Akhirnya Virus Itu Menyentuh Kami

Hampir setahun virus covid 19 ini bertahan dan menebar ke seluruh pelosok. Sejak diumumkan pertama kali oleh Presiden Indonesia bahwa telah ada dua kasus di Indonesia dan sekarang sudah menyebar sedemikian pesatnya. Tak ada tempat yang tak lagi terjangkau, tak terhitung berapa orang yang menjadi korban, kasus setiap hari melonjak. Tak terhitung berapa banyak korban yang harus meregang nyawa karena virus berbahaya ini. Sekian banyak orang harus kehilangan orang yang dikasihi karena renggutan pandemi. 

Banyak orang bersedih dan tidak tahu harus melakukan apa. Kapan dia pergi? Itu menjadi pertanyaan hampir semua orang di dunia ini. Hampir pasti banyak yang sudah merasa bosan dengan kondisi ini yakni situasi di mana sekolah harus dilakukan dari jarak jauh, kerja kantor dilakukan dari rumah, guru tidak lagi bertemu anaknya di kelas, tak ada interaksi langsung. 

Semuanya secara virtual dan online. Guru menatap anaknya lewat media laptop, guru memberi tugas dan materi belajar lewat computer dan anak menjawab pertanyaan guru dengan menulis di keyboard. Motorik halus dan motorik kasar anak tak terasah, pendidikan karakter di sekolah hancur. Walau demikian banyak sekolah, guru dan dukungan banyak pihak berusaha untuk menciptakan hal-hal kreatif agar anak tetap berinovasi di rumah, agar kedisiplinan anak terjaga, agar ia tetap tekun belajar dan mengeksplor banyak materi pelajaran yang ia terima dari guru. 

Inilah situasi nyata, apalagi ditambah dengan bertambahnya kasus tiap hari yang sangat menakutkan. Pernah terjadi sehari sebanyak 1 juta orang bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini tidak main-main. Pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan daerah bahkan hingga ke tingkat paling kecil yakni RT dan RW berjuang dengan keras untuk melindungi rakyatnya, mulai dari memberi penyuluhan sana sini yang bersifat edukatif, memberi himbauan protokol kesehatan tanpa henti, memberi resep-resep jitu agar orang terhindar dari serbuan virus ini bahkan mengusahakan skrining gratis untuk semua wilayah dan sekolah, bahkan pernah membagikan makanan sehat dan bergizi untuk seluruh warga kelurahan, pemerintah menyiapkan tempat karantina dan lain sebagainya. 

Usaha keras pemerintah ini sedikit banyak mengurangi rasa takut dan kesedihan. Bagaimana dengan usaha pribadi setiap orang? Banyak orang berusaha agar tidak tertular. Mereka mengusahakan dengan makanan sehat, menjauhi kerumuman, berolahraga teratur, memakai masker di manapun mereka berada. 

Ada juga yang dengan senang hati menanggapi usaha pemerintah dengan tidak bepergian keluar kota, tidak keluar rumah jika tidak penting sama sekali. Tetapi ada juga dari sekian banyak orang yang pergi ke mana-mana, bahkan pergi berlibur di luar kota, jalan-jalan terus sambil melaporkan keadaan situasi kota. 

Orang seperti ini kadang diperlukan tetapi sebetulnya tak usah melakukan itu karena sudah ada petugas yang melakukan itu semua . Tugas kita cukup tinggal di rumah, mematuhi aturan kesehatan, keluar rumah untuk bekerja atau berbelanja dan selebihnya duduk manis di rumah. Apalagi sekarang banyak kantor dan sekolah baik pemerintah dan swasta lebih memilih bekerja dari rumah. 

Tak terkecuali kami di biara, kami berjuang dengan keras untuk tetap hidup sehat, kami berusaha tabah untuk mematuhi aturan pemerintah semata-mata demi kesehatan kami sendiri dan semua orang yang Tuhan percayakan dalam pelayanan kami. Kami taat pada anjuran pemerintah supaya anak belajar dari rumah, guru bekerja dari rumah. Kami melakukan semacam piket guru dan karyawan untuk menghindari kerumuman di sekolah. Walau sistem piket tetapi kerja guru dapat terpantau demikian juga hasil belajar anak dari rumah bisa dilihat dalam pembelajaran I learning. 

Hampir setahun kami tenang dan meneruskan hidup dengan sukcita walau kadang ada rasa takut, cemas, deg-deg an, kuatir dan sejenisnya. Tapi semua itu dapat ditepis dengan semakin meningkatkan relasi dengan Tuhan. Setiap hari kami berdoa, melakukan meditasi dan adorasi, kami berseru dengan penuh harapan agar Tuhan memutus rantai virus berbahaya ini. Tak hentinya kami semua, anak didik, guru, karyawan, anak asrama beramia-ramai berteriak kepada Tuhan agar Ia menjaga kami. Tuhan memang menjaga kami. Ia memberi kami kebebasan untuk berkehendak, ia memberi kami otak untuk berpikir dan melakukan yang terbaik, Ia memberi kami hati untuk mempertimbangkan mana hal yang bisa dilakukan dan mana yang tidak serta masih banyak lagi kebaikan Tuhan yang tidak tampak. 

Apakah dengan itu kami semua sudah terlindungi? Memang kami berdoa dan berusaha tapi semua yang terjadi pada kami di luar kemampuan kami, di luar kuasa kami. 
Tiba-tiba salah seorang dari kami mengeluh sakit panas, tenggorokan sakit dan sesak napas. Gejala ini mirip sakit flu biasa, sehingga kami menganggap ia kecapean dan butuh istirahat. Sontak teman ini langsung kami isolasikan dan bebas dari jangkauan banyak orang. Kami menghubungi dokter dan sesuai dengan petunjuk dokter, kami menunggu hari ketiga untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit. Setelah itu ia diberi obat dengan catatan, harus karantina mandiri dan menjauh dari orang lain. 
Dokter berpesan jika dengan minumobat gejala sakit tak kunjung sembuh maka harus diambil langkah selanjutnya. 
Beliau juga mengingatkan kami bahwa sekarang ini banyak orang yang tidak terjangkit flu karena hampir semua memakai masker. Kata-kata dokter ini menambah rasa takut kami tapi tidak kami tunjukkan. Dokter berpesan kembali ke urmah sakit untuk test rapid antigen guna memastikan. 

Maka sesudah hari ke 5 teman kami ini diantar ke dokter lagi untuk diperiksa dan hasilnya membuat kami semua terhenyak karena hasil test jelas menujukkan kawan kami ini terpapar virus. Suasana langsung mencekam, horor, kami semua berusaha bersikap tenang dan memikirkan cara yang harus diambil saat ini. 

Pertama kami menghubungi pimpinan pusat untuk memberi info dan barangkali ada saran penting dari beliau yang patut kami ikuti. Beliau menyarankan kami semua yang di rumah, plus anak asrama, semua karyawan yang setiap hari bersama kami harus dites. Kami segera mengontak dokter dan ia dengan segera memerintahkan kami untuk dites keesokan harinya. Karena jika dihitung-hitung dari timbulnya gejala, sudah ada rentang waktu 7 hari untuk melihat apakah ada gejala yang timbul diantara kami. Rumah sakit kami kontak apakah bisa melakukan skrining test di tempat kami mengingat kami ada banyak orang kira-kira 60 orang. 

Singkat cerita rumah sakit bersedia untuk datang ke tempat kami. Maka sejak malam mendapat kabar itu kami semua semakin keras berdoa, kami langsung lockdown diri dan komplek kami. Beberapa kawan yang kamarnya selantai dengan teman kami yang sakit ini langsung bergerak pindah kamar. Pokoknya situasi malam itu tak dapat digambarkan dengan jelas. 
Tentu kami semua takut itu sudah pasti. Kami semua pasti cemas, lemas, putus asa karena berbagai keadaan yang bakal terjadi. Bukan tidak mungkin hasil test positif akan bertambah banyak, kalau demikian apa yang harus kami lakukan? 

Kami sungguh sungguh bingung. Tetapi di tengah kebingungan itu kami masih tetap berdoa, kami menyerah kepada DIA, bahwa kami ini sudah berusaha, kami telah berjuang untuk taat pada protokol kesehatan, kami sudah menjaga diri kami masing-masing plus menjaga sesama yang paling dekat dengan kami, tetapi mengapa hal ini bisa terjadi. 
Maka yang ada adalah kami bersikap pasrah, kami menyerahkan semuanya pada kehendak Dia di atas sama. Malam itu kami semua tidur dengan batin terganggu. Ada yang merasa sekujur badan panas dingin, ada yang merasa mau batuk, demam dan lain-lain. Kami paham bahwa itu semua karena reaksi batin yang panik. 

Keesokan harinya kami semua berjumlah 60 orang telah berkumpul dengan menjaga jarak di lapangan basket. Beberapa kursi disiapkan untuk kaum lansia, anak dan remaja serta orang muda yang lain berdiri berjauhan. Melihat petugas yang datang dengan pakaian astronot, hati saya mencelat dan tak usah ditanya bagaimana keadaan jantung saya. Rupanya setelah ini saya harus segera memeriksakan jantung saya ini ke dokter, karena tak henti ia bertalu-talu, wah saya bisa serangan jantung ni,” heheheh 

Petugas dengan kalem menyiapkan peralatannya dan memanggil kami satu persatu maju. Test ini tidak memakan waktu lama. Petugas memasukkan semacam alat usap seperti cotton bad yang mungkin sudah dikasih cairan tertentu. Kami diminta untuk menurunkan masker hanya sampai di hidung dan agak mendongakkan kepala. Petugas memasukkan alat itu ke hidung dan didorong masuk sampai ke dekat tenggorokan. 

Rasanya aduhh, jangan ditanya. Air mata sampai mengalir dan rasanya mau bersin seketika. Tidak pakai lama selesai. Alat itu diberikan kepada petugas lainnya di masukkan dalam box pipih kecil semacam test pact, alat pemeriksaan kehamilan. Semua kami bergiliran dengan sopan dan teratur maju ke depan petugas untuk dites dan langsung meninggalkan tempat itu setelah selesai untuk menghindari kerumuman. 
Saya segera pergi menjauh untuk mengerjakan hal lain, bukan karena saya sibuk tetapi saya ingin mengalihkan rasa di hati ini. Saya tidak mau tenggelam dalam rasa takut yang bakal membuat imun tubuh saya menurun. Tak berapa lama saya dipanggil menemani pemimpin untuk mendapat hasil. Memang test tiap orang hanya berlangsung sekitar 15 – 20 menit. Karena kami banyak orang hasil bisa langsung di dapat saat itu juga. 

Beda jika test dilakukan di rumah sakit. Kalau di rumah sakit, orang datang dari berbagai tempat maka petugas membutuhkan waktu untuk memeriksa dan memilah. Syukur pada Tuhan setelah tak lama menunggu kami mendapat hasil bahwa semua kami yang dites negatif. 

Puji Tuhan, kasihMu sungguh baik. Tak ada korban bertambah, itu artinya kami hanya perlu konsentrasi mengurus satu teman kami. Surat yang megesahkan tentang hasil test negatif akan diberikan kemudian setelah mendapat legalisasi dari pihak terkait di rumah sakit. 

Walau hasil negatif, dokter memberi catatan penting untuk kami, bahwa jangan terlalu merasa selamat karena masih akan dilihat dalam 2 – 10 hari ke depan. Jika yang bersangkutan merasa baik dan tidak ada gejala maka selamat. Tetapi jika dalam kurun waktu tersebut timbul gejala maka wajib menyampaikan ke dokter untuk segera ditindaklanjuti. 

Virus itu akhirnya meyentuh kami walau kami tak kurang-kurang berjuang, walau kami telah menjaga setiap diri dan lingkungan kami agar bersih. Benar yang dikatakan para dokter dan orang medis bahwa kita ini sekarang sedang berperang dengan musuh yang tak tampak. Kita tidak tahu di mana musuh ini berada, bisa di baju kami, di badan kami, di tangan sesama kami, di makanan mentah, di meja, kamar dan lain sebagainya. Karena ini musuh tak tampak maka kita harus menjaga diri kita msaing-masing, jangan terlena. 

Virus bisa masuk di manapun tanpa terkecuali. Jika selama ini kami merasa aman, bersih dan steril, ternyata tidak. Seorang karyawan kami dibagian dapur juga terkonfirmasi positif, sehingga dengan ada dua kasus ini maka kami harus lockdown. Syukurlah bahwa keduanya dalam keadaan baik baik saja sekarang. Tidak ada keluhan yang berarti. Terima kasih Tuhan. Tuhan tengah menguji ketahanan mental dan hati kami 

Apakah ditengah cobaan ini kami tetap survival dan tangguh atau kami menjadi cepat putus asa dan merasa tak berdaya? Untuk saya, selama saya masih punya Tuhan dan sesama yang penuh perhatian, saya tak akan goyah. Yang bisa saya lakukan adalah berbalik memperhatikan sesama yang berada paling dekat denganku, memberi kekuatan dan saling menjaga hati agar kami semua tabah dan berani menghadapi bencana ini. Tuhan baik, 

IA sungguh baik dan pasti tak akan meninggalkan kami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard