membicarakan seseorang dari antara kami tapi kami semua selalu kembali pada jalan komitmen kami. St Paulus dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus mengatakan bahwa banyak anggota tetapi satu tubuh, kita semua adalah tubuh Kristus dan masing-masing kita adalah anggotanya. Seumpama tubuh yang terdiri dari banyak bagian tubuh tertentu, sangat tidak mungkin apabila salah satu bagian mengklaim bahwa ia lah yang paling penting.

Menurut st Paulus kita semua satu tubuh maka kita harus saling mendukung satu sama lain. Bagaimana saya menggambarkan caraku hidup berkomunitas, masih berpusat pada diri atau sudah berorientasi pada yang lain dan pada Tuhan? 
Saya berusaha untuk mendahulukan kepentingan komunitas, mau setia pada keputusan bersama, kerja sama, saling mendukung dan terbuka. Sepanjang hidup saya berusaha untuk ini. Sekian sering karena kelemahan manusiawi saya kadang acuh tak acuh, merasa tak puas dengan keputusan pemimpin, mengomel saja di belakang. 
Dulu waktu saya baru pertama kali tiba di komunitas ini saya kaget dengan jam doa komunitas yang sangat pagi buta, terkejut dengan adorasi yang sangat sering baik di rumah maupun tugas adorasi di paroki ditambah adorasi yang diselenggarakan oleh Yayasan. Belum lagi ibadat adorasi tiap minggu rekoleksi yang mana kami semua wajib 2 jam duduk di depan sakramen dengan waktu yang berbeda. Pertama sendiri lalu jam terakhir dilakukan bersama. 

Mengapa saya kaget karena di komunitas lama tidak seperti itu. Karena masih dalam proses penyesuaian diri saya jadi uring-uringan dan melakukan hal ini hanya sebagai tugas bukan sebagai sebuah kebutuhan. Untunglah keadaan ini tidak berlangsung lama, semakin hari saya mau mengerti dan mengatur batin saya untuk menerima dan menjalaninya dengan tulus dan ikhlas hati. 
Hal lain yang juga cukup mengganggu hidup komunitas adalah perkara komunikasi. Sering kami tidak saling berbicara untuk suatu hal yang penting, entahlah semua terjadi begitu saja. Setelahnya baru disadari bahwa kami belum bercakap2 dan lain sebagainya, hehehehe.....ini indahnya hidup bersama

Saya merasa Tuhan telah lama menyiapkan saya untuk hidup panggilan ini. Dari sekian anak orangtua saya, boleh dikatakan saya anak yang paling sering tinggal di asrama. Sejak tamat sekolah menengah pertama saya sudah tinggal di asrama, hidup bersama teman2 dari berbagai daerah, saya belajar memanage hidup saya jauh dari orangtua, saya melatih hidup mandiri, belajar berorganisasi dan lain sebagainya. 
Sehingga ketika saya hidup dalam biara, persoalan tinggal bersama dalam satu komunitas bukan menjadi hal baru untukku. Oleh karena tugas panggilan yang suci ini saya harus berjuang untuk berdamai dengan diri, belajar terbuka dan berbicara jujur tapi dengan sopan, saling memberi masukan untuk sebuah perbaikan lebih-lebih jika itu menyangkut karya kerasulan. Karena disadari atau tidak, diakui atau tidak, suburnya sebuah karya kerasulan sangat tergantung pada komunitas atau pada orang2 yang berada di dalamnya. Jika komunitas kacau maka karya kerasulan dengan sendirinya juga berantakan. 
Jika komunitas tak berjiwa maka karya kerasulan juga berjalan ibarat robot, kaku dan menyeramkan, dan ini tentu mempengaruhi image masyarakat bahkan kita bisa ditinggal oleh orang lain. Jika komunitas kita hangat dan penuh rasa persaudaraan maka karya kerasulan kita menjadi penuh makna. Mulai dari diri saya untuk berubah dan memperbaiki mutu hidup komunitas. Saya tidak bisa menuntut orang lain untuk berubah melainkan saya mulai dari diri saya sendiri. Ya Tuhan, tugas ini memang tidak mudah, saya tidak ingin mutu kehidupan kami yang tidak terlalu baik mempengaruhi mutu pelayanan kami kepadaMu dan sesama. Semoga hal baik ini menjadi sebuah kesadaran saya untuk memulai sebuah hidup komunitas yang bermutu. Amin. 

Ada Sr Johanna, beliau ini pemimpin komunitas dan sangat sederhana dalam berbagai hal. Walaupun punya banyak pengalaman dalam berbagai bidang kehidupan, ia tidak menonjolkan diri. Ia senang mengurus rumah tangga dan menghabiskan makanan yang boleh dikatakan sisa tapi masih layak untuk dimakan. Pakaiannya juga tidak macam-macam, ia mengikuti aturan komunitas dengan penuh kesadaran, ia memberi contoh hidup berkomunitas yang baik dengan teladannya. 
Sebagai pemimpin ia tidak merasa sedih apabila ada yang melangkahi beliau tidak pernah menunjukkan rasa marah atau kecewa. Satu hal lagi, ia suka menolong. Beliau ini hampir setengah dari umurnya dihabiskan dengan anak cacat yang merupakan ladang pelayanannya di tanah misi. Beliau menjadi seorang misionaris amat lama di Manila dan anak-anak cacat atau yang belum berkembang dengan baik dalam pertumbuhannya mennjadi ladang pelayanan yang amat ia sukai. JIka ada anggota komunitas yang mau pergi berlibur ke kampung beliau pasti menitip oleh-oleh untuk keluarga. 
Menurut saya beliau sudah selesai dengan dirinya dan selanjutnya ia hidup dalam pelayanan total pada Tuhan dan sesama. 

Teman _ Teman Seperjalanan

Ada Sr Jovita, beliau adalah yang paling senior diantara kami semua baik dari segi usia maupun dari segi lamanya hidup di biara. Ia sangat halus dan pendiam, jika berjalan tidak meninggalkan bunyi sedikitpun, hatinya tenang dan menikmati hidup dalam ketenangan. Beliau makan juga tidak banyak tapi setia dalam acara makan bersama komunitas. Beliau seorang pendoa tempat kami yang lain meminta doanya dan ia dengan senang hati melakukannya. Beliau tidak suka makan pete dan durian tapi ia tidak melarang atau menunjukkan raut wajah tak senang jika ada anggota komunitas yang makan pete dan duren di depannya. Amat memahami para suster muda maka dengan penuh ketulusan ia menyiapkan refter agar tetap rapi dan menjadi tempat brkumpul para suster dikala penat menyerang.

Walau lauk seadanya tapi jika refter disiapkan dengan penuh kerapian maka bisa menimbulkan selera makan bagi para suster lain. Tugas beliau sederhana, ia memperhatikan refter dengan teliti dan memastikan kalau kamar makan bersih dan tidak ada tersisa makanan busuk entah di lemari atau di kulkas. 
Beliau adalah salah saudari sekomunitas yang memberi warna tersendiri bagi perjalanan komunitas kami. Ia tidak apa-apa jika diajak bercanda, mau saja diajak berfoto dengan berbagai gaya. Penghayatannya dalam hidup komunitas memberi pelajaran berharga bagi kami para suster yang belum tua. 

Saudari sepanggilan yang lain namanya Sr Kristo, beliau sangat lembut hati dan ramah. Pandai dalam berbahasa, dan mampu menegur orang lain dengan kalimat yang baik sehingga tidak membuat orang yang ditegur menjadi sedih. Kemampuannya dalam berbahasa sangat ditunjang oleh kebaikan hatinya dalam menjalin relasi dengan orang lain. 
Beliau orang yang tegas pada tempatnya, jika tak berkenan ia akan mengatakannya dengan kalimat yang halus. Ia menjadi tempat kami bertanya dalam banyak hal secara khusus dalam pengaturan kalimat dan berbahasa yang baik. Ia berjuang keras untuk sesuatu yang belum ia ketahui dengan baik, ia akan belajar dan bertanya kepada orang yang lebih tahu. 
Dalam banyak tahun di sepanjang hidupnya ia menjadi seorang pemimpin baik itu pemimpin rumah maupun pemimpin yayasan dan sekolah. Tetapi ketika ia tidak menjadi seorang pemimpin lagi, ia tetap tampil sebagai orang yang rendah hati dan sederhana. 

Teman kami yang lain adalah Sr Fitri, seorang wanita Jawa pekerja keras. Ia berjuang dengan gigih untuk memajukan sekolah dan yayasan. Tak segan ia memberi kesempatan kepada para guru dan karyawan untuk terus menimba ilmu, karena menurut beliau guru dan karyawan yang cakap dan banyak ilmunya pasti akan bisa melayani dan semakin mahir dalam bekerja. 
Beliau juga amat rendah hati bila menerima pertolongan orang lain dan dibalik semua itu ia punya cinta yang tulus kepada semua orang yang Ia layani. 

Sahabat sepanggilan yang lain namanya Sr Julia, Ia pandai dalam mengelola keuangan. Ia memperhatikan dengan teliti kebutuhan para suster dan mempersiapakan apa yang mereka butuhkan. Ia juga penolong yang baik ketika para suster serumah membutuhkan, dan tanpa pilih kasih ia selalu menyediakan dirinya untuk berbagi. Ia senang kerapihan dan tidak ingin suasana berantakan. Walau sesibuk apapun ia pasti memilih untuk merapikan rumah dan semua yang berantakan sebelum mengerjakan yang lain. Ia juga sayang pada semua anak datang kepadanya. 

Kawan sekomunitas yang lain namanya Sr Linda, seorang suster muda yang energik dan mau menolong siapa saja. Perhatiannya pada anak asrama yang menjadi tanggung jawabnya dibarengi dengan sikapnya yang tegas membuat anak-anak dekat padanya. Dia bisa mennjadi andalan ketika dalam keadaan kepepet. Sr Linda suka akan kegiatan di lingkungan sehingga dalam beberapa yang ia punyai ia bagikan juga dengan kegiatan di lingkungan. Beliau juga seorang suster muda yang disiplin, ia tidak pernah melalaikan jam doa di kapel saat bersama para suster lain maupun jam doa pribadi yang ia timba setiap hari sebelum mulai bekerja rutin. 

Yang terakhir ini namanya Sr Wati, ia baru saja keluar dari masa pembentukan di novisiat, fresh from the oven. Yang paling menonjol dari Sr Wati adalah ia sangat senang menolong orang lain tanpa pilih pilih. Ia juga seorang suster muda yang disiplin dan tidak pernah lalai di dalam jam doa. Walau masih baru tapi ia dengan tabah menerima tugas menjadi ibu asrama tanpa mengeluh. Suster Wati menjadi teman seperjalanan panggilan yang menyenangkan. T
Terima kasih untuk kawan-kawan seperjalanan panggilan di komunitas, rasa cinta dan persaudaraan dan saling mendukung satu sama lain dalam ikatan cinta kasih menjadi tali pengikat yang erat di antara kami. Semoga pelayanan tulus yang kami jalani setiap hari di tengah kerapuhan kami menjadi berkat bagi sesama dan Tuhan pasti akan menganjari komunitas kami dengan cinta yang berlimpah. Tuhan baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard