MERAWAT INGATAN
Cerita
pertama
Pernah
punya murid Namanya sebut saja Baladewa. Dia suka bermain di luar kelas entah
di tempat bola, perosotan atau di bagian dapur menemani ibu dapur memasak dan
beres-beres. Pada suatu hari saya mencariHP yang biasanya diletakkan di atas
meja. Karena hendak berkeliling sekolah maka HP diam sebentar di meja. Kembali
dari keliling-keliling HP sudah tak Nampak. Cari sana sini tidak menemukan. Eh
tiba-tiba dengar suara kayak anak lagi berbicara, ternyata si Baladewa ini lagi duduk di bawah meja dengan HP di
telinga seperti orang sedang bertelepon. Katanya dia sedang menelpon mamanya yang sedang di kantor.
Ok tak apa, akhirnya diambil gurunya dan kembali ke kelas
Keesokan
harinya si Bala ini datang lagi bersama guru kelasnya sambil menangis. Kata ibu
gurunya ia ingin menelpon ibunya tapi karena tidak punya telpon maka ingin
meminjam HP gurunya. Sang guru mengatakan HP nya kehabisan pulsa jadi pasti gak
bisa nyambung. Akhirnya Baladewa mengusulkan pinjam HP Suster Herlin. Mendengar
itu tanpa tedeng aling-aling saya mengambil HP dari dalam kantong dan memasang di telinga dan langsung berbicara
dengan ibunya. SI anak spontan bilang, HP nya dipencet dulu dong Suster,
hehehe. Saya dan ibu guru saling melirik sambil menukar senyum. Akhir kata kami
mengulang menelpon ibunya walau hanya boong biar anaknya diam. Recehh sih tapi
yang begini menambah sukacita, kami bisa tertawa terbahak-bahak
Cerita
kedua
Namanya
Bagas. Dia gak suka duduk belajar di dalam kelas. Maunya jalan-jalan di taman,
atau main di kantor saya atau bahkan suka panjat pohon manga di luar kelas dan
kebetulan tidak tinggi. Suatu hari dia datang membawa kertas soal dan ujian dan
katanya ingin mengerjakan di kantor saya. Ok baik tak apa kata saya. Si Bagas ini kemudian memilih duduk di lantai depan
meja dan mulai mengerjakan soal2nya. Lama-lama saya perhatikan dai sambil
tiduran di lantai kantor. Beberapa kali dia bertanya tentang soal yang ia belum
paham bahkan tentang jawaban soal uian
Tentu
saja saya menjawab tidak tau dan menyuruh dia untuk pergi bertanya ke gurunya.
Dia pergi ke guru di kelasnya sambil membawa pinsil (dia masih kelas ! SD) dan
lembaran soal sekaligus lembar jawaban ( disatukan). Lama dia tidak kembali
secara sepatu dan perlengkapan tulisnya masih dilantai kantor, maka saya
berinisiatif mencari dia di kelasnya. Ternyata kelasnya juga kosong. OH
ternyata Bagas memilih pergi ke perpustakaan dan duduk-dudk di sana bengong.
Akhirnya ia diambil gurunya kembali ke kelas. Kirain persoalan selesai,
ternyata keesokan harinya saya lewat di
depan kelas yang ada pohon mangganya. Saya lihat ibu guru kelas Bagas memegang
kertas soal sambil menengok ke atas pohon mangga. Saya bertanya ke ibunya
“ Ibu
ada apa”?
“Oh
ini suster, Bagas sedang mengerjakan soal tapi maunya dari atas pohon, itu
anaknya diatas”, kata si ibu sambil menunjuk dahan pohon. Saya mengikuti arah
tanganya dan saya melihat seorang anak laki laki sedang berusaha naik lebih
tinggi. Lalu saya memanggilnya
“Bagas,
turun ya, jangan naik terlalu tinggi nanti kamu melihat suster jadi kecil” Ayo,
kerjakan soal di bawah saja ya, ayo turun, “ begitu saya berteriak. Rupanya dia
tidak peduli akhirnya kami bertiga sepakat, dia mengerjakan soal dari atas
pohon. Sambil menjauh saya mendengar gurunya membacakan soal dari bawah pohon.
Kalo tidak salah bunyi soalnya seperti ini : Matahari terbit di sebelah …….a.
Utara. B. Timur. C Selatan. Gurunya teriak,” Bagas, kamu mau ibu lingkari huruf
apa?” Kamu memilih yang mana? Dari atas pohon dia menjawab dia menjawab,
“lingkar di huruf a saja bu,”. Kata gurunya lagi, mikir lagi deh Bagas, kan
sudah ibu ajari waktu itu? Saya mendengar lagi jawaban dari atas pohon, “ kalau
saya bilang lingkar di huruf “a” ya “a” bu,. Oh Tuhan…Salutt sama gurunya yang begitu
sabar
Lagi-lagi
menambah pundi kebahagiaan kami sebagai guru
Cerita
ketiga “ Si Benn”
Namanya
Nilam, dia senengnya ngobrol sama teman di kelas atau jalan-jalan keluar dan menyiram
tanaman. Amat baik perbuatannya karena dia cinta lingkungan tapi ya itu, dia menyiram
pohon karena tidak mau belajar di kelas.
Tiap kali gurunya menasihati, “kamu kalau gak belajar nanti gak bisa pinter,”
Dengan santai dia menjawab, “ benn”. Kata gurunya lagi nanti teman-teman kamu
naik kelas dan kamu tidak, “ Tetap saja dia menjawab dengan santai, ‘ yo ben to
bu”
Coba
kalau sudah menjawab begitu apa yang bisa gurunya lakukan? Ya cuman mengelus
dada sambil minta diberi panjang kesabaran sama Tuhan, heheheh. Apakah gurunya
kapok memberi nasihat? Tentu tidak, malah mengunakan “yo ben” itu sebagai jalan
untuk membantu dia belajar
Cerita
keempat
Anak
perempuan dengan rambut keriting kecil kecil melingkar ini suka sekali tidur
entah di kelas maupun di ruang UKS. Nah di ruang UKS ini ada Kasur, paling
senang jika dia melipir dari kelasnya dan nyebrang ke ruang kesehatan dan tidur
nyenyak. Pada suatu hari ada temannya yang teriak-teriak memanggil saya. <”
Suster anak kelas 1 mati” teriakan sangat keras dan berkali-kali. Oh ya anak
yang teriak ini belum terlalu jelas pengucapan huruf jadi kedengarannya rada
aneh. Jadi saya mendengarnya seperti ini, Sustellll vella mati, vella mati.
Tentu saja saya terkejut ada kata mati, langsung kami semua menyerbu si anak
yang teriak dan bertanya ada apa. Anak ini menarik tangan saya membawa ke UKS,
oalaaa.. ternyata yang dia bilang mati itu adalah si anak kelas 1 ini tidur
sambil agak mangap dikit, hehehhe. Jantung saya yang tadinya hampir loncat,
mendadak berdetak normal kembali, ah ada-ada saja kalian
Cerita kelima
Saya itu agak kesusahan untuk meminta kejujuran dari anak. Kadang pengen mereka jujur tapi sudahnya minta ampun. Pada suatu hari di dalam kelas ada yang kehilangan uang jajan. Tidak banyak sih tapi yang namanya mencuri tak dapat ditolerir. Ada 4 anak yang dicurigai lalu saya memanggil mereka ke kantor. KEtika memanggil itu saya belum ada ide gimana caranya mengetahui salah satu dari mereka sebagai pelaku tetapi tanpa membuat mereka merasa dipermalukan. Maka datanglah mereka ber4 ke kantor. Tiba2 mata saya melihat dilaci meja tamu ada stetoskop rusak, entah milik siapa. Saya mengambil stetoskop itu lalu bilang ke mereka, ini namanya alat deteksi kejujuran. Alat ini akan disentuh ke tangan kalian. Jika tidak bersalah maka tidak merasa apa-apa. Tetapi jika bersalah, akan terasa sangat sakit. Sakitttt banget. Sambil berkata demikian saya berdoa semoga kata-kata saya ini dipercaya oleh mereka.
Ajaib, kalimat saya mempengaruhi mereka. Saya tanya, apaha ada yang mau disentuh? Mereka diam. Saya menangkap mereka percaya kata-kata saya dan ingin disentuh satu2. Oleh karena itu saya pergi ke ruang sebelah dan memanggil mereka satu2 untuk disentuh. Satu satu masuk dan dan stetoskop menyentuh lengan . Yang jujur tentu dengan percaya diri mengatakan tidak merasa sakit. Tiba anak yang menurut teman2nya yang menjadi pelaku. Saya tanya, kamu mau disentuh oleh alat ini? Langsung dia menajwab, maaf suster, sayalah pelakunya. Oh syukurlah, karena sudah mengaku maka alat ini tidak jadi dipakai karena daya magic nya sudah hilang
Kembali saya bertemu dengan mereka ber4 dan mengucapkan terima kasih karena mereka sudah jujur padahal dalam hati saya tertawa terbahak-bahak karena gembira, saya berhasil menemukan pelaku dalam perbuatan yang tidak menyenangkan tanpa membuat mereka menjadi malu.
Ini
beberapa contoh kenangan bersama anak-anak yang tidak saja membuat gembira tapi
lebih-lebih bersyukur karena lewat mereka Tuhan hendak melatih banyak hal dalam
diri kami. MIsalnya kesabaran, cinta tanpa pamrih, ketekunan, syukur tak
terhingga sampai dengan perhatian serius kepada setiap pribadi.Kami jadi
mengenal mereka dengan baik, mengetahui apa yang mereka butuhkan dan akhirnya dapat
membantu mereka untuk berkembang sesuai dengan umur dan kematangan. St Angela
dalam sebuah nasihatnya memberi tahu kepada kami para pengikutnya, “Cintailah
setiap anak secara pribadi dan tanpa pilih kasih”!
Komentar