Menginap Di Villa

Komunitas kami mempunyai sebuah karya kerasulan mengunjungi keluarga-keluarga Kristiani atau pun yang bukan sambil ngobrol. Banyak hal ynag dibicarakan, tentang anak, keluarga, kebun, pekerjaan, relasi dalam keluarga, kesehatan, makanan dan banyak hal lain baik yang berat maupun yang remeh temeh. 

Tempat kerasulan ini di sebuah desa kecil di kabupaten Ponorogo. Desa ini letaknya agak di gunung sehingga udara masih sejuk lebih ke dingin dan bersih. Air mengalir jernih dan masih banyak hutannya. Kami menyebut tempat di mana kami merasul itu dengan nama puncak villa. 

Namanya desa Klepu, terletak di ketinggian sehingga memiliki udara yang sejuk dan adem. Kunjungan ini membawa kegembiraan bagi kami maupun orang yang kami kunjungi. Keluarga yang kami temui rata-rata orang sederhana dan hidup di desa yang penuh aura kekeluargaan. Biasanya ketika melihat kami berjalan di lorong kampung atau di pematang sawah, mereka akan memanggil dengan penuh harapan dan meminta kami untuk mampir. 

Menuju ke desa ini kami akan diantar naik mobil kira-kira sejam lebih. Dari jalan negara, akan masuk dalam hutan jati dan sebelumnya melewati perkebunan pohon kayu putih. Kadang ketika melewati kebun kayu putih, nampak para pekerja sedang bekerja memotong daun kayu putih atau sedang mengisi truk atau lain lagi kami melihat mereka sedang membersihkan pohon penghasil minyak segar yang banyak itu. Setelah itu kami masuk dalam hutan jati yang teduh dan bersih serta banyak tanaman lain sebagai tanaman tumpang. 

Sampai di desa yang bersangkutan, kami akan berjalan mendaki dikit dari tempat mobil berhenti. Mendakinya agak terjal dan sambil membawa tas dan barang bawaan kami, cukup menggah menggeh. 

Di situ kami diberi sebuah rumah oleh romo paroki untuk tinggal. Rumah dengan 3 kamar tidur, ruang duduk, dapur dan kamar mandi luas. Rumah ini sebetulnya bisa dipakai oleh siapa saja dengan syarat setelah itu ditinggalkan dalam keadaan bersih dan mempunyai kunci serep beberapa. Oh ya ada satu kamar khusus semacam kapel dan ada tabernakelnya. 

Ketika tiba di rumah, kami istirahat sebentar lalu mulai membersihkan rumah. Ada yang bersih bersih kamar, kuras kamar mandi, bersih dapur dan masak. Mas supir biasanya dia membersih bagian luar di halaman atau membantu kami ngepel. Lumayan juga membersihkan rumah, menghabiskan banyak waktu, tapi tak apa. Kami anggap itu sebagai sebuah hal yang biasa karena kami mau tinggal dengan nyaman di rumah itu walau hanya semalam. Lantai bersih, kamar dan kasur dipasang seprei dan makanan siap dimakan, ah nikmatnya. 

Biasanya kami membawa lauk matang dari rumah seperti ikan asin yang sudah diolah, atau lauk lain yang bisa dibawa bepergian jauh. Kami juga membawa sayur, beberapa jenis bumbu paling bawang putih dan brambang merah. Kadang juga kami membeli beberapa bahan makanan di pasar di mulut desa. 

Sekitar dua kali dalam sebulan kami berkunjung ke desa itu dan diatur secara bergantian. Suatu ketika saya bersama teman saya Fila. Kami menyiapkan diri untuk berangkat. Tanpa bicara kami masing masing menyiapkan sayuran, lauk, mie, telur, minyak goreng dan beras. Perjalanan ke sana kami tempuh dengan gembira sambil bernyanyi-nyanyi di mobil. 

Tiba di rumah villa, kami mengeluarkan barang bawaan kami, ternyata sama saudara. Kami berdua membawa sayur, mie, ikan asing yang sama, hehhee.. Rupanya selera kami sama dan tanpa kata kami memikirkan kebutuhan orang lain. Kesadaran ini membawa kegembiraan untuk kami berdua. Langsung kami berbagi peran membersihkan rumah. 

Saya kebagian memberishkan kamar, nyapu ngepel, pasang seprei dan Fila kebagian di dapur masak. Secara dia memang pinter masak. Bersih kamar dan lantai beres, saya melanjutkan kuras kamar mandi, ah semua badan basah karena saya harus masuk bak mandi agak dalam untuk ngosek dasar bak. Saya sudah kayak tikus habis nyebur got. Mas supir kami tertawa terbahak bahak melihat pemandangan tikur nyebur got ini. 

Makan siang dalam keadaan lapar sangat nikmat, walau lauk seadanya. Dengan gelar tikar dan duduk selonjoran, kami makan bertiga. Rice cooker licin dalam sekejab. Kami saling berpandangan dan tertawa terbahak bahak menyadari kegembulan kami. 
Waktu sore hari kami pakai untuk mulai berkunjung keliling kampung. Setiap mampir di rumah keluarga, kami pasti disuguhi makan dan minum, mulai dari bubur kacang ijo, singkong rebus, pisang godok sampai dengan makanan manis lainnya khas kampung. Kunjungan kami lanjutkan besok pagi setelah pulang gereja. 

Biasanya kalau siang kami lebih mempunyai banyak kesempatan berjalan sambil melihat situasi kampung. Kadang kami ketemu sayuran liar yang bisa kami ambil tanpa meminta pada pemiliknya. 

Suatu ketika kami berdua menemukan pucuk daun labu yang banyak banget di pinggir jalan, Kami kepengen metik tapi kok tak ada orangnya, maka kami ambil saja sambil bilang permisi. Kelihatannya sayur model ini tidak pernah dipetik sama orang, apa karena mereka tidak paham bahwa pucuk labu bisa dijadikan sayur atau karena alasan lain, entah. 

Pernah kami juga menemukan pucuk waluh atau pucuk kestela merambat di batu bawah pohon besar. Sebetulnya ada rumah disamping itu tapi tak berpenghuni. Si Fila menyuruh saya berdiri di pinggir jalan dan dia yang masuk ke dalam gerombolan perdu untuk mengambil. Dia dengan santai ambil beberapa tunas muda dan saya dengan semangat menunjuk nunjuk. Tanpa kami sadar ada orang lewat dan menyapa kami, heheheh dengan tersipu kami bercerita kalau lagi mengambil daun untuk sayur. 

Tak dinyana si Bapak ikut membantu memetikkan untuk kami. Rasanya gembira sekali, jauh dari kampung halaman nemu sayur kampung dan dimasak juga ala kampung, serasa kembali ke kampung halaman. 

 Kembali ke acara kunjungan rumah keluarga ini membuat kami semakin banyak mengenal situasi di keluarga. Sebetulnya kehadiran kami hanya duduk dan mendengarkan tetapi itu amat bermakna bagi keluarga yang kami kunjungi. 

Cerita mereka bermacam-macam dan tak pernah sekalipun saya mendengar keluhan yang keluar dari mulut mereka. Kesan kami mereka menerima situasi hidupnya dengan sukacita dan tabah. Kalaupun ada curhat-curhatan tertentu itu bukan keluhan tapi cara mereka untuk meminta doa dan jalan keluar yang mungkin bisa kami berikan. 

Biasanya setelah pulang dari villa saya khususnya mmeperoleh kegembiraan rohani yang sulit saya ungkapkan. Rahmat besar itu bisa membawa kekuatan dan keteguhan iman untuk saya sendiri juga untuk teman komunitas di rumah. Untuk saya pertemuan ini membawa berkat Tuhan karena masing-masing kami mendapat kekuatan dan pencerahan sederhana. 

Di samping villa ada tempat wisata rohani yakni gua Maria........ Malam-malam kami suka berzziarah sambil berdoa untuk semua yang kami janjikan doa. Ada air jernih mengalir yang bisa langsung dimunim i tempat sama seperti di Sendangsono dan beberapa tempat wisata gua rohani lainnya. Duduk dalam keheningan sambil bercakap dengan Bunda Maria serasa dunia menjadi milik sendiri. Keteduhan dan rangkulan Bunda Maria membawa semua derita dan masalah hidup dalam sekejap. 

Sepulang dari desa kami banyak membawa banyak barang jarahan Ada beras merah, tempe, sayuran, ayam, duren bahkan susu murni. Barang ini kami terima ketika berkunjung. Saat pulang pasti kami dibawain macam-macam. Situasi kampung dan desa terpencil penuh dengan rasa persaudaraan dan cinta sejati seperti ini. Kami sungkan menolak, nanti dikira tidak menghargai pemberian orang. 

Maka tidak heran ketika pulang bagasi mobil kami penuh muatan. Jika ada duren maka seisi mobil akan beraroma buah berpenampilan jelek itu. Terpaksa AC dimatikan dan kami pakai AJ alias angin jendela. Saat ini rasa bahagia itu tak ada lagi. Sejak virus corona merebak, kami menghentikan kunjungan ke desa. Selain karean anjuran pemerintah untuk tidak keluar daerah, kami juga ingin memberi rasa aman pada penduduk desa untuk tidak tertular virus dan alasan lain yakni kami tidak tau akan kondisi kami sendiri secara sekarang ini banyak orang tanpa gejala, manatau kami termasuk salah satu diantaranya. 

Kesehatan itu begitu penting dan kami ingin memutus rantai penyebaran virus berbahaya ini dengan tinggal di rumah saja. Nanti kalau situasi sudah aman, kami pasti akan ke desa lagi. Rindu alam yang asri, suasana adem, suara-auara binatang yang tidak kami jumpai di kota dan terlebih pertemuan dengan orang sederhana yang membawa aura positif untuk kami. Jangan lupa sehat, hindari kerumuman, social distancing, makan cukup, berisitrahat agar imun tubuh tetap kuat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard