Ini Juga Bagian dari Pelayanan


Orang- orang berpikir saya mengenal banyak umat di lingkungan, memahami dengan baik setiap tipikal umat yang selalu bersama saya setiap perayaan  misa. Kesimpulan orang-orang ini berawal dari keberadaanku yang selalu mendampingi umat saban minggu di gereja. Setiap minggu saya  selalu dengan umat lingkungan yang berbeda, sesuai penugasan yang saya terima dari seksi liturgi gereja.

 Ada kelompok umat yang pintar menyanyi, yang mengharuskan saya untuk ikut latihan full, tapi ada kelompok yang hanya memberi saya teks lagu sehari sebelumnya via foto di wa, bahkan tidak jarang ada yang memberi nomor dan teks lagu di saat-saat terakhir misa mulai, bahkan lebih parah lagi, saya yang uber-uber nomor lagu itu. Ada kelompok yang pandai membaca nilai nada, pinter menyanyi dengan suara bagus tapi sekian sering saya jumpai kelompok yang bisa menyanyi tapi belum memahami teknik menyanyi dengan benar. Ini belum termasuk dirigen loh, sering saya bertemu dirigen yang dengan percaya diri menghampiri saya sambil berkata dengan suara mantap, tolong ya nanti Suster  perhatikan dan lihat dirigen, dan dengan taat saya menganggukkan kepala, tetapi ketika saatnya si bapak atau ibu dirigen beraksi, aduhh, hati saya hancur lebur tak terkira, mengapa demikian karena gerakan tangannya sama sekali tidak sesuai dengan birama lagu, belum lagi raut wajah mereka yang kadang membuat saya tergelak sendiri, batin saya berucap, “ kok bisa ya ada orang yang bernyanyi tapi tangan tidak sesuai birama. Ada lagi kelompok koor yang sudah diberi nada, tapi bernyanyi ketinggian atau kerendahan, tapi untung saya bisa mengikutinya.

 Penyanyi mazmur punya cerita lain lagi, saya pernah bertemu pemazmur yang sebelumnya sudah tes nada tetapi ketika pas menyanyi di mimbar baca, ia mengambil nada sendiri tanpa peduli pada nada yang sudah saya bunyikan, tapi untunglah saya bisa mengikutinya, ada lagi pemazmur yang begitu percaya diri berdiri di mimbar dan bernyanyi dengan bagus sekali dengan suara yang memukau dan pengucapan jelas sampai membuat saya terperangah dan salah memencet tuts (nah kalau yang seperti ini kesalahan ada pada organis), ada lagi pemazmur yang dengan sigap benryanyi tapi mengambil nada dasar dan jalan senidir jauh melewati nada yang saya bunyikan, hehehe....

 Pemimpin misa atau romo punya kisah lain lagi, ada romo yang pinter nyanyi, tapi ada juga yang kurang pinter ambi nada dasar, tapi untung saya bisa menemukan tinggi suaranya, ada lagi romo yang kalau kotbah suka bernyanyi, kadangkala kalau lagunya saya tahu maka saya bisa mengiringinya, tapi ketika saya belum pernah mendengar maka saya akan diam saja dan beliau dari atas mimbar akan menegur saya, mana musiknya suster? Kalau sudah begitu maka saya akan menjawab dengan malu-malu, saya tidak bisa romo. Yang penting untuk mereka semua termasuk saya para pelayan liturgi adalah adalah hadir melayani di gereja. Persoalan kualitas suara adalah nomor dua atau kesekian. 

 Saya pribadi tidak terlalu mempersoalkan hal itu, karena sudah sering mengiringi koor maka sekali lihat saya bisa langsung tahu kualitas suara orang,  baik itu suara laki-laki maupun suara perempuan. Semakin lama saya semakin terlatih untuk mengiringi koor, saya semakin pandai berimprovisasi dan semakin mengenal karakter suara orang lain.

Beberapa kali saya misa hari minggu dua kali, bahkan pernah tiga kali Kenapa? Tentu saja karena ada tugas yang mesti dijalani. Tugas yang harus dengan penuh tanggung jawab saya emban Beberapa kali saya melayani bersama anak asrama dan para calon suster,  koor mereka bagus, yang mazmur suaranya  keren dan lantang, beberapa keseleo di bagian solis tapi tak masalah. Dirigen mantap tapi ya agak pendek tangannya. Saya senang ketika melayani koor anak-anak asrama, mereka bernyanyi dengan bagus dan itu karena berasal dari kedalaman hati yg tulus. Ketulusan mereka pasti menular pada saya maka dengan penuh semangat kuiringi nyanyian mereka dengan segenap hati. Mengemban tugas gereja sudah menjadi komitmenku sejak awal. Tuhan sudah menberiku talenta maka harus saya kembangkan, saya harus mengunakannya untuk kemuliaan nama Tuhan.

 Bertugas di gereja dengan beraneka ragam orang membuatku semakin pandai dan bisa menangkap situasi darurat. Duluuu sekali waktu masih bertugas di Ende saya suka dengan kegiatan gereja ini. Saya dengan rela hati ke gereja untuk latihan bersama umat, saya dengan tabah menunggu umat yang datang untuk latihan. Saya tidak pernah berpikir bahwa waktuku yang habis terbuang karena menunggu mereka. Sama sekali tidak. Selesai latihan bisa jam 10 atau jam 9 malam dan semua itu kujalani dengan tabah. Saya akhirnya mengenal banyak orang, saya tahu banyak lagu saya mengerti dengan baik irama musik gereja dan terlebih diatasnya saya bisa memuji Tuhan, maka tugas ini saya terima dengan senang hati, saya ingin nama Tuhan semakin dimuliakan dengan perbuatan saya yang sederhana ini.

 Ada beberapa pengalaman kecil yang indah, biara kami dekat dengan gereja, peraturan gereja waktu itu adalah jika ada umat yang meninggal maka upacara misa penguburan harus dilakukan di gereja, maka sekian sering saya hadir untuk ikut menguburkan orang mati, beberapa kali pula saya menyaksikan umat bernyanyi tanpa iringan musik, maka dengan sepenuh hati akan membantu mengiringi misa pemakaman, walau orang mati dan keluarganya saat itu tidak saya kenal. Kadangkala koster gereja yang sudah mengenal saya dengan baik, sering kali ke biara untuk memanggil saya karena akan ada misa penguburan tapi tidak ada koor atau organis, dan biasanya saya dengan tulus hati melayaninya. 

Masih tentang cerita tentang umat di Ende, kadangkala kami suka mendapat tepukan meriah dari umat setelah kami selesai membawakan lagu post komunio. Saat-saat awal saya bangga tapi lama kelamaan saya berpikir sebetulnya ini adalah dosa meninggikan diri, jadi kadangkala tepukan meriah dari umat saya terima dengan gembira tetapi saya kubur dalam-dalam kegembiraan itu di hati, saya tidak ingin menampakkannya keluar karena saya takut akan berakibat dosa yakni meninggikan diri.

 Selesai misa biasanya Romo mengucapkan terima kasih dengan tulus dari atas altar, semua petugas ia sebutkan, termasuk dirigen dan organis, lalu para anggota koor mendapat tepukan dari umat. Saya sering kali terharu kalau melihat  umat bergembira karena mendapat ucapan terima kasih dari Romo. Menurut saya, ucapan terima kasih adalah pekerjaan kecil dan sederhana tapi mempunyai dampak yang besar. Sampai dengan sekarang setiap kali mendapat pujian, saya dengan rendah hati mengucapkan terima kasih dan tidak sekalipun menunjukkan bahwa saya bangga karena itu.

 Kelemahan saya adalah saya sama sekali tidak terikat dengan umat lingkungan yang saya layani. Tugas saya adalah mendampingi mereka mengiringi koor. Selesai dari itu hanya ada ucapan terima kasih dan sesekali kami berbicara sepatah dua kata, tidak lebih dari itu. Saya tidak terlibat secara emosional dengam mereka. Ketika datang ke tempat koor , mereka telah menyiapkan nomor lagu, orgen telah dibuka demikian juga buku misa sudah tertata dengan baik. Begitu saya datang, ngotak atik orgen dan misa mulai. Selesai itu ya selesai.

 Sebenernya kalau dipikir-pikir sayang ya, mestinya saya menjalin relasi dengan lebih mesra , ada percakapan-percakapan tertentu, ada ikatan emosional dengan berkunjung ke lingkungan dan sebagainya. Kalau saya ditanya, tadi yang bertugas kelompok dari mana? Sekian sering saya tidak bisa menjawab dengan pasti, saya hanya bisa menyebutkan anggota paduan sauara yang mungkin saya kenal lalu teman lain yang mengatakan oh, orang itu berarti dari lingkungan si anu, dan lain sebagainya. 

Saya pernah punya niat untuk lebih akrap dengan umat lingkungan yang saya layani tapi sampai sekarang belum terlaksana, mungkin saya perlu waktu untuk mengenal mereka lebih dalam, sesekali baik kalau mengunjungi umat di lingkungan, Apakah karena persoalan waktu? Barangkali bisa benar atau juga karena saya belum terlalu paham letak geografis tempat tinggal umat secara tepat.
Semoga kerja kami yang sederhana ini berkenan pada Tuhan dan membawa semakin banyak orang dekat dengan Sang Pencipta.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard