Catatan Perjalanan


Libur memang menyenangkan, tidak terburu-buru dengan beban kerja, bisa santai, makan lebih nikmat dan tidur nyenyak. Liburan akhir tahun pelajaran tahun ini kami sekomunitas sepakat untuk pergi refresing. Ada beberapa intensi liburan kali ini. Pertama untuk perpisahan dengan salah satu anggota komunitas yang hendak mutasi dikota lain, kedua untuk hadiah ulang tahun kaul yang ke 43 Sr Johana dan beberapa ujud kecil lainnya.

Kami memilih tempat liburan yang dekat-dekat dengan kota kami, seputaran Jawa Tengah dan Jawa Timur, ngider-ngider cukuplah yang penting bahagia dan fresh. Tujuan lain adalah kami mau rekreasi sambil belajar plus wisata religi maka kami mencari tempat rekreasi yang ada edukasinya. Kami bertujuh ada Sr Johana sebagai pemimpin komunitas, ada Sr Jovita yang paling senior diantara kami, ada juga Sr Fitir, Sr Fila, Sr Julia, Sr Linda dan saya sendiri. Hari yang sudah ditentukan, kami berangkat ditemani Mbak Ade dan sopir kami namanya Mas Suripto.

Minibus kami bagus, warnanya kuning terang, ada garis putih dan sedikit abu-abu di bagian pintu, kapasitas 11 atau 12 orang tapi kami mengisinya hanya dengan 8 orang. Kursi bagian paling belakang dilepas sehingga ada space yang cukup luas untuk kami letakkan barang-barang kami, atau kami mau loncat-loncat juga bisa kok, hehehe….

Kami meluncur lewat tol baru langsung Semarang, tol yang bagus dan lancar berkat kebaikan hati bapak Presiden Jokowi yang member perhatian pada area pulau Jawa bagian Timur dan Tengah. Tujuan kami yang pertama adalah gua kerep Ambarawa setelah kami melaju 3 jam tol Semarang, keren bukan. Tidak pernah terjadi ke Semarang ditempuh dalam waktu secepat itu. Situasi gua Kerep tidak terlalu ramai, ada beberapa keluarga muda yang sedang berdoa, ada juga sekelompok umat yang  yang tengah mengadakan perayaan ekaristi di bagian atas gua yang ada ruangan besar, kami mempersiapkan diri lalu berdoa bersama dengan bermacam-macam ujud, entah itu ujud pribadi maupun ujud komunitas, kami semua dipersilahkan untuk mengungkapkan ujud doa kami. Maka selama 1 jam itu kami semua bersimpuh di kaki Bunda Maria untuk doa-doa kami. Kami yakin Bunda Maria pasti mendengar dan mengabulkan doa yang kami panjatkan dengan tulus. Gua kerep yang terkenal dengan patung Bunda Maria yang besar di jalan menuju ke situ menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi para peziarah, dengan berdoa di tempat itu, kami menjadi yakin bahwa Bunda Maria akan membantu kami dalam setiap persoalan berat atau ringan yang kami hadapi.

Kota Tua

Perjalanan selanjutnya menuju ke Semarang. Kami bertekad di Semarang nanti kami harus belajar banyak hal sambil rekreasi. Sudah sering kami dengar tentang kota lama di Semarang, kami juga sudah pernah membaca tentang gereja Blenduk yang terkenal itu, maka rombongan kami bergerak secara pasti menuju kota lama. Di depan gereja blenduk kami turun dari mobil dan berjalan perlahan ke sana. Dinamakan Blenduk karena gereja Kristen itu kubahnya berbentuk setengah lingkaran. Waktu kami ke sana, pintu gereja tertutup rapat, ya iyalah wong itu jam siang terik kok, barangkali penjaganya lagi beristirahat. Kota Lama di Semarang sesuai dengan namanya, terdapat banyak bangunan tua, walau demikian ada kesan keseriusan dari pemerintah untuk mempercantik bangunan lama menjadi ikon bersejarah dan bernilai tinggi. Kesan kuat nampak terasa kalau kota lama ini dulunya daerah pecinan, karena banyak bangunan tua dengan pernik-pernik huruf cina. Ada juga taman kecil, tempat orang duduk-duduk setelah capek berkeliling, bahkan kami melihat banyak kucing di taman itu, banyak sekali, rupanya taman itu juga menjadi tempat mangkal kucing, saya perhatikan ada seorang ibu yang  bertugas memberi makan binatang-binatang itu, sekitar tempat si ibu duduk, ada banyak kucing yang duduk mengelilingi dia.

Lawang Sewu

Perjalanan kami lanjutkan menuju ke Lawang Sewu, tempat ini sangat dikenal di Semarang sebagai tempat wisata sekaligus sebagai tempat belajar. Karena kami mau belajar maka kami meminta seorang guide untuk mengantar kami berkeliling bangunan luas itu. Gedung ini dahulu merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai  3 tahun sesudahnya. Terletak di bundaran Tugu Muda yang disebut Wilhelminaplein. Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai seribu, tepatnya hanya 425 pintu. Guide kami bercerita kalau orang Indonesia pada umumnya dan orang Jawa secara khusus (mungkin di tempat lain juga iya), seringkali menyebut sesuatu yang jumlahnya banyak itu seribu entah apapun. Maka tidak heran, grojokan air yang banyak di Tawangmangu disebut grojokan sewu, candi yang banyak di perbatasan Jatim dan Jateng itu disebut sebagai candi sewu, pintu yang banyak di Semarang dikatakan lawang sewu dst. Oleh karena itu begitu melihat bangunan dengan banyak pintu langsung menyebutnya lawang sewu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor DJawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang disebut dengan PT Kereta Api Indonesia. Banyak orang mengatakan kalau Lawang Sewu adalah tempat angker, banyak penghuni yang tak tampak. Menurut cerita guide kami, dikatakan angker karena bangunan lawang sewu yang sangat detil perhitungan dan garis lurus sejajar dengan kiri kanan dalam pembangunannya, membuat orang yang mengitari lawang sewu serasa kembali lagi ke tempat semula, kayak muter-muter di tempat, ini yang membuat banyak orang merasa dibawa mahkluk tak kelihatan keliling2 bangunan sampai tak bisa menemukan jalan keluar.

LAwang sewu sendiri dibangun dengan sistem arsitektur yang canggih zaman itu, atau mungkin juga sampai saat ini. Masuk ke dalamnya serasa adem, padahal ini di kota Semarang, tepi pantai lagi pasti sangat panas. Si guide bercerita kalau proses menggali pondasi awal menjadi tolak ukur suatu bangunan, sepertinya podasi lawang sewu terdiri dari beberapa lapisan pasir yang dipercaya dapat membuat suasana adem dalam sebuah bangunan, tapi entah ini benar atau tidak mesti diteliti lebih lanjut.

Di akhir jalan-jalan di lawang sewu kami banyak membuat foto dengan berbagai gaya di pintu seribu. Puas karena rekreasi sambil belajar di lawang sewu membuat kami semua bisa tahu banyak hal dan wawasan ilmu pengetahuan kami semakin luas.

Sam Poo Kong

Selanjutanya kami menuju ke Sam Poo Kong. Tempat ini disebut tempat petilasan yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang laksamana Tiongkok yang bernama Zheng He/ Cheng Ho. Menurut cerita Laksamana Cheng Ho sedang berlayar melewati laut Jawa, namun saat melintsi laut Jawa banyak awak kapalnya yang jatuh sakit sehingga ia memerintahkan untuk membuang sauh dan merapat ke pantai Utara. Ia kemudian mendirikan sebuah mesjid di tepi pantai yang sekarang sudah berubah fungsi menjadi kelenteng.

Bangunan ini sekarang sudah berada di tengah kota Semarang karena pantai Utara Jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang diakibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat laun daratan akan semakin bertambah luas kearah Utara. Total terdapat 4 kelenteng di Sam Poo Kong yakni kelenteng Dewa Bumi yang diperuntukkan untuk Dewa Bumi bagi penganut Kong Hu Cu dan Taoisme.

Umat yang beribadah di kelenteng ini biasanya mengucapkan terima kasih dan bersyukur kepada Dewa Bumi yang telah memberikan tanah yang subur, panen yang berlimpah dan kekayaan bumi yang beraneka ragam. Kelenteng kedua dan ketiga yakni klenteng Juru Mudi dan Kyai Jangkar juga sarat akan sejarah. Kelenteng yang keempat dan yang paling besar adalah  kelenteng Sam Poo Tay Djien atau sering disebut kelenteng Sam Poo Kong.

Ada yang unik dari kelenteng ini yakni terdapat sumur dengan sumber air yang tak pernah habis dan goa Sam Poo yang terletak tepat di bawah kelenteng ini. Di halaman kelenteng ini tersedia beberapa spot untuk berfoto yang ditandai dengan bentuk lingkaran di permukaan tanah. Dengan berdiri di spot foto yang telah disediakan maka hasil fotonya sangat bagus karena backround foto telah mencakupi hampir seluruh kelenteng.

Kami duduk-duduk di halaman kelenteng yang teduh sambil meluruskan kaki, karena terus terang keluar masuk dan keliling lawang sewu begitu menguras tenaga kaki kami. Ada yang selonjoran, ada yang duduk begitu saja di lantai. Lantai yang dingin menambah rasa sejuk dan nyaman. Semua kami duduk sambil memperhatikan para pengunjung yang ber swa foto dengan berbagai gaya, kalau ada yang lucu kami tertawa riang, bahkan sambil berfoto kami ikut memberi komentar tentang patung Laksamana Cheng Ho yang berdiri menjulang di depan kami, sambil menunjuk nunjuk patung. Liburan bebas merdeka, tertawa dan bergembira.

Rupanya orang-orang melihat kami yang gembira dan lepas bebas, beberapa orang datang mendekati dan ingin berfoto bersama kami. Pertama datang dua pemuda, dengan sopan mereka minta ijin ingin berfoto bersama kami, dan dengan spontan kami setuju, kami juga meniru gaya mereka, eh tak berapa lama datang satu keluarga muda juga ingin berfoto bersama, kami layani, lalu datang seorang ibu, ia ingin sekali berfoto bersama kami,yang moto suaminya, semuanya kami terima dengan senang hati. Saya pikir jangan-jangan orang-orang ini sebetulnya ingin foto dengan latarbelakang kelenteng tapi karena ada kami yang lagi duduk jejer menghalangi lalu karena mereka sungkan untuk menyuruh kami pindah sehingga sekalian saja foto bersama? Heheheh….rasanya sih tidak, barangkali karena mereka melihat kegembiraan kami, pembawaan diri kami yang tidak jaim dan mungkin karena wajah tulus kami membuat mereka ingin bergabung. Kalau ini benar berarti kegembiraan dan ketulusan itu menular kepada semua orang di sekitarnya.

Kampung Pelangi

Perjalanan kami lanjutkan menuju ke kampung pelangi. Sebetulnya ini adalah kampung biasa saja yang terletak di tepi sungai yang airnya juga tidak terlalu jernih tapi bersih. Ada juga jembatannya dengan arsitekur yang bagus dan cocok untuk spot foto. Disebut kampung pelangi karena seluruh kampung itu entah atap rumah, dinding, pagar, hiasan pernak pernik yang bergantung sepanjang lorong kampung berwarna pelangi, menarik dan ada nilai seninya. Saya berjalan agak kedalam kampung (karena teman-temanku hanya mau berhenti di jembatan), pemandangannya layak kampung biasa. Menjadi istimewa karena warna warni pelangi. Di beberapa dinding rumah ada kalimat-kalimat lucu seperti “cintaku terpeleset di kampung pelangi” kampung pelangi tempatku bertemu denganmu” dll. Saya tersenyum sendiri membaca kalimat-kalimat itu. Di atas segalanya kampung pelangi bagus dan menyejukkan mata.

Rembang

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Rembang.

Tujuan utama kami adalah nyekar ke makam RA Kartini. Maka dari Semarang kami meluncur melewati Demak, Kudus, Pati dan masuk kota Rembang. Suasana kota sebagai kota asal seorang pahlawan nasional mulai terasa. Saya perhatikan ada toko yang namanya Kartini, nama jalan, nama travel, nama pantai dan lain-lain. Beberapa foto RA Kartini yang sudah diperbesar juga nampak dipajang di beberapa sudut kota. Driver kami menganjurkan agar kami langsung menuju ke Makam RA Kartini supaya tidak kesorean mengingat makam ini terletak agak keluar kota kearah Kota Blora tepatnya di desa Bulu sekitar 17,5 kilometer kearah Selatan kota Rembang.

RA Kartini sendiri adalah seorang putri dari Bupati Jepara yang bernama Raden Mas Adipati Aryo Sosroningrat (1880 -1905) Ia sendiri akhirnya dipinang oleh bupati Rembang Raden Adipati Aryo Djojohadiningrat pada tahun 1903. Beliau hanya sempat menjadi permaisuri bupati Rembang dalam kurun waktu 10 bulan. Ketika melahirkan anak pertama ia langsung dipanggil pulang oleh Sang Pencipta dalam usia 25 tahun.

Dalam komplek makam Kartini juga dimakamkan putra Kartini satu-satunya yang bernama RM Soesalit, ada juga makam keluarga lain yang berasal dari putra para selir bupati Rembang. Makam kartini berada di tengah-tengah makam yang diberi pagar khusus. Dalam pagar ini selain makam Kartini, ada juga makam istri pertama bupati Rembang yang bernama Soekarmilah Djojo Adiningrat serta anak dari istri kedua bupati yang bernama Srioerip Djojo Adiningrat. MEngapa bukan istri kedua bupati yang dimakamkan di situ? Karena sang istri kedua ini berasal dari keturunan keraton Solo. Peraturan keraton Solo jika ada anggota keluarga meninggal tidak boleh dimakamkan di luar keraton. Maka  anak dari istri kedua ini dimakamkan di samping Kartini sebagai pengganti ibunya. Makam Kartini sepi pengunjung, apakah karena kami datang tidak tepat waktunya? Kesan saya juga agak kurang terurus, menurut si bapak penjaga, makam ini hanya ramai pada bulan April yang adalah hari kelahiran Kartini.

Makam Kartini dihiasi dengan marmer asli dari Italia. Di luar makam, ada juga tempat parkir yang luas, beberapa toko kecil atau warung cindera mata juga ada tapi sepi. Kami bersyukur boleh berdoa di depan makam orang hebat ini, karena berkat jasa beliau lah, akhirnya mengangkat harkat dan martabat kaum wanita Indonesia untuk turut berperan dan mengambil bagian secara aktif dalam pembangunan bangsa dan tanah air Indonesia. Walau komplek makam Kartini terkesan kering, tapi pemerintah telah memberi perhatian dengan membuat taman yang khusus dengan banyak tanaman di sepanjang jalan masuk, gerbang tinggi dengan tulisan makam RA Kartini, dan toilet yang bersih. Barangkali karena lagi musim kemarau sehingga banyak tanaman yang kering dan merunduk. Kami mendoakanmu Srikandi bangsa, semoga usaha kami yang sederhana yakni mendidik anak bangsa di dunia pendidikan formal mendapat berkat dari Tuhan berkat doamu sehingga banyak generasi muda tumbuh dan berkembang serta pada akhirnya dapat menjadi penerus bangsa ini.

Pantai Kartini dan Batik Lasem

Setelah dari makam RA Kartini kami melanjutkan perjalanan kami menuju pantai Kartini, sempat tersesat juga pada awalnya tapi akhirnya nemu pantainya. Ada banyak permainannya yang disediakan untuk para pengunjung, ada kolam khusus bagi yang mau berenang, ada juga naik sepeda tali tapi dibawahnya ada ombak yang walaupun tidak besar tapi cukup menyeramkan. Kami sempat mampir ke toko oleh-oleh untuk membeli makanan khas Rembang dan setelah itu mampir di sentra batik Lasem yang terkenal itu. Batik Lasem mahal harganya karena dibuat dengan tangan sehingga namanya batik tulis Lasem. Kalau saya perhatikan motif batik Lasem agak sedikit berbeda dengan batik lain pada umumnya .

Motif batik Lasem ini agak sedikit dipengaruhi oleh huruf Cina (kalau salah mohon dimaafkan, ini pengamatan pribadi) Oh ya kalau dilihat sekilas, gadis-gadis di Lasem juga seperti warga keturunan Cina, hal ini bisa dipahami karena Lasem adalah salah satu tempat yang ada hubungannya dengan Laksamana Cheng Ho. Bedanya kalau di Semarang Laksamana Cheng Ho yang terkenal maka di Lasem yang terkenal adalah juru mudi Cheng Ho yang datang ke Lasem pada tahun 1413 (Handinoto dalam buku Lasem, Kota Tua Bernuansa Cina). Rombongan itu dipimpin oleh Bi Nang Oen, ia juga membawa keluarganya setelah mendapat ijin dari Adipati Wijayabadra. Dengan istrinya yang bernama Na Li Ni, mereka mengajarkan warga setempat untuk membatik, membuat emas dan menari. Mungkin ini yang menjadi alasan mengapa batik Lasem ada corak cina dan gadis-gadis lasem mirip warga keturunan Cina.

Makan siang di Rembang di restoran Peraukuno dengan masakan seafood yang sedap. Udang besar dan mantap rasanya demikian juga cumi-cumi, memang benar kota laut, makanan yang disajikan juga makanan laut. Sebenernya kami pengen juga ke hutan mangrove tapi situasi tidak memungkinkan dan kami harus segera kembali ke kota kami.

Terima kasih untuk komunitas kami, untuk peran serta para suster, untuk kegembiraan yang terjadi, untuk rasa persaudaraan yang telah terjalin. Semoga kebersamaan sederhana ini memperkuat tali persaudaraan yang sudah terjalin. Rekreasi ok, pengetahuan juga ok. Murah meriah yang penting happy.

 


Gua Kerep Ambarawa

Lawang Sewu

Lawang Sewu (yang paling depan keren)

Kayak mau senam pagi di depan Sam Poo Kong, hehehe...

Objek utama kelentengnya ya pemirsa

Spot foto lihat di kaki yang bersandal merah

Duduk santai sampai ada yang minta foto bersama

Jembatan di kampung pelangi

Berdoa sejenak di makam RA Kartini


Batik Lasem







Komentar

wissya mengatakan…
Perjalanan yg menyenangkan dan bermakna ya suster
Herlina mengatakan…
Apa kabar sobat? Ayo kita jalan-jalan

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard