Probasi
Dalam hidup membiara di tarekat kami, Ordo
Santa Ursula ada satu masa pembinaan yang dinamakan probasi. Probasi adalah
suatu tahap di mana seorang suster dibebaskan dari segala tugas dan tanggung
jawabnya selama setahun untuk menggali dan menambah pengetahuan dan memperdalam
iman akan Tuhan. Probasi juga dimaksudkan untuk menyegarkan kembali cara hidup
yang telah dipilih dengan berbagai kegiatan positif.
Selama masa probasi ini seorang suster
dikumpulkan bersama teman angkatan atau bisa juga adik dan kakak angkatan atau
disesuaikan dengan beban kerja dan jenis pekerjaan yang bisa ditinggalkan dalam
waktu yang lama. Syarat seorang suster untuk masuk dalam masa probasi ini
adalah ia telah menjalani masa pengikraran kaul kurang lebih antara 10 – 14
tahun. Disinyalir dalam usia kaul selama kurun waktu ini, seseorang perlu
mendapat penyegaran kembali, karena bisa terjadi ada rasa jenuh dan rutinitas
dan bekerja yang sebenarnya tidak perlu. Oleh karena itu masa
probasi ini dianggap sangat perlu untuk membuat seseorang mengingat kembali
jalan panggilan yang sudah ia tapaki kurang lebih selama belasan tahun.
Untuk saya pribadi, masa ini amat saya
tunggu-tunggu, mengapa demikian, mungkin karena selama belasan tahun bekerja ,
selama belasan tahun berkarya di bidang kerasulan, rasanya saya perlu menimba
kembali semangat dan spirit baru. Selain itu karena alasan pribadi, saya ingin
sekali berkumpul bersama teman-teman seangkatan setelah sekian lama kami
berpisah, ada rasa rindu untuk berkumpul, rasa ingin sharing pengalaman hidup,
keinginan untuk mendengar kabar teman lain dan beberapa alasan kecil lainnya.
Maka begitu mendapat surat perutusan untuk probasi maka saya mulai menyiapkan
diri dengan baik, mulai dari persiapan administrasi sekolah (karena bakal saya
tinggalkan selama setahun), memeriksa kesehatan (ini syarat mutlak) serta
beberapa persiapan lainnya.
Setelah semua persiapan beres, maka sesuai
dengan SK pengangkatan maka kami diminta untuk mulai beberes dan berkumpul.
Waktu itu kami diminta untuk berkumpul di biara St Ursula Jln Pos 2 Jakarta.
Alasan tempat di Jakarta adalah karena pembimbing kami tinggal di Jakarta dan
beliau masih terikat dengan tugas penting lainnya.
Tiga Angkatan
Kami sekelompok berasal dari 3 angkatan
yang berbeda tapi masih urut-urutan di novisiat. Angkatan saya ada Ping yang
gadis asli Dayak saat itu bertugas di Bandung sebagai orang yang menemani
anak-anak TK dan Play Group St Angela.
Ada juga Erna teman seperjalanan panggilan
yang waktu itu ia bertugas sebagai guru di SMP Regina Pacis Solo dan saya
sendiri. Sedangkan MAgda teman angkatan yang lain, ia masuk dalam kelompok
probasi Internasional yang berbahasa Inggris. Maklum ia pinter dan menguasai
bahasa asing itu, sedang kami yang lain hanya bisa seadanya saja.
Lalu ada Avin teman angkatanku yang tidak
bisa ikut dalam masa ini karena alasan kesehatan. Di bawah ini saya akan
menceritakan temanku yang lain dan beda angkatan atau mereka adik kelas kami di
Novisiat.
Ada Gusta,, dia seorang teman yang suka
damai, kalau lagi berbicara suaranya pelan, ia juga seorang penggembira, ia
juga suka menolong. Kehadirannya mampu membawa aura positip bagi orang lain.
Ada juga Justanti, teman kami ini seorang
seniman. Dulu ia suka melukis, dan juga suka menari. Waktu itu beliau bertugas
sebagai seorang kepala SD di Sukabumi.
Selain itu ada Yayah, ia pinter kalau
megang kamera, tiap foto yang ia buat pasti bagus. ORangnya ramah dan lembut,
suka mendengarkan dan sering membantu orang lain yang membutuhkan.
Ada juga Atty, si Atty ini suka meniru
gerak orang berbicara atau berbuat sesuatu. KEhadirannya mampu membawa suasana
yang tadinya biasa-biasa saja menjadi gembira dan hangat. Saya suka sekali
menyuruhnya untuk berbuat sesuatu untuk membuat suasana gembira. Kadang saya
suka mengingatkan dia untuk sebuat cerita lucu dan memintanya untuk mengulang
kembali kisah itu. Soalnya beda dengan saya, saya orangnya mati gaya. Atty
waktu itu tugasnya mendamping gadis-gadis muda di Ende. Dia adalah seorang ibu
yang penuh perhatian, tapi kadang-kadang galak juga. Tapi saya paham jika
sesekali dia galak, soalnya jika menghadapi anak gadis yang tidak paham akan
kesopanan dst harus digalakin agar ia bisa kembali ke jalan yang benar. Atty
sangat menghayati kata-kata St Angela yang mengatakan “hendaklah kita mengenal
setiap anak yang datang kepada kita secara pribadi” Nah si Atty ini mengenal
dengan baik setiap anak di asrama juga keluarga mereka di kampung, keren
bukan?
Selain itu ada Betty, nah Betty
ini pinter nyanyi dan selalu hangat. Dia tidak pernah menunjukkan
kesedihan, ia suka membantu, selalu mendengarkan dan amat suka foto. Wah kalau
soal foto sih kami 11 – 12 artinya kami memiliki kecendrungan yang sama untuk
bergaya di depan camera.
Teman probasi lain yang beda angkatan
adalah Geno. Geno suka memasak, ia pinter menyanyi juga, tapi jangan salah,
walau pinter nyanyi tapi tidak bisa membaca not. Nah untuk ini saya suka sebel
karena setiap latihan nyanyi mereka (salah satunya Geno) selalu mau bernyanyi
dengan kata-kata. Kata dia, mereka akan lebih cepat menangkap lagu kalau
langsung pakai kata-kata, jangan pakai not. Gubrakkkk! Kalau sudah begitu
biasanya saya melotot dan memasang wajah tidak senang, hehehhe….
Ada juga Githa, ia seorang yang lurus
hati, berbicara apa adanya dan sopan kepada yang lebih besar. Ada cerita lucu
tentang Gita ini, ia pernah kena kolesterol maka untuk menurunkan kadar gula
dalam darah ia makan serba rebusan, kasihan juga sih melihatnya, tapi ia
memilih lebih baik tidak enak di mulut daripada menanggung penyakit. Gita
adalah seorang kawan yang baik dalam perjalanan panggilan kami., waktu itu ia
bertugas di pulau ujung timur Indonesia yakni Papua. Ia dipercayai mendampingi
anak-anak perempuan 9 suku di asrama Timika.
Salah seorang anggota kelompok kami yang
lain adalah yang paling tua dari kami semua, paling tua usia kaul maksudnya.
Namanya Cory, kami memanggilnya kak Cory. Ia seorang kakak yang baik dalam
group kami, ramah, halus dan lembut. Ia tidak suka bersuara keras. Kami yang
lain amat suka menggodanya dan ia tidak marah. Saking baiknya Kak Cory, kadang
kami malu kalau terlalu sering menggodannya. Beliau sekarang bertugas sebagai
guru di SMA St Angela Bandung.
Demikianlah dengan kelompok yang
anggotanya beraneka ragam angkatan dan bidang kerja, kami berkumpul bersama
untuk memulai masa yang berharga ini. Sedangkan untuk pembimbing probasi kami
didampingi oleh 3 orang suster senior kami yang sudah bertahun-tahun bergelut
di bidang pendampingan suster muda.
Ada Suster Madeleine, beliau berasalh dari
Jawa Barat, penuh keibuan, beliau mengenal kami satu persatu, dan mengerti
tingkah laku dan sikap kami. Suster Madeleine sudah bertahun-tahun bertugas
untukmendampingi para Suster probanis, telah bolak balik menghantar mereka untuk
tapak tilas sehingga rasanya beliau sangat hapal semua tempat yang akan kami
kunjungi. Beliau pinter dan dengan sorot mata yang tajam, beliau mampu memberi
motivasi dan nasihat-nasihat yang perlu untuk perjalanan panggilan kami.
Suster senior yang kedua adalah Sr Irma.
Sr Irma ini memang seorang pembimbing sejati, wong saya dan teman-teman semua
itu dulunya adalah anaknya Sr Irma di masa Postulat, jadi ketika kami berkumpul
lagi, rasanya kami kembali lagi ke zaman novisiat. Sr Irma perhatian dan tegas,
sehingga kami semua belajar banyak hal dari kepribadiannya.
Suster Pembimbing yang ketiga adalah Sr
Lidwine. Beliau ini pinter dan sangat suka memasak. Di sela-sela bimbingannya
beliau sering memasak dan tentu saja kami dengan senang hati menghabiskannya.
Ia juga seorang yang sangat mengerti dengan perkembangan zaman, sehingga ketika
dalam sesi-sesi bimbingan, beliau tidak segan mengatakan yang benar kepada
kami.
Pembukaan Probasi
Masa probasi dibuka dengan sebuah misa
agung dan dihadiri oleh para suster dari beberapa komunitas yang ada di
Jakarta. Semacam misa pembukaan dengan beberapa petuah dan nasihat penting,
salah satunya dari pemimpin biara se Indonesia yang kami sebut Provinsial.
Antara lain beliau mengatakan bahwa masa ini sangat penting untuk sebuah
pembaharuan hidup rohani kembali. Hidup yang selama ini dihayati kadang membawa
seseorang pada situasi rutinitas, oleh karena itu hidup perlu dicash kembali.
Seperti alat eletronik yang membutuhkan listirk agar ia bisa bersinar dengan
terang maka pada kesempatan probasi ini hidup kita diperbaharui dan diperkaya
kembali dengan bermacam-macam hal agar dengan demikian langkah kaki kita
semakin berpijak pada penghayatan iman akan Tuhan. Oleh karena itu diharapkan
agar para suster yang akan memasuki masa probasi ini dapat mempergunakan
kesempatan ini dengan baik dan benar, jangan sampai waktu yang telah disiapkan
oleh tarekat berjalan begitu saja, atau tenaga dan biaya yang telah disiapkan
untuk kegiatan ini habis tanpa ada bekas sama sekali. Misa kudus ini menjadi
tanda bahwa para suster yang telah diundang dengan surat keputusan resmi telah
sah menjadi probanis.
Hari-Hari Studi
Kegiatan selama masa ini diisi dengan hari
studi. Studi tentang banyak hal, mulai dari hidup komunitas, belajar tentang
kitab suci, tentang karya kerasulan, belajar lagi tentang doa dan segala pernak
perniknya, mendalami tentang kehidupan gereja, psikologi pada umumnya atau
psikolagi anak dan dewasa. Kami juga mengundang orang ahli di bidang krisis
midlife untuk mendampingi kami dalam proses belajar bagaimana memasuki krisis
tengah umur, atau juga tentang telaah kitab suci yang semuanya berguna bagi
kami, belajar tentang symbol dan tanda-tanda sederhana dalam hidup harian kami.
Kami tidak saja belajar di Jakarta, tapi
kami juga boyongan ke Jogya untuk berguru pada orang yang lebih ahli dan banyak
yang tinggal di Jogya. Karena kami tidak terikat dengan tanggung jawab tugas
tertentu maka tugas belajar ini menjadi enteng bagi kami. Kami hanya
dipersilahkan untuk mengurus diri sendiri, belajar sebanyak-banyaknya, membuat
laporan kronik harian, refleksi dan lain sebagainya. Karena itu kegiatan
menjadi lancar tanpa hambatan, kami senang dan dengan hati gembira
melaksanakannya. Karena tidak dibebani dengan tanggung jawab sebuah tugas
penting maka tidur kami menjadi lebih nyenyak dari biasanya (hehehehe….) karena
tidak ada tanggung jawab tugas, badan menjadi lebih berisi alias gemuk.
Guru atau dosen yang mendampingi kami
dalam belajar pun bukan orang sembarangan, mereka adalah benar ahli di
bidangnya sehingga ketika mereka mengajar, kami seolah-olah ikut berada dalam
situasi yang sebenarnya. Contoh ketika kami belajar tentang Sabda Bahagia, kami
seolah-olah dibawa pada zaman Yesus ketika Ia mengajarkan tentang Sabda
Bahagia, kami jadi semakin mengerti tentang tafsiran perikop Sabda Bahagia,
bahkan menjadi tahu lebih detil tentang sabda Yesus ini. Begitulah hari-hari
studi kami diisi dengan memasukkan sebanyak mungkin ilmu pengetahuan baru ke
dalam hati dan sanubari kami, bahkan tidak jarang kami diberi tugas untuk menjelaskan
suatu topik tertentu kepada teman dalam kelompok, karena itu waktu kami diisi
dengan kegiatan yang bermakna dan padat.
Pengendapan
Pengendapan ini artinya kami diberi sebuah
hari khusus untuk beristirahat dari kegiatan sepanjang minggu. Biasanya
pengendapan jatuh pada hari Sabtu, atau jika ada kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan pada hari Sabtu maka hari pengendapan bisa diganti dengan hari
lain. Hari pengendapan ini tidak ada kegiatan belajar mengajar atau dalam
istilah lain, kami libur. Namanya pengendapan ini maksudnya adalah kami
membatinkan kembali semua kegiatan yang sudah dijalankan selama seminggu penuh,
kami menyimpan dalam hati semua spirit yang kami peroleh selama enam
hari belajar. Biasanya hari pengendapan ini kami isi dengan doa dan sharing
bersama. Kesempatan ini selalu kami sambut dengan gembira, bukan karena
liburnya tapi kesempatan untuk mendengar sharing dari teman lain yang begitu
menggembirakan, tidak jarang sharing yang kami dengar meneguhkan kami, atau
juga secara tidak sengaja pengalaman teman lain memberi harapan baru bagi kami.
Selain diisi dengan sharing, hari pengendapan juga kami pakai untuk
rekreasi bersama, entah mengunjungi objek tertentu atau juga mengunjungi
komunitas para suster lain yang satu kota dengan kami.
Tentang mengunjungi objek wisata ini,
dalam kelompok kami sendiri sudah ada yang bertanggung jawab tentang ini. Jadi
dia akan bertugas untuk mencari rute perjalanan ke sana, jenis kendaraan yang
akan kami tumpangi, seberapa jauh jarak dari rumah kami dan lain-lain. Jarak
ini menjadi penting karena berhubungan dengan bekal yang harus kami bawa,
apakah kami akan bawa bekal makan siang atau tidak tergantung dari jarak dan
waktu yang akan kami tempuh dalam rekreasi kami nanti.
Teman kami yang bertugas ini sebelumnya
sudah presentasi kepada kami ttg rute perjalanan, objek wisata yang kami lihat,
jarak dari satu objek ke objek lainnya, apakah ada warung makan atau tidak dan
lain-lain. Dengan kata lain teman kami bertindak sebagai tour guide dalam arti
sederhana. Sepulang dari rekreasi kami biasanya juga kumpul kembali dan sharing
pengalaman kecil kami. Kadangkala kami juga mengisi hari pengendapan kami
dengan nyekar ke makam para suster kami. Kembang kami siapkan, doa-doa
sederhana kami buat lalu pergilah kami. Kunjungan ini kami rasa amat perlu
karena bagaimanapun berkat kerja keras para suster pendahulu yang sekarang
sudah berbahagia di surga, kami bisa menjadi seperti sekarang ini. Maka acara
nyekar makam menjadi prioritas dikala kami memiliki waktu senggang. Selain itu
kami mengisi hari pengendapan ini dengan menulis refleksi, bersih-bersih kamar,
cuci dan setrika baju.
Menurut saya hari pengendapan ini sangat
perlu, kami perlu mengendapkan semua yang kami terima supaya menjadi milik kami
di dalam hati dan diri kami, jika tidak diendapkan maka bisa terjadi apa yang
telah kami dapat bisa hilang begitu saja ditelan kesibukan yang lain.
Live In
Salah kegiatan penting dalam masa probasi
ini adalah live in. Secara harafiah arti live in adalah “tinggal di dalam” di
dalam mana? Biasanya tinggal di dalam ini kami maksudkan untuk proses bergaul
dengan masyarakat, tinggal bersama mereka, bekerja bersama dengan mereka. Tentu
saja live ini mempunyai tujuan khusus. Paling utama adalah kami ingin merakyat,
kami ingin merasakan bagaimana tinggal di desa bersama-sama dengan masyarakat
desa yang terpencil, bagaimana rasanya bekerja bersama mereka, makan dan
terlibat dalam urusan kerja rumah tangga dan lain-lain.
Selain itu tujuan lain yakni kami ingin
memperkenalkan kepada masyarakat luar cara hidup yang telah kami pilih ini.
Kami ingin masyarakat mengenal kami dan mengetahui lebih dalam tentang hidup
kami. Siapa tahu dengan mengenal lebih dalam, mereka bisa bercerita tentang
kami kepada pihak lain atau bahkan mungkin ada anak gadis mereka yang tertarik
dan ingin mengikuti jejak kami hidup membiara.
Maka saat pertama kami menghubungi tempat
live in dalam hal ini pastor paroki dengan surat resmi dan tujuan-tujuan yang
ingin kami peroleh serta syarat rumah yang akan menjadi tempat tinggal kami
selama beberapa hari. Kami ingin tinggal di rumah yang ada anak gadisnya.
Ternyata niat kami ini mendapat dukungan penuh dari Pastor paroki dan
masyarakat desa.
Jadilah kami tinggal di desa dengan
menikmati alam pedesaan yang masih bersih, sunyi dan hening, menikmati
keramahan penduduk desa, makan makanan desa yang masih murni bebas dari
pestisida, pergi ke ladang ambil rumput, ikut terlibat di pasar. Kalau malam
kami hadir dalam pertemuan pendalaman iman atau doa bersama umat, sangat
nikmat. Kalau sudah berkumpul bersama umat, biasanya mereka bertanya banyak
hal, mulai dari keluarga kami, pekerjaan kami sehari-hari, keinginan-keinginan
manusiawi pada umumnya apakah tidak mengkontaminasi kami dan lain sebagainya.
Biasanya kami bercerita dengan jujur sambil menyelipkan nilai-nilai injil
sederhana tentang kasih Tuhah yang begitu besar, sambil tak lupa sedikit
promosi kepada orangtua dan anak-anak muda yang hadir tentang pentingnya menjawab
panggilan Tuhan dewasa ini, bahwa tuaian banyak tapi pekerjanya sedikit. Kadang
pula kami mengisi hari live ini bertemu kaum muda paroki dan membuat beberapa
acara sederhana seperti rekoleksi, atau talk show atau sharing bersama.
Begitulah, kami menikmati pengalaman live
in bersama umat sambil tak henti-hentinya bersyukur atas karunia agung yang Ia
berikan kepada kami. Tak jarang ada jalinan batin yang erat antara kami dengan
penduduk desa, terlebih rumah yang kami tempati, kami masih sering berkontak,
bahkan beberapa teman saya masih menyempatkan diri untuk mampir ketika mereka
ada keperluan atau kegiatan lain di daerah sekitar tempat live ini. Yang paling
menyenangkan ketika kami harus pulang, kami dibekali dengan bermacam-macam
barang, mulai dari sayuran yang beraneka ragam yang ada di desa, ternak berupa
ayam atau bebek, buah-buahan sampai dengan makanan kering lainnya. Bahkan
mereka khusus memasak untuk kami bawa pulang. Sebetulnya ada perasaan haru dan
terselib rasa bersalah, karena ketika kami memberikan sedikit uang atau
oleh-oleh, mereka dengan tegas menolak, lalu ketika kami pulang mereka memberi
kami banyak barang. Dari segi kemampuan ekonomi, orang desa itu kan minus dalam
banyak hal, tetapi mereka tetap mau memberi. Begitulah, mereka memberi dari
kekurangan dan mereka percaya bahwa Tuhan akan memberi lebih banyak lagi.
Begitulah contoh iman yang hidup yang saya dan teman-teman pelajari langsung
dari penduduk sederhana di desa.
Retret Agung
Retret Agung adalah masa untuk menyepi
bersama sama Tuhan dalam keheningan selama 30 hari. Bayangkan 30 hari, ini
bukan waktu yang pendek. Selama 30 hari atau sebulan penuh bergulat dengan diri
sendiri dan Tuhan. Selama kurun waktu ini, kami diajak untuk masuk ke dalam
diri sendiri, dan dengan bantuan seorang pembimbing rohani, kami menemukan diri
sendiri yang sebenarnya, yang merasa kecil dan berharga di hadapan Tuhan.
Retret ini dibagi dalam beberapa tahap
atau bagian penting. Bagian pertama : Kami diajak untuk menyadari kemuliaan dan
kebaikan Tuhan. Selama kurang lebih 1o hari kami terlibat dalam penyadaran akan
kasih dan kemuliaan Tuhan. Semua bacaan suci yang kami pakai untuk merenungkan
kemuliaan Tuhan ini. Banyak peristiwa dan pengalaman hidup yang muncul begitu
saja di permukaan, pengalaman akan kasih dan kebaikan Tuhan, peristiwa yang
meneguhkan sekaligus menggugat jika bertolak belakang dengan kemuliaan Tuhan.
Biasanya dalam tahap ini, kami menemukan
banyak sekali hal yang membahagiakan plus masa-masa kejatuhan dalam iman karena
kami seolah-olah menoleh ke belakang untuk melihat lagi apakah selama hidup
saya, pengalaman kemuliaan Tuhan ini benar saya hayati ataukah hanya sekedar
hangat-hangat kuku dan nanti akan hilang begitu saja apabila ditimpa masalah
dan jika tenggelam dalam kesibukan?
Tugas pembimbing rohani adalah
mendengarkan dan wajib mengatakan yang benar dan salah, setiap hari ada waktu
untuk bertemu dengan pembimbing dan saat itulah kami merasa Tuhan hadir untuk
mendengarkan sekaligus mengkritik jika ada sesuatu yang keliru.
Setelah masa ini selesai, ada waktu yang
kami sebut intertisi, adalah satu hari libur dalam keheningan, libur dalam
keheningan ini maksudnya kami boleh bercakap-cakap dengan teman, kami juga
diberi kesempatan untuk rekreasi bersama, foto-foto menikmati keindahan ciptaan
Tuhan.
Selanjutnya kami masuk dalam fase
kelahiran Yesus Kristus, di tengah derita dan kemiskinan Ia lahir dan
kedatangannya membawa pengaruh amat besar bagi banyak orang, demikian juga
Yesus datang untuk saya, apa yang sudah saya lakukan selama hidup saya? Apa
makna kelahiran Yesus bagiku dan sesama? Demikianlah dalam upaya penyadaran
itu, kadang ada muncul rasa salah, rasa haru dan bahagia. Salah ketika tahu
bahwa kadang-kadang hidup saya tidak sesuai dengan jalanNya, bahagia dan haru
ketika tahu bahwa ternyata kehadiran saya mampu mmebawa kegembiraan dan harapan
bagi orang lain walau kadang tidak disadari. Tahap ini diakhiri juga dengan
intertisi, kali ini intertisi nya tidak seharian penuh, hanya sampai dengan
makan siang lalu masuk dalam keheningan lagi.
Fase atau tahap ketiga , kami diajak untuk
melihat kembali hidup dan karya Yesus selama di dunia. Kami diajak untuk
kembali melihat karya Yesus selama hidupNya, betapa Ia bekerja tanpa lelah
melayani umatNya, dan ketika saya melihat kerja saya selama ini apakah sudah
berkenan pada Allah? Kadang kerja yang saya lakukan atau teman-teman saya
lakukan hanya sekedar bertanggung jawab atas tugas yang dipercayakan, hal ini
menjadi Nampak ketika hasil yang kita harapkan tidak kunjung datang, maka mulai
ada rasa tidak bahagia, munculnya rasa uring-uringan, jika rasa ini tidak
diolah dengan baik, maka bisa terjadi bosan.
Bosan adalah suatu rasa yang menurut saya
sangat mengerikan. Ketika bosan datang bisa terjadi kita mengambil keputusan
asal saja, hilang semangat dan akhirnya menjadi acuh tak acuh. Maka pengenalan
akan karya Yesus dan seluruh kata-kata atau firmanNya tetap menjadi pedoman dan
karya kita sepanjang zaman.
Tahap keempat atau fase terakhir adalah
mencoba memahami karya kebangkitan Yesus. Bahwa IA bangkit untuk menebus dosa
semua umat manusia. Pengalaman mengalami kebangkitan ini diwarnai rasa gembira,
ada keyakinan kuat dalam diri bahwa Tuhan menghargai diri saya pribadi, IA tak
ingin saya jatuh terus menerus dalam kegelapan dosa. Karena rasa inilah makan
reaksi tiap orang berbeda, demikian juga kami.
Saya ingat subuh dini hari itu kami
kontemplasi tentang YEsus yang bangkit dari alam maut. Kami bersama beberapa
teman pergi mengunjungi makam Yesus. Kebetulan dalam area biara ada tempat yang
disediakan untuk makam para suster. Maka berangkatlah kami ke makam para
suster. Kebetulan di samping tempat makam ini ada rumah biara yang dipakai
untuk tempat menginap atau rekoleksi dan retret anak sekolah atau kaum awam
yang membutuhkan. Malam itu ada retret anak SMA dari Jakarta, dan kebetulan
lagi ketika kami berjalan ke makam, mereka rupanya sudah bangun dan beberapa
dari antara mereka sedang berdiri di jendela tepat kearah kubur. Jelas mereka
melihat kami berjalan, kami yang saat itu memakai sarung dan tutup kepala
terlihat sangat menakutkan, mana ada orang berjalan di tengah makan pada jam
segitu? Anak-anak ini kaget dan kami lebih kaget lagi, tetapi kami bisa
menguasai diri sedangkan anak-anak itu dengan suara keras menutup jendela dan
terdengar suara gedebak gedebuk seperti orang yang berlari dan menjatuhkan diri
ke tempat tidur. Saya sendiri tak bisa menahan senyum dan ingin ketawa tapi ada
rasa nggak enak dengan teman yang lain, eh ternyata mereka juga lagi menyimpan
senyum, maka di subuh gelap itu kami berlima tertawa cekikikan dan sambil
berbisik-bisik kami meneruskan doa kami.
Pengalaman mengalami kebangkitan mewarnai
hidup kami selanjutnya, kami merasa diteguhkan bahwa apapun situasi hidup dan
diri kami, Tuhan tak tinggal diam. IA akan berusaha agar kita kembali menjadi
baik dan hidup dalam pangkuan ilahi.
Napak Tilas
Tahap selanjutnya dalam masa probasi
adalah tapak tilas mengunjungi tempat penting dalam sejarah ordo kami. Tempat
penting yang dimaksud adalah sejarah dan hidup St Angela pendiri Ordo, mulai
dari kampung halaman, keluarga besar, tempat-tempat penting di mana St Angela
hidup dan memperoleh rahmat untuk mendirikan tarekat sampai dengan sejarah
penting lainnya di mana St Angela berinteraksi dengan orang lain di masa
perziarahan hidupnya.
Menurut kami ketika st Angela berziarah
mencari Tuhan, ia juga bertemu dengan banyak orang yang turut membantunya dalam
perkembangan Ordo kami selanjutnya. Dalam bahasa sederhana, kegiatan napak
nilas ini adalah rekreasi rohani, dimana setelah kami belajar, kami tidak saja
memperdalam wawasan kami tapi serentak kami harus melihat dan merasakan dengan
panca indra kami semua hal yang telah kami pelajari itu.
Maka pergilah kami menuju ke Eropa, dengan
jadwal yang padat serta diselingi kunjungan tak resmi dan kegiatan sharing
bersama, kami berusaha untuk mendalami lebih lanjut perziarahan St Angela dan
perziarahan kami sendiri sebagai salah satu pelengkap hidup panggilan kami.
Tempat tinggal St Angela di Italia Utara menjadi tujuan utama perjalanan kami,
selain tinggal di generalat sebagai rumah induk biara kami seluruh dunia.
Kota-kota besar di Italia seperti Milan,
Venesia, juga menjadi tujuan ziarah kami karena di tempat-tempat ini ada jejak
St Angela yang sangat berarti untuk kami. Kami perlu datang dan mengalami tempat
ini sebagai bagian dari pengenalan secara mendalam pendiri Ordo kami.
Tempat lain yang sangat penting adalah
Dezensano, Brecia, Varalo, adalah kota-kota kecil di mana St Angela lahir,
hidup pada masa kecil bersama keluarga dan situasi di mana St Angela dipanggil
Tuhan untuk mulai berkarya. Tempat lain yang kami kunjungi adalah Perancis
dengan beberapa kota yang ada di dalamnya seperti Paris, Lourdes, Tours dan
beberapa kota kecil lainnya yang juga ada jejak St Angela bertemu Tuhan.
Selain itu kami juga mengunjungi
tempat-tempat suci di mana St Angela pernah berziarah dan mendapat bantuan doa
dari orang-orang suci seperti St Fransiskus dari Asisi, St Katarina dari Siena,
St Ignatius dari Loyola, St Petrus dan Paulus dan beberapa tempat suci lainnya.
Sedangkan di kota Roma sendiri kami berusaha untuk mengenal dengan jelas semua
duomo (Tempat suci) dan gereja besar seperti Vatikan, Basilika St Paulus dan
beberapa basilika lainnya. PAda kesempatan lain saya akan bercerita tentang
tempat-temat ini secara lebih terperinci.
Masa probasi ini kami akhiri dengan sebuah
refleksi panjang tentang kebaikan-kebaikan yang telah kami alami, kegembiraan
dan harapan yang telah kami bagikan kepada teman dan orang di sekitar kami
serta harapan-harapan kami untuk memulai lagi hidup baru dengan cara pandang
yang lebih khusus tentang hidup panggilan ini. Terima kasih berlimpah untuk
semua pihak secara khusus untuk para pemimpin kami, komunitas-komunitas kami
yang telah memberi ijin kepada kami untuk meninggalkan rutinitas sejenak, serta
untuk semua para suster se Ordo yang memberi dukungan dan doa yang maha luas
untuk kami. Saatnya sekarang kami berpijak pada kenyataan dengan cara pandang
yang baru.
Komentar