Belaskasih, Awal dari Cinta

Pernah pada suatu kesmpatan saya berjalan-jalan di kota Roma. Sebagai orang yang baru pertama datang ke Eropa, keinginan untuk mengeliling kota begitu menggebu. Maka pergilah saya bersama seorang teman. 

Pertama kami naik kereta api bawah tanah, sambil melihat-lihat. Sebetulnya kami berdua orang baru, tapi berbekal catatan dari serorang kawan yang telah lama tinggal di Roma, maka hati kami jadi berani. Enaknya di kota-kota di Eropa, untuk berjalanan keliling kota kita tidak perlu memakai tiket kita berkali-kali. Cukup sekali asal tidak usah turun dari bis. Mudah bukan? 

Puas naik bis, kami lalu memutuskan untuk berjalan kaki. Kebetulan ada beberapa pesanan dari Indonesia yang mesti kami beli, sekalian kami mau lihat-lihat berangkali ada yang bisa kami beli buat oleh-oleh nanti untuk orang di rumah. 
Bertemu gereja itu pasti, karena di Roma itu gereja ada di mana-mana, baik itu gereja kecil maupun sampai sekelas basilica ada di kota abadi. Di Roma sendiri ada 6 basilika yang nanti di kesempatan lain akan saya ceritakan. 

Kami juga melihat banyak hal yang mengusik hati saya untuk selalu bertanya tanya Saya pikir di negara maju kayak di Eropa tak ada pengemis, tapi nyatanya disepanjang jalan yang pernah saya lalui, saya kerap bertemu mereka. Ada yang sedang duduk saja, tapi ada juga yang sedang tidur bergulung selimut di pinggir trotoar yang ada cerukannya. Ada juga yang duduk di pinggir tempat sampah dan ia tidak terganggu dengan banyak lalat yang beterbangan di sekitarnya. Ketika melihat mereka itu batinku mengatakan, bukankah mereka ini dijamin hidupnya oleh negara? 

Waktu melihat keadaan mereka seperti ini, ingatan saya kembali ke kota saya. DI Indonesia pengalaman melihat kaum tuna wisma tak terhitung, begitu juga dengan jumlah mereka yang banyak itu. Di setiap kesempatan pasti mereka ada, entah dengan pakaian yang compang camping atau pakaian sopan tapi duduk di pinggir jalan sambil meminta-minta. 

Kadang kehadiran mereka membuatku terenyuh tapi tapi di situasi lain saya menjadi jahat dan tidak sedikitipun berbelas kasih Ketika melihat para tukang minta-minta di pinggir jalan saya menjadi kasihan apalagi jika keadaannya mengenaskan entah memiliki luka, entah pucat pasi, entah kurus kering dan lain sebagainya. 

Saya pernah dilarang oleh teman untuk memberi dengan alasan, itu mereka sedang membohongimu. Untuk saya bohong atau tidak itu perkara lain, jika ia berbohong dengan keadaannya sendiri biarlah ia nanti bertanggung jawab pada Tuhan. Saya tidak punya wewenang untuk mengadilinya. Persoalan saya adalah memberi. Prinsip saya adalah dengan memberi saya tidak menjadi miskin dan dia juga tidak menjadi kaya dengan menerima pemberian saya. 

Prinsip ini begitu ampuh dan sering saya katakan di setiap kesempatan jika mendapat moment yang pas. Ketika mengajari anak-anak untuk berbagi atau mengajari keluarga untuk berbelaskasih pada sesama, walaupun saya tahu mereka juga memiliki kekurangan. Sekali lagi jika mereka berbohong tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Biarlah itu menjadi urusan dia dengan Tuhan 

Oh tentang tukang minta minta saya juga bertemu dengan mereka di Roma, mereka biasanya berbicara dengan kita tapi dalam bahasa mereka. Saat itu saya tidak paham, tapi saya menunjukkan roti yang sedang saya pegang, maksudnya saya bertanya, kalau mau roti ya monggo. Untunglah dia mau. Kata beberapa kawan, kadang mereka hanya mau uang tak mau menerima yang lain. Ah sudahlah suka-sukanya kalian minta. Kalau saya punya ya saya kasih jika tidak ya saya tidak akan memaksakan diri untuk memberi 

Saya juga pernah lihat para peminta- peminta di lampu merah. Kebetulan di depan biara generalat kami ada perempatan yang besar. Di setiap sudut perempatan itu masing-masing ada seorang wanita dan seorang bapak. Mereka nampak tua dengan pakaian khusus penutup kepala bagi yang wanita. Mereka selalu menyapa kami, mungkin karena kenal dan mengetahui rumah kami di lampu merah itu. Kadang saya memberi tapi pernah diperingatkan agar tidak usah memberi bukan karena pelit tapi karena ada pengalaman lain bahwa para wanita tua itu suka mencuri. Jadi saat kita memberi mereka dengan keahliannya mengambil uang atau milik kita tanpa kita sadari. 

Ada juga pengemis yang duduk bersama anjing mereka. Di depan mereka tersedia mangkok untuk tempat uang. Sekilas melihat anjing mereka nampak sehat dan bersih. Mungkin mereka memelihara dengan baik. Ada nilai positifnya bahwa mereka tidah hanya ingat diri di saat tak punya, tetapi mereka juga berjuang untuk binatang piaraan mereka agar bisa hidup. 

Dalam beberapa kesempatan saya melihat kalo mangkok mereka selalu terisi banyak uang. Kata beberapa teman, kadang orang memberi karena ingat dengan binatang piaraan yang ikut duduk di sampingnya, biar anjingnya gak mati gitu, hehehhe… Baik banget ya orang-orang itu. Saya mau ah menolong orang yang membutuhkan sekalipun saya tak punya. 

Oh ya sambil menulis ini saya ingat pengalaman ketika bertugas di sebuah kota kecil di Flores. Rumah kami kecil dan sering kali didatangi oleh bapak dan ibu-ibu untuk meminta belaskasih kami. Sebetulnya hidup kami juga tak lebih lebih amat, tapi untuk makan ya ada, untuk pergi ya ada. Artinya penghasilan kami anggota rumah tidak besar untuk kami hidup, maka setiap kami harus mendapat bantuan dari biara pusat di Bandung. 

Karena itu kami mau mengajarkan kepada orang yang datang meminta minta pada kami untuk tidak asal datang, tapi mau berbuat sesuatu untuk kami. Kami tidak asal memberi karena kami tahu mereka orang sehat, badan kekar dll. Maka biasanya kami meminta mereka untuk bekerja di kebun, gembur tanah atau menyiangi rumput nah sesudah itu baru kami memberi upah. 

Artinya kami ingin menunjukan bahwa semua orang harus bekerja baru bisa mendapat upah. Atau ada seorang Nde (mama) yang suka datang membawa sayuran. Walaupun kami tidak membutuhkan tapi kami membelinya. Kata si Nde, sayuran itu dia petik dari kebun, okay baiklah, ia tidak mengemis saja tapi dia menjual hasil kebun. 

Yang seperti ini wajib kami bantu dan saya pribadi tidak merasa berat hati, wong dia bekerja kok, walau dengan jumlah uang yang sama kami bisa memilih sayuran segar yang jauh lebih banyak dan baik di pasar. Tetapi ada juga seorang bapak yang selalu datang tiap tiap kali, disuruh kerja dia bilang kalau badannya sakit. Sekali dua kali kami tak masalah tetapi karena amat sering maka kadang kami membiarkan dia duduk saja tanpa memberi. Wong badannya kekar dan sehat, mengapa tak mau kerja? Apakah karena malas? Saat itu semua tetangga kami mengatakan jangan dikasih terus menerus, nanti dia keenakan. Anaknya banyak mengapa tak bekerja saja? Bekerja apapun sejauh itu halal mestinya tak apa. Mungkin dasarnya si bapak tidak bisa bekerja keras. 

Kisah Yesus memberi makan 5000 orang memberi banyak pelajaran berharga. Banyak orang yan gmengikuti DIA karena ingin mendengar pengajaran sekaligus menyaksikan perbuatan-perbuatan besar yang ajaib, akhirnya membuat mereka kelaparan. Mereka tidak pulang tetapi mengikuti ke manapun Yesus pergi. Melihat hal itu timbulah belaskasihan yang besar dalam hatiNya. Mereka harus makan, kalau tidak mereka akan kepayahan dan tidak bisa mendengar apa yang IA ajarkan lagi. 

Tentu pada murid keberatan karena mereka tidak membawa makanan, kalaupun harus makan, harus membeli di kota terdekat dan hari sudah malam. Maka Yesus memahami kegelisahan mereka lalu bertanya barangkali ada yang punya makanan, sedikit tak apa. Untung ada Dengan 5 roti dan dua ikan, orang banyak itu dikelompokkan untuk duduk di rumput. 

Para murid sudah berdebar-debar, ini piye, roti hanya lima dan ikan dua, siapa yang makan dan siapa yang tidak. Para murid gelisah tapi mereka tidak menunjukkan hal itu. Mereka lebih memilih mengikuti apa yang Yesus perintahkan dan … taraaaaa semua orang makan sampai kenyang bahkan menyisakan setelah dikumpulkan jadi 12 bakul. Bukan main, ini adalah mukjizat penggandaan roti. Para murid tidak bingung lagi, mereka sudah mulai hafal akan perilaku Yesus yang memiliki belaskasihan yang tinggi. 

Sebagai pengikut Yesus, mau dong mengikuti belaskasih ini. Tidak perlu dengan memperbanyak roti, tapi mulailah yang kecil dan sederhana. Contoh menolong para suster di komunitas. Menyiapkan waktu luang dengan tulus hati untuk mereka, memasak di dapur, membereskan rumah, memperhatikan kebutuhan kecil-kecil di rumah, mengurus para suster jika sakit (berharap kami semua sehat ya), membeli obat, belanja keperluan bulanan, memperhatikan para guru, jangan lupa ya. Memang ada team tapi peru perhatian juga ke mereka. Terlibat dalam kerja, bertanya jika merasa belum paham dll 

Tuhan Yesus mari membantu kami agar dengan tulus dan terbuka menyiapkan hati untuk melayani orang lain. Beri kami kesehatan dan pengertian yang mendalam untuk orang lain. Seperti Engkau yang berbelas kasih kepada orang lain, maka berilah kami juga hati yang peka akan kebutuhan sesama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard