Dezensano Lago di Garda

Kota kecil nan manis ini terletak agak ke pegunungan, berada di tepi danau Garda, atau dalam bahasa setempat disebut Lago di Garda. Lago di Garda merupakan sebuah danau terbesar di Italia. Letak persisnya di Italia bagian utara, masuk dalam propinsi Brecia serta bagian dari wilayah Lombardi. 

Luas danau kira kira 2350 km persegi dan di dalamnya ada 5 pulau, kebayang berapa besar danau ini. Kota ini dikenal sebagai tempat berolahraga dan belanja para pelancong yang datang. Namanya Dezensano, atau suka disebut juga Desenzano del Garda. Ia menjadi termasyur karena pemandangan danau yang ia miliki. 

 Desenzano menjadi populer di kalangan para suster Ursuline karena Santa Angela Merici yang adalah pendiri Ordo Santa Ursula dibesarkan di kota ini. Banyak jejak Angela yang bisa kita temukan di situ. Yang paling kentara adalah patung St Angela tinggi gede di tengah kota, menjadi ikon dan sebagai pelindung kota Dezensano. Selain itu dibanyak tempat kita bisa temukan nama-nama jalan atau nama kantor yang ditulis dengan memakai nama keluarga Merici. 

Kami pergi ke sebuah sebuah lorong kecil untuk melihat sebuah rumah lantai dua yang dulunya adalah rumah tempat tinggal keluarga Merici. Sekarang bangunan itu menjadi hotel atau rumah tinggal keluarga. Ketika kami  ke tempat itu, rumah dalam keadaan tertutup. Beberapa kali kami mengetuk tapi pintu diam tak bergeming, mungkin penghuni rumah lagi pergi. 

Di depan rumah itu ada semacam tembok atau tanggul setinggi 1- 2 meter dan ada papan penanda dengan tulisan, “ rumah tinggal keluarga Merici” Entah berapa lama rumah itu menjadi tempat tinggal Angela dan keluarga, karena sesudah itu kami lebih mengenal rumah lain di tempat yang namanya Le Grezze masih dalam distrik Dezensano. 

Perjalanan menuju Dezensano kami tempuh kira-kira 2 jam perjalanan naik mobil elep. Kami berangkat dari Brecia yang adalah kota kelahiran St Angela Merici. Tujuan kami adalah biara Ursulin Carous Boromeus yang letakknya tepat di pinggir danau Garda. Rumah ini kecil tapi tinggi dan memiliki banyak anak tangga melingkar. Setiap lantai ada deretan kamar dan di tengahnya ada ruang kecil dengan banyak tanaman gantung. Kata saya mah ini mirip hotel kecil atau guest house karena para susternya tinggal di bangunan yang terpisah dari kami. 

Kamar saya kecil tapi jendelanya besar dan tinggi. Ada tempat tidur kecil dan nyaman, kasurnya empuk. Ada juga meja buat menulis dan sebuah kursi kecil. Pokoknya nyaman banget kamar ini. Maka ketika masuk langsung deh loncat di kasur dan tidur Begitu gorden disingkap maka nampak danau Garda dengan airnya yang berwarna kebiruan. Rupanya kamar saya tepat menghadap danau. Ah rugi gak kefoto waktu itu, lupa, heheeh… 

Ada dua perempuan setengah baya yang bertugas memasak di dapur rumah ini. Postur tubuh gemuk, berwajah periang dan suka berbicara. Setiap ketemu kami di kamar makan tak henti mereka berkata “kalian harus makan banyak supaya cepat besar”, hehehhe… barangkali yang ada di pikiran mereka kami ini masih dalam masa pertumbuhan, secara badan kami semua hampir pasti mungil dan ramping. 

Mereka mengatakan itu karena setiap hari pasti ada makanan yang kami kembalikan ke dapur tidak habis. Kami hanya mengambil secukupnya saja. Kadang kala kami juga kehilangan selera makan karena makan yang mereka sajikan itu jumlahnya banyak dan potongan besar. 

Bayangkan saja kami dikasih potongan daging domba hampir sebesar lenganku atau lain kali ada ayam super duper besar. Jangan ditanya kalau roti, ukuran jumbo. Ya sudahlah kami makan sebisa kami. Kami harus makan, itu sudah menjadi niat kami bersama karena kami mau sehat, jika sakit dan harus dirawat di tanah orang pasti amat merepotkan orang lain dan juga biayanya mahal. 

Anggur yang mereka sajikan enak banget, beberapa diantara kami yang tadinya gak suka minum anggur jadi suka deh karena rasanya manis dan tidak membuat gliyeng. Walau makanan tidak memberi selera tapi wajib makan, menyenangan orang yang masak itu sesuatu banget bukan? 

Danau Garda terletak tidak jauh dari biara tempat kami tinggal. Hanya keluar rumah dikit, nyebrang jalan, sampai deh. Ada pelabuhan besar dan nampak banyak feri hilir mudik. Ada juga kapal dan perahu kecil yang sedang berlayar. Untuk saya pemandangan seperti ini bisa dan sangat familiar, karena saya lahir dan besar di daerah pinggiran pantai. Melihat kapal dan perahu hilir mudik ini mengingatkan saya akan kampung halaman. Bedanya hanya satu tempat ini nampak modern sedangkan kampung halaman saya masih ndeso dan alami. 

Selain itu ada perbedaan aroma yakni bau laut beda dengan harumnya danau, apakah bisa membedakannya? Iya coba bertanya pada anak pantai pasti mereka bisa menjelaskannya. Tapi saya mau menjelaskan sedikit soal aroma laut dan aroma bukan laut. Jika kita berhadapan dengan laut ada kayak bau amis , dan ada rasa khas yang tidak bisa dijelaskan. Jika berhadapan dengan sungai atau danau tak terasa bau asin (asin mestinya dirasakan ya bukan dicium), hehehe……. 

Kembali pada danau Garda ini, suatu sore kami beberapa teman janjian untuk jalan jalan ke danau. Saat itu udara dingin dan cuaca kurang bersahabat. Walau matahari ada tetapi terasa amat dingin dan angin menampar - nampar wajah kami yang lama-lama menjadi perih di muka. Kami berjalan menuju danau dan melihat kapal dan orang –orang yang hiir mudik masuk kapal. Beberapa pria cakep dangan seragam khas tampak berdiri di pinggir kapal. Kayaknya mereka itu kapten kapal yang akan bertugas. Kelihatan dari seragam dengan beberapa atribut dan topi yang mereka pakai. Rupanya mereka sedang menunggu giliran berangkat ke pulau. Ingat diatas sudah dijelaskan bahwah di tengah danau ini ada 5 pulau kecil, Entah ada penghuninya atau tidak. 

Puas melihat lihat, kami kembali ke rumah, kami bergegas karena sore itu selain dingin menggigit ada juga hujan rintik rintik. Sambil berlari lari kecil kami saling saling menunggu dan begitu masuk lobby rumah kami diterima oleh sorang suster tua menunggu pintu. Wajahnya ramah, manis dan selalu tersenyum. Saya langsung menyukainya saat menatap wajahnya pertama kali. Ia menerima payung payung yang tadi kami pinjam sebelum berangkat lalu meletakkannya pada tempatnya. 

Karena ia agak kesulitan berjalan maka serentak kami membantunya merapikan tempat payung. Ia bertanya kepada kami, “ bagaimana jalan-jalannya, apakah kalian senang?” Di sini cuaca sering kacau, bisa bagus pada pagi harinya tapi sedikit siang ia mulai berulah. Demikian suster tua ini bercerita. Walau ia menyampaikannya dalam bahasa Italia tapi kok rasanya kami paham ya, maka serentak kami juga menyampaikan perasaan kami di sore itu, kami senang bertemu danau, melihat orang-orang lewat dan pemandangan indah lainnya. 

Walau rasanya bahasa kami tak nyambung tetapi kami bisa memahami satu sama lain. Mungkin ini yang dinamakan bahasa cinta,. Beliau menjelaskan lagi kepada kami, jika ingin pergi ke pulau maka usahakan pagi hari di saat air danau masih tenang. Rupanya beliau tahu bahwa salah satu kegiatan kami di Dezensano adalah pergi ke pulau. 

Mumpung boleh tinggal beberapa hari di kota kecil cantik ini, maka kami memakai waktu yang ada dengan mengunjungi rumah masa kecil Angela. Letaknya tidak jauh dari biara. Ke sana kami menumpang bus umum kira- kira perjalanan 30 menitan. Sepanjang jalan saya memperhatikan pinggir jalan yang sejauh mata memandang adalah daerah perternakan sehingga sering kali kami memberi komentar tentang padang rumput yang hijau atau tentang rumah pertanian yang bagus dan rapi. Kota kecil tempat tujuan kami ini namanya Le Grezze. 

Kami tiba di rumah Angela dan menemukan rumah dalam keadaan terkunci. Karena itu kami menyempatkan diri untuk melihat-lihat sekitar dan menemukan bahwa di halaman rumah ini ada semacam gambar yang terbuat dari batu dengan anak panah tertentu mengenai pola penyebaran Ursuline di seluruh dunia. Kami senang menemukan nama Indonesia di tempat itu. 

Rumah ini dihuni oleh 3 suster mungil dari Italia. Mereka mendapat tugas perutusan untuk menjaga rumah St Angela dii Le Grezze. Rumah di le grezze ini sama persis sekali yang di Jln Supratman Bandung. Rumah kecil dua lantai dari kayu. Bagian bawah adalah kapel kecil dan atasnya kamar dan ruangan lain seperti kamar makan, kamar tidur, kamar kerja dan lain sebagainya. 

Para suster penghuni kebetulan lagi pergi ketika kami samai di le grezze dan lewat pesan WA mereka mengatakan setibanya langsung saja minta kunci pada tetangga (mereka meniitipkan kunci rumah di tetangga sebelah) dan masuk. Pas kami tiba, rupanya tetangga sebelah rumah mendengar keributan maka ia datang dan membantu kami membuka pintu . 

Dari luar kelihatan rumah ini kecil saja tetapi ketika masuk, nampak rumah dengan segala perlengkapan modern. Cara natanya pinter sehingga tidak nampak sesak atau rame. Kami langsung merasa kerasan. 

Belum lama kami tiba, para suster penghuni rumah juga sampai, maka kemudian kami disuguhkan minuman dan roti sambil cerita ngalor ngidul. Kebetulan kami membawa seorang guide yang pinter berbahasa Italia sehingga bisa mengikuti arah pembicaraan. Ya pokoknya kalau orang tertawa ya ikut tertawa dan seterusnya. Nanti kalau sudah sendiri biasanya kami bertanya kepada guide kami dan minta ia untuk mengulang isi pembicaraan secara singkat. 

Agak lama kami tinggal di rumah Angela, melihat lihat sejarah, bahkan kami menemukan foto angkatan kami semasa postulant di halaman sebuah buku di meja. Tentu saja surprise, wajah-wajah lugu dan lucu terpampang besar, kami semua tak menyangka akan melihat wajah kami di negeri yang jauh itu. Kami mengelilingi rumah kecil ini masuk ke tiap kamar dan menemukan kamar yang bersih dan rapi khas rumah di negara modern pada umumnya. 

Hari sudah menjelang sore ketika kami kembali ke biara tempat kami menginap, sebenarnya sudah lumayan sore tapi sinar matahari masih amat terang, hal ini membantu kami untuk melihat lihat pemandangan sepanjang perjalanan pulang. Kami masih punya kegiatan lain besok yakni mengunjungi salah satu pulau di tengah danau Garda. 

Keesokan pagi kami sudah bersiap siap berangkat ke dermaga. Masing masing kami menyiapkan bekal sendiri dan minuman sesuai dengan keyakinan masing-masing lalu berjalan menuju tempat ferry. Di sana belum terlihat banyak orang, tetapi kami langsung naik kapal karena menurut guide kami kapal akan berangkat tiap jam entah penumpang penuh atau tidak maka tak perlu kuatir. 

Sampai dalam kapal saya bertemu beberapa pelancong yang juga ingin berlayar bersama. Kapten kapal kami ramah dan cakep, ia melihat rombongan kami dan memberi kami senyum terbaiknya. Penumpang kapal yang lain juga menyapa kami dan beberapa diantara mereka meminta untuk foto bersama kami. Tak tau mengapa orang-orang bule itu pada senang melihat kami, mungkin karena kami gembira dan bahagia yang terpancar lewat wajah kami. 

Perjalanan menuju ke pulau kurang lebih 45 menit. Namanya pulau Sirmione, kecil tapi rapi dan banyak pedagang berjualan. Kebanyakan mereka menjual cindera mata, tapi ada juga menjual pakaian, tas dan es kirim. Kami membeli es krim dan makan membaur bersama orang lain. Saat itu belum ada covid sehingga kami masih amat bebas ke sana ke mari bertemu orang tanpa rasa takut kejangkit virus. Semua kami berkeliling pulau, ternyata masih banyak hutan dan pohon-pohon bagus. 

Dengan menyisir danau kami menuju sebuah tempat agak tinggi lalu duduk sambil makan bekal kami. Dari ketinggian ini kami bisa melihat latarbelakang pegunungan Alpen. Banyak orang juga melakukan hal yang sama, yakni makan. Banyak sekali pohon olive (zaitun) dan amat rapi. Rupanya tempat ini sudah diatur sedemikian sehingga menjadi tempat wisata yang indah. 

Menjelang sore kami bergegas ke pelabuhan untuk naik kapal kembali ke daratan. Banyak juga orang lain yang dengan santainya duduk menunggu jadwal kapal, kami juga melihat pemuda pemudi pacaran tanpa peduli dengan suasana sekitarnya. Begitulah, berada di negeri orang yang beda budaya dan bahasa, kami mesti paham. Turun dari kapal, kami berlari –lari kecil menuju rumah, makan dan beristirahat acara besok menunggu. 

Selamat tinggal Sirmione Berada di kota keluarga Merici, mengetahui rumah tempat tinggal dan berkunjung langsung ke rumah keluarganya membawa spirit tersendiri bagi kami. Seolah –olah kami bertemu dengan Angela Merici, kami merasakan kehadirannya dan diatas segalanya kami termotivasi untuk semakin mencintai panggilan kami. 

Desenzano. Lago di Garda, Le Grezze, bersiap-siap suatu saat nanti kita akan jumpa kembali

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard