Generalat


Generalat itu sebutan untuk rumah induk biara kami Ordo Santa Ursula Uni Roma. Terletak di tengah kota Roma. Bangunan ini megah sekali, 6 lantai berbentuk segi empat terbuka dengan patung St Angela di tengah halaman. Saya menyebutnya halaman tengah karena ada juga kebun luas bagian bawah halaman tengah.

Lantai dasar adalah tempat-tempat umum seperti kapel, refter, ruang belajar, kamar tamu, kamar rekreasi. Lantai 2 sampai lantai  5 adalah deretan kamar ditambah ruang pertemuan luas   dengan ruang khusus untuk para translater. Ruang pertemuan ini di lantai 3. Kamar- kamar di lantai 2 sampai 5 gede, tinggi dengan jendela yang besar dan lebar. Dalam kamar itu ada lemari pakaian, meja dan kursi buat nulis-nulis juga ada wastafel besarrr sekali, ada juga pemanas ruangan dan lain-lain. Dapur dan tempat cuci piring dengan mesin pencuci yang besar ada di lantai bawah tanah.

Lift Kuno dan Lucu

Penghubung tiap lantai ada tangga dan ada juga lift. Liftnya kuno dan lucu banget, kayak lemari. Jadi kalau kita mau naik lift maka pencet lift seperti biasa sampai pintunya terbuka, lalu kita masuk. Pintu lift kita kunci secara manual karena bentuknya seperti lemari, jadi pintu lift pakai gerendel, ada dua daun pintu dan gerendelnya, hehehhe… Setelah kita pencet piano berapa yang kita maksud (Piano itu bahasa Italia yang artinya lantai) maka lift mulai berjalan naik dengan bunyi yang sebetulnya halus sih tapi rada piye gitu, geredek…geredek. Begitu sampai di lantai yang dituju maka lift berhenti lalu kita buka gerendel daun pintu dan keluar.

Menurut saya ini lift yang paling antik yang pernah saya lihat. Pernah ada kejadian kami di dalam lift hendak ke lantai 6 untuk jemur baju, eh sudah sampai diatas bukannya berhenti si liftnya, dia malah turun lagi ke lantai bawah, sempat ndredeg juga tapi untunglah tidak ada masalah yang berarti. Asyik banget naik lift ini serasa berdiri di dalam lemari sambil mencari harta karun kayak cerita-cerita dalam buku Enid Bliton pengarang lima sekawan yang penuh dengan kisah mencari emas dan berlian warisan.

Halaman Luas

Halaman generalat bagian tengah cukup luas. Ada beberapa pohon jeruk sitrun dengan buah lebat, ada juga beberapa pohon mawar dengan bunganya yang gede sekali, ada beberapa pohon besar dengan daun kecil-kecil. Tanah di halaman tengah ini warna putih, kayaknya seperti batu-batu kecil yang sengaja di letakkan di situ untuk menghindari becek pada musim hujan. Kalau  kebunnya  lain lagi, kebanyakan di tanam rumput dengan bunga kuning kecil atau bunga putih.

Saya dan kawan-kawan suka duduk- duduk di halaman rumput sambil cerita sharing pengalaman doa atau pengalaman ziarah ke beberapa tempat suci. Di kebun ini ada pohon jeruk yang buahnya warna orange terang dan kelihatan enak , menarik jika dipandang tapi tidak enak untuk di makan. Salah seorang suster kami yang tinggal di Generalat suka memetik buah jeruk orange terang ini untuk diambil airnya dan menjadi bahan kue, saya pernah membantu beliau soalnya untuk parut kulit jeruk orrange dan peres airnya yang berwarna merah marron mendekati merah darah. Kalau untuk dicampur dalam bahan kue, rasanya enak banget tapi jika untuk dijadikan juice, buruk banget rasanya.

Di kebun ini ada pintu rahasia, sebetulnya bukan rahasia, saya bilang demikian karena hanya kami para penghuni rumah yang tahu dan keluar masuk melalui pintu itu. Di sebelah tembok biara yang ada pintu rahasai ini,  ada toko kecil serba ada yang menjual macam-macam barang. Ada sayuran, buah-buahan, alat mandi dan lain sebagainya, bahkan kami pernah membeli beras di situ, beli tempe dan kecambah. 

Kami suka sekali keluar masuk melalui pintu ini karena singkat dan cepat bisa sampai di seberang jalan yang ada juga gereja paroki namanya gereja St Angela yang letaknya persis di luar pagar tembok kami. Jadi kalau kami mau ke gereja untuk misa bersama umat maka kami melewati pintu itu untuk hemat waktu.

Banyak burung di kebun, saya suka sekali melihat mereka terbang dari dahan ke dahan sambil bernyanyi. Kadang-kadang saya suka duduk di tangga yang turun ke kebun, sambil memperhatikan dengan teliti detail kebun. Saya tidak pernah melihat burung secara langsung, paling pada saat mereka terbang, itupun hanya sepintas, maka itu saya sulit bercerita tentang dia, paling sering saya mendengar bunyi suara dan mereka bersembunyi diantara dedaunan. 

Karena waktu itu awal musim semi maka masih banyak bunga mekar yang saya lihat. Mawar dengan kembang yang besar sekali, ada juga tulib warna merah dan orange, bahkan warna biru juga ada, biru muda. Tadinya saya pikir warna biru itu bukan warna asli ternyata setelah saya perhatikan sungguh indah. 

Di samping kiri kebun agak mepet tembok, ada rumah kecil tempat menyimpan peralatan kebun, seperti centong tanah, penyiram tanaman, sepatu bot dan lain sebagainya, selama saya berada di kebun tak pernah sekalipun saya bertemu bapak tukang kebun. Barangkali si bapak tukang kebun ini tidak setiap hari datang, sama seperti ibu-ibu yang membersihkan rumah di generalat. 

Saya melihat ada dua orang ibu dengan  memakai pakaian lengkap untuk kerja dan topi di kepala suka datang dua kali seminggu membersihkan rumah, pel lantai, ganti semua kain-kain di rumah, menyalahkan mesin pengisap debu dan turun naik tiap lantai untuk bekerja. Kadang kami bertemu mereka lagi pel lantai dan saya sendiri sungkan untuk lewat di sekitar mereka, karena saya paham bagaimana capeknya kalau saya lagi pel lantai dan ada orang yang keluar masuk, pasti lantainya kotor lagi. Maka dari itu karena sudah tahu maka ketika mendapati mereka lagi membersihkan lantai, saya memilih untuk diam di dalam kamar saya atau turun ke kebun untuk membaca atau mengambil gambar rumput dan bunga sambil menunggu mereka selesai bekerja.

Ibuk Tukang Masak Cantik

Ada juga dua ibu cantik yang selalu datang ke biara untuk masak. Mereka adalah koki yang sangat pandai dalam memasak. Mereka sebetulnya adalah ibu dan anak, mereka suka datang dengan memakai mobil yang berbeda, lalu setelah beres masak mereka kembali ke rumah masing-masing. Sebetulnya dua ibu ini sangat jarang datang ke dapur untuk memasak, mereka hanya dipanggil kalau di biara lagi banyak tamu. Selama saya berada di generalat, hampir setiap hari koki ibu dan anak ini selalu datang. Saya sih maklum, membayar gaji untuk koki, tukang kebun dan cleaning service sangat mahal di Eropa, jadi kalau tidak dibutuhkan maka mereka tidak usah datang.

Portir

Bagian depan bangunan megah ini ada yang kami bilang portir. Portir adalah sebuah ruangan khusus dengan seorang penjaga untuk menerima tamu. Kalau di hote-hotel atau bangunan modern lainnya disebut lobby. Yang bertugas di depan lobby adalah resepsionist. Orang ini bertugas untuk membukaan pintu bagi semua orang yang datang atau menjawab semua panggilan masuk. Mengapa perlu penjaga pintu karena pintu bangunan ini amat besar dan tidak bisa dibuka dari luar, harus ada yang membukaan pintu.

Portir dilengkapi dengan kamera CCTV untuk memantau keadaan di luar gerbang. Ketika ada yang membunyikan bel pintu maka si penjaga pintu segera menatap layar pantau untuk memastikan siapa yang akan masuk. Atau ketika ada tamu yang mau masuk meskipun masih jauh di gerbang depan, maka portir ini harus segera membukakan pintu.

Pekerjaan seorang portir ini  lumayan repot, ketika dia harus membuka pintu dan pada saat yang bersamaan telpon berdering maka dia harus sesegera  mungkin menghandel dua pekerjaan ini sekaligus. Tempat portir ini juga semacam sebuah tempat penitipan barang atau pesan kepada orang lain atau tamu yang datang.

Dalam kondisi rumah besar sekali dengan banyak penghuni maka peran portir ini sangat penting. Ia menjadi tempat bertanya banyak hal mengenai keberadaan tamu, atau tempat informasi penting bagi penghuni rumah. Dua orang penjaga portir di generalat namanya Herman dan Iluminatus. Keduanya orang keturunan dari benua Afrika. Jam kerja mereka diatur dua sift dengan hitungan jam sesuai dengan aturan yang berlaku.

Menurut saya, mereka sangat sigap dalam menjalankan tugasnya. Ketika ada panggilan telpon masuk untuk para suster tamu dalam hal ini yang berasal dari luar negeri maka mereka harus segera mencari suster tersebut dalam hitungan menit atau detik. Biasanya para suster mempunyai kode bel panggilan tertentu. Nah Herman atau Iluminatus ini tinggal memencet bel suster yang dimaksud lalu menunggu sebentar, begitu ada jawaban maka panggilan telpon segera dialihkan. Saya beberapa kali berinteraksi dengan mereka, pertama ketika ada panggilan telpon masuk untuk saya, saya ingat ketika itu mereka agak kesulitan mencari saya, demikian juga ketika menyebutkan nama saya mereka seperti susah banget. Beberapa kali kami bercerita singkat jika ketemu di portir, interaksi kami hanya sebatas itu selain karena keterbatasan bahasa juga karena mereka amat sibuk jika sudah berada di ruang khusus ini.

Kapel Cantik dan Kuno

Tempat menarik lainnya di rumah generalat ini adalah kapel. Kapel terletak di lantai dasar, setiap pagi kami pasti berada di tempat ini untuk berdoa bersama dan dilanjutkan dengan misa. Misa dan doa bersama dimulai sangat siang yakni pkl 08.30, saya bilang sangat siang, wong di Indonesia kami biasa berdoa pagi pkl 5.15 WIB bahkan di beberapa komunitas kami di Indoneia doa mulai pkl 04.45. Iya saya paham mengapa begitu siang karena komunitas generalat ini tidak terburu-buru doa dan pergi ke sekolah seperti komunitas Ursulin lainnya yang memiliki banyak karya kerasulan di sekolah. Jadi dengan misa pagi yang menurut saya sudah agak siang itu, membuat kami untuk bangun pagi dengan tidak terburu-buru dan penuh kemewahan, hehehehe….Bangun bagi diatas jam 05.00 itu suatu kemewahan loh (khusus buat saya)

Kamar-Kamar

Kamarku berada di lantai 4, untuk sampai ke sana saya perlu naik tangga yang jumlahnya lumayan banyak atau kalau mau bisa juga naik lift yang bentuknya seperti lemari. Kamar besar dengan jendela tinggi dan lebar. Dalamnya ada perlengkapan kamar standard dan bersih. Selimut terbuat dari semacam kasur busa dan kalau dipakai saya serasa tenggelam di dalamnya. Selimut ini nyaman banget, hanya saja karena terlalu besar maka kadang saya keberatan untuk mengangkatnya atau ketika melipatnya saya mesti hati-hati. Dari jendela kamar saya bisa menyaksikan keindahan taman di bawah atau kebun yang membentang luas kearah belakang sampai batas pinggir jalan utama bagian Selatan. Di seberang kamar saya persis itu adalah lantai tempat pembentukan. Jadi di situ ada novisiat internasional.

Dikatakan novisiat internasional karena para novis yang berada di situ berasal dari berbagai negara. Mereka kelihatan manis-manis dan segar, mereka juga sangat cekatan. Kadang saya melihat kamar mereka atau ruang belajar yang kebetulan terbuka, ada juga pohon-pohon kecil yang mereka jadikan taman kecil. Saya pernah mengunjungi novisiat internasional ini, saya tinggal berjalan menyeberangi atas kapel, karena kami berada di lantai yang sama. Mereka juga belajar macam-macam juga memasak makanan untuk mereka sendiri.

Setelah pukul 22.00 waktu setempat, biasanya alarm lantai bawah tanah dan lantai dasar sudah dipasang, hal ini membuat kami tidak lagi berkeliling di dua lantai itu. Jadi kalau urusan di kedua lantai itu beres maka kami bergegas naik, kami tidak mau ada kehebohan karena bunyi alarm itu, karena semua pihak akan turun tangan jika di berbunyi. 

Paling pasti petugas kebakaran atau petugas kantor lainnya dengan sigap datang membantu. Maka kami kalau lagi mencuci piring dan beberes kamar makan entah karena pesta dan lain-lain, semua kami sibuk mengingatkan, ini udah hampir waktunya loh ayo segera bergegas. Jika ada penghuni rumah yang harus pulang di atas jam itu maka ia harus memberitahu sebelumnya supaya petugas di rumah bisa mengantisipasi. 

Begitulah kalau kita tinggal di negara modern, tapi saya senang karena boleh mengalami situasi ini di sebagian waktu hidup saya.

Lantai 6

Diawal saya sudah menyinggung tentang lantai 6 yang terbuka, di situ memang terbuka, ada juga atapnya tapi sebagian kecil, tempat para penghuni rumah menjemur pakaian. Jadi setelah mencuci di lantai bawah tanah, kita terus naik lift dan menjemur di atas. Bagian ini anginnya gede dan cocok sekali jika dipakai untuk menjemur sehingga kalau lagi banyak penghuni rumah yang mencuci pakaian, maka tampak segala jenis kain dan baju melambai-lambai ketika di tiup angin. Temanku orang India yang baju mereka terdiri dari kain sari yang panjang sekali. Kain itu dililit dengan manis di sekeliling badan mereka. Nah ketika menjemur, hampir pasti seluruh kawat jemuran dikuasai oleh kain sari.

Nah di tempat ini saya biasa datang duduk-duduk menikmati angin dingin yang menampar-nampar wajah. Kadang saya suka berjalan keliling mencari keringat, atau kalau malam beberapa di antara kami suka naik dan menatap bintang yang berkelap kelip. Lebih banyak ketika ke lantai paling atas, saya suka naik tangga, pelan-pelan saya tapaki anak tangga satu persatu sambil membawa bakul cucian. Kebetulan cucian di dalam bakul sudah diperes airnya sehingga ringan ketika dibawa naik tangga.

Lantai 6 ini kadang sebagai tempat untuk menatap keindahan kota Roma. Kalau lagi musim dingin di tampat ini penuh salju. Di Roma tidak selalu ada salju kalau musim dingin, entah kenapa, tapi musim dingin tahun kemarin, salju banyak sekali tercurah ke tanah, nah tak terkecuali di tempat terbuka lantai 6 kami ini, penuh salju. Generalat menjadi salah satu tempat istimewa bagi saya dalam  menjalani jejak panggilan Tuhan ini. Terima kasih kepada ordo dan para pemimpin yang telah mengizinkan kami untuk sejenak menikmati rumah induk dengan segala macam pernak pernik hidup dan situasi yang mengitarinya.

 


Lantai 6

Halaman bagian tengah

Masih halaman tengah

Kebun bagian bawah halaman tengah, ada bunga tulipnya


Pohon mawar dengan kembangnya yang gede

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard