Kota Kecilku Ende Sare Pawe

 

Saya sedang mencari cari nomer tempat duduk yang sesuai dengan boarding pass di tanganku, ketika tiba-tiba saya menyadari bahwa pesawat itu tidak punya nomor tempat duduk. Di tengah kebingungan itu seorang pemuda bertanya pada saya, meencari nomor tempat duduk? “ Iya” jawabku perlahan sambil mata dan kepalaku tetap menatap kabin diatas kepalakku. Kata pemuda itu, pesawat ini tidak punya nomor pada kursi, silahkan duduk bebas di mana saja. Saya masih belum percaya dan saya menelpon seorang saudara yang mengantarku barusan, tapi saya tidak mendengar jawaban dari seberang sana karena beberapa orang ramai langsung menjawab , duduk bebas saja di mana mau. Rupanya mereka mendengar kalimat pertama saya di telpon, saya mnegatakan, ini lagi mencari tempat duduk tapi belum ketemu nomornya.

Saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju kota Ende, tempat di mana saya akan memulai karya perutusan baru. Sebelumnya saya memang bukan pertama kali  berada di kota itu tetapi  dalam situasi yang berbeda, atau ketika saya transit setiap melakukan perjalanan ke Ruteng dan sebaliknya. Dalam bayangan saya kota kecil yang terkenal karena pernah menjadi tempat pengasingan Bung Karno Presiden RI yang pertama, tentu sudah mengalami perubahan menuju kota keren dan dinamis.

Maka begitu pesawat hendak landing, saya melihat dari balik jendela pemandangan laut yang begitu bagus, tetapi juga serem. Perasan saya seolah-olah roda pesawat hendak menyentuh laut. Di samping saya duduk seorang pemuda yang juga hendak ke Ende, kami belum sempat kenalan dan bercakap-cakap karena kami berdua masih sibuk dengan urusan masing-masing.

Pemuda ini lalu bertanya pada saya, apakah Suster orang Ende? Saya menatap sejenak dia sambil meneliti sekilas lalu menjawab” tidak, saya bukan orang Ende” Saya ke Ende untuk mengemban tugas baru saya yakni mengabdi untuk anak-anak didik usia sekolah dasar di Ende” saya melanjutkan sendiri. “Oh, selamat datang ke Ende, kota kecil yang cantik, semua orang Ende baik dan suka menolong” pemuda itu spontan menjawab saya dengan mata berbinar.

Dalam hati saya langsung merasa bahwa pemuda ini periang dan jujur, maka saya langsung merasa seperti ketemu kawan lama dan mengobrol panjang lebar tentang Ende. Dasarnya saya memang ramah dan SKSD (sok kenal sok dekat) sehingga saat ketemu orang baru seperti ini saya tidak merasa canggung.

Bandara Ende waktu itu masih kelihatan baru, mungkn selesai di rehab, walau demikian tempat untuk keluar bagasi yang muter-muter itu.... masih manual.Kebetulan bagasi saya segede gajah dan berat dan harus diangkat sendiri, bayangkan namanya saja orang pindahan pasti berat kopernya. Untunglah saya ditolong oleh teman sebangku saya di pesawat.

Sepekenalan saya dengan kota kecil ini amat minim, saya hanya tahu bahwa Ende adalah kota yang paling ramai dibanding kota-kota lain di pulau Flores, mungkin karena terkenal dengan kota pelajar sehingga ia menjadi ramai karena banyak orang datang untuk belajar di sini. Beberapa sekolah bermutu ada di sini, baik tingkat dasar maupun jenjang menegah bahkan dengar-dengar sih, beberapa perguruan tinggai swasta memiliki akses tinggi soal mutu.

Saat tiba di sekolah keesokan harinya, saya dibawa oleh beberapa guru untuk bertemu anak yang lagi mengadakan senam pagi di lapangan. (Oh ya saya datang ke Ende sudah rada telat karena masih menunggu jadwal ujian thesis di awal Agustus di universitas, padahal sekolah sudah mulai masuk pertengahn Juli. Maka ketika bertemu dengan anak dan guru saya merasa agak sedikit malu, masa sebagai kepala sekolah kok datangnya terlambat.

Tapi begitulah saya diterima baik oleh seluruh warga sekolah baik anak, guru dan juga orangtua mruid. Rata-rata anak didik saya ramah dan gembira, mereka juga bersuara keras. Demikian juga para guru. Pada pertemuan awal, sejenak saya menangkap kalau mereka orang spontan dan jujur. Mereka berkata apa adanya dan tidak main sembunyi. Memang begitu tipikal orang Flores pada umumnya.

Sebagai orang Flores saya menyadari bahwa bertugas di tempat sendiri tidaklah mudah, pasti akan mengalami banyak pergolakan, dan itu saya sudah menyiapkan diri. Jika berhadapan dengan orang lurus hati dan spontan maka kita juga memakai cara yang sama. Sebaliknya jika berhadapan dengan anak yang lemah hati maka kita harus menjadi orang yang kuat untuknya.

Banyak sekali pengalaman yang terjadi selama saya bertugas di kota kecil ini, baik itu menyenangkan maupun pengalaman yang menyesakkan dada. Senangnya kalau berhadapan dengan anak-anak yang jujur dan polos hati, mereka akan bercerita apa saja tentang keluarganya, rumah, teman-teman-temanya tanpa ada yang disembunyikan. Maka ketika berhadapan dengan mereka saya bisa langsung tahu situasi di rumah mereka. Apakah ayahnya suka marah-marah, apakah ibunya pintar masak atau tidak dan seterusnya sampai dengan pertikaian antara ayah dan ibu pasti menjadi bahan cerita mereka untuk saya. Sebetulnya saya tidak bertanya macam-macam, tetapi mereka dengan sendirinya langsung bercerita. Singkatnya kalau berhadapan dengan anak kecil di Ende, nyaris tak ada kepalsuan pada mereka.

Kalau sore hari datang belajar di sekolah, biasanya mereka semangat sekali, jam 15.00 sudah datang dan bermain sepuas hati. Mereka main bola, lari sana sini sampai keringatan dan ketika pukul 16.00 giliran masuk kelas, maka guru akan menemukan  mereka dengan wajah keringatan, baju basah kuyub dll. Sekian sering saya mendengar guru ngomel sana sini dan memarahi tetapi mereka tidak kapok. Saya sendiri memahami kalau mereka membutuhkan area bermain luas yang tidak mereka miliki di rumah, mereka juga pengen bermain sama teman-temannya dengan waktu lebih lama sehigga mereka memilih datang ke sekolah lebih cepat (sekian sering saya masih di kantor pas mereka datang). Maka kesempatan mereka datang itu menjadi arena ngobrol kami. Mereka suka cerita tentang makan siang mereka dengan lauk dan sayur sampai detil.

Pengalaman tentang orangtua murid beda lagi, mungkin karena berhadapan dengan orang dewasa maka pola bicara agak sedikit berbeda, tetapi kalau soal jujur dan spontan itu pasti. Saya pernah didatangi orangtua murid yang langsung marah-marah tanpa tedeng aling-aling hanya karena ia tidak setuju anaknya dimarahi oleh guru. Ada bapak-bapak  yang datang untuk mencari anak yang berantem dengan anaknya di halaman sekolah dengan wajah tembok, menakutkan. Tetapi ada juga orangtua yang datang dengan baik dan sopan untuk berkonsultasi beberapa hal yang menurut mereka belum terlalu benar.

Penduduk Ende atau orang-orang Ende itu baik-baik. Mereka ramah, suka menolong dan baik hati. Jika ada pendatang baru mereka dengan sangat ramah menyambut dan menolong. Saya katakan ini karena saya mengalami sendiri kebaikan hati orang Ende. Yang paling kentara adalah sikap jujur yang mereka miliki. Mereka akan katakan suka ketika itu baik tetapi sebaliknya mereka juga tidak segan mengatakan ketidakpuasan mereka bila berhadapan dengan sesuatu yang menurut mereka tidak benar. Kepolosan dan kejujuran ini menurut saya adalah kunci dalam hidup bermasyarakat.

Tentang orang Ende ini yang ramah dan baik ini, ada beberapa cerita  pengalaman tentang itu. Beberapa kali saya berurusan dengan kantor pemerintahan di Ende. Pernah suatu hari saya harus ke kantor pos untuk mengurus pengiriman kartu ucapan selamat Natal yang akan dikirim ke seluruh Indonesia. Dengan membawa setumpuk surat itu saya pergi mengirim ke kantor pos dengan percaya diri. Setelah menempel perangko dan kirim semuanya, tibalah saatnya saya harus membayar . Astagaa... ternyata saya tidak membawa dompet. Dengan wajah pucat saya memandang si Om petugas counter ini. Rupanya dia kasihan dan tanpa saya menjelaskan tentang dompet, dia langsung bilang, suster biar utang saja dulu, bayarnya nanti belakangan ya, hehehhe.. Sebetulnya saya ingin tertawa terbahak-bahak, kok bisa bisa ngutang di kantor pemerintahan sih, tapi karena malu maka saya tersenyum simpul. Saya yakin pasti ada banyak orang di sekitar loker pembayaran mendengar tentang itu. Lalu beberapa hari kemudian baru saya datang  untuk melunasi hutang itu, dan akhir kata saya dan om si tukang loker pembayaran itu berteman, bahkan beberapa kali juga masih berhutang di kantor ini entah utang meterai atau perangko.

Cerita lain lagi ketika pergi berbelanja di pasar Mbogawani di pantai Ende. Saya sudah memilih sayuran, ikan segar dan banyak kebutuhan lainnya, eh ternyata tidak membawa dompet. Tapi para penjual disitu maklum dan bilang, ah suster jangan kuatir, bayarnya nanti saya ya, sungguh tak apa. Maka hari itu saya berhutang lagi kepada para penjual di pasar. Hanya saja kepada orang-orang seperti ini saya tidak berani lama-lama berhutang karena mereka juga membutuhkan modal untuk segera belanja barang jualannya untuk esok harinya.  Maka hari ini juga setelah mejelang sore saya bergegas kembali ke pasar untuk membayar utang-utang saya.

Begitulah karena relasi yang baik atau juga karena dasarnya orang Ende baik-baik maka segala sesuatu bisa tercipta karena dasar kepercayaan. Saya percaya pada mereka dan mereka sendiri pasti yakin bahwa saya pasti akan melunasi semua utang saya. Hehehheh... cerita tentang orang-orang sederhana dan baik hatinya. Oh lupa , ada lagi cerita tentang utang saya yang menggunung di sebuah toko bangunan. Ketika sedang membangun disekolah, saya tinggal menelpon toko dan mengirim barang bangunan yang saya perlukan, dan itu bisa berlangsung lama baru saya bayar karena saya juga harus menunggu dana dari pemerintah yang turun. Uniknya lagi ketika saya berada di toko itu dan mau belanja, saya sangat tidak sabaran menghadapi nona-nona pelayan toko yang menurut saya lambat. Maka saya sendiri masuk ke bagian dalam etalase toko dan memilih sendiri barang belanjaan saya dan si nona pelayan ini berdiri di luar layaknya dia sebagai pembeli. Lalu kadang saya sendiri yang mencatat nota belanjaan dst. Hingga suatu ketika pemandangan ini dilihat oleh orang tua murid yang juga belanja saat itu lalu mereka komentar, wah Suster sudah pindah kerja di toko. Begitulah karena relasi yang baik maka saya bisa melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak sopan, hehehhe...

Kota ini mempunyai suatu kekayaan yang tidak dipunyai oleh orang lain, ia memiliki danau tiga warna, namanya Danau Kelimutu.  Dengar-dengar sih itu salah satu keajaiban dunia (Kalau saya salah mohon maaf ya). Danau ini namanya danau Kelimutu karena terletak di gunung Kelimutu. Untuk sampai ke sana kita mesti mengendarai mobil kurang lebih 3 jam dari kota Ende, Daerah di mana danau ini berada termasuk daerah dingin karena ia berada di puncak gunung. Kota paling bawah yang kita jumpai namanya Moni, dari situ kita mesti naik lagi sepanjang 12 kilometer. Untunglah jalan menutu ke atas sangat bagus dan bisa dilalui mobil.

Disebut danau triwarna karena ada 3 warna di 3 danau yang letakknya tidak berjauhan. iBahkan dua diantaranya  bersisian. Ada warna merah yang disebut dengan bahasa setempat  Tiwu Ata Polo. Danau ini dipercaya sebagai tempat berkumpulnya semua arwah orang-orang yang semasa hidupnya berbuat jahat. Danau yang kedua warna biru atau disebut juga Tiwu Nuwa Muri Koo Fai yang diyakini sebagai tempat berkumpulnya arwah orang-orang yang meninggal berusia masih muda. Danau terakhir berwarna putih dengan nama Tiwu Ata Mbupu yang diyakini sebagai tempat berbkumpul arwah leluhur yang meninggal diusia tua.

Dalam perkembangan zaman warna ini selalu berubah-ubah, menurut Kepala Balai TN Kelimutu perubahan air danau tersebut memiliki jadwal tertentu dan biasanya terjadi pada bulan Februari – Maret, namun pada bulan Desember 2018, air danau Tiwu Ata Polo ini berubah dari warna hijau  Toska ke hijau tua atau hijau daun. Bahkan selama beberapa hari berubah menjadi hijau dominan coklat. Perubahan warna umumnya terjadi karena adanya perubahan aktivitas vulkanik, geologi dan faktor luar seperti hujan dan mathari karena hal ini bisa mempengaruhi komposisi kandungan air danau. Tetapi menurut warga setempat perubahan warna danau ini jika akan terjadi sesuatu entah itu perubahan musim atau ada bencana tertentu yang akan melanda desa dll..

Saya menghargai apa yang diyakini oleh penduduk setempat tentang perubahan warna air danau, tetapi jauh di lubuk hati terdalam saya juga meyakini tentang perubahan ini karena situasi alam disekitarnya. Namanya wilayah gunung berapi tentu ada perubahan tertentu di saat yang kita tidak ketahui. Oh ya rata-rata perubahan warna ini terjadi pada malam hari.

Saya sudah ratusan (lebay) kali ke Kelimutu, paling banyak mengantar anak-anak rekreasi atau menghantar tamu. Senang-senang saja sih pergi wisata ke situ asal kita menjaga protokol keamanan yang ditetapkan oleh dinas terkait. Setiap ke situ saya mendapati sesuatu yang baru entah hutannya atau binatangnya. Paling banyak binatang adalah monyet dan agak jinak walau kadang-kadang ia menatap garang jika keinginannya tak dipenuhi. Kadang si monyet ini mengikuti para pengunjung saat mendaki anak tangga menunju puncak. Saya lupa jumlah anak tangga ini.

Beberapa kali saya mendapati warna danau yang  berubah, paling sering si danau yang pertama kita jumpai pas datang yakni danau Tiwu Ata Polo. Saya pernah melihat warna coklat kayak air rebusan kacang tanah, pernah juga saya melihat warnanya seragam sama danau di sebelahnya Tiwu Nuwa Muri Koo Fai yakni  toska (oh danau yang di tengah hampir pasti tak pernah berubah warna, selalu biru kayak genangan cat) Pernah suatu ketika saya menjumpai air danau pertama berwarna coklat kaya cocacola tapi dinding-dinding danaunya berwarna merah. Tentang danau pertama ini seorang ibu guruku dulu bercerita kalau di belakang rumahnya mengalir air danau merah maka bebatuan dan pinggiran sungai berwarna kemerah-merahan.

Tentang danau warna merah ini seorang bapak sopir di biara bercerita, ketika ia muda, ia pernah mengantar tamu biara dari luar negri ke danau Kelimutu dan warna danau pertama ini merah darah sampai pusing ketika pas melongok ke bawah. ITu terjadi sekitar tahun 1962-an. Tetapi sampai sekarang warna itu tak pernah kembali. Oh ya saya juga pernah mendapati air danau merah ini berwarna seperti lumut, hijau cerah.

Untuk saya agak aneh dengan perubahan warna ini, tapi ah sudahlah itu urusan yang punya danau yakni Tuhan. Entah karena situasi alam, karena perubahan cuaca dan lain-lain monggo, saya percaya saja. Yang penting ketika kita memandangnya dan menjadi gembira itulah rasa  syukur yang sebenarnya.

Ada beberapa tempat menarik lain lagi yang dipunyai kota Ende. Ende mempunyai laut yang bagus dan bersih. Di sepanjang perjalanan ke arah barat kota Ende menuju Bajawa atau Ruteng, kita akan melewati jalur pantai. Akan terlihat pemandangan laut yang bagus dan angin laut yang menampar-nampar wajah. Bahkan ada sebuah sekolah swasta yang letaknya persis dibibir pantai menggunakan pantai yang berpasir lembut itu sebagai sarana olahraga mereka. Menyenangkan bukan?

Sebut saja namanya pantai Penggajawa yang termasuk di kecamatan Nangapanda, agak sedikit keluar kota ke arah Barat. Pantai ini warna bebatuannya hijau terang, sering dipakai untuk menghias lantai atau dinding rumah. Warnanya bagus sekali sehingga banyak orang Ende yang tinggal di pesisir pantai ini memiliki mata pencaharian sebagai pengumpul batu hijau. Batu-batu ini disimpan dalam karung sesuai dengan besar kecilnya lalu ditumpuk di pinggir jalan. Nanti pembeli akan datang sendiri. Dengar-dengar sih bebatuan ini banyak juga yang diekspor ke kota-kota besar seluruh Indonesia, bahkan ada yang keluar negeri segala.

Ada juga pantai ... yang ada tangga alamnya. Pantainya luas dan berpasir lembut tapi karena banyak terjadi orang tragedi di situ maka hanya orang yang berani saja yang main ke situ. Kayak saya yang penakut begini mending gak usah deh ke situ.

Selain itu Ende punya sungai yang bagus dan jernih airnya. Sungai ini di hulunya ada air terjun yang bagus sekali tapi jalan menuju ke sana aduhai minta ampun. Nama air terjun ini adalah Tonggopapa yang terletak di kecamatan Ende. Saya pernah bertanya pada pak camat Ende tentang air terjun di daerahnya dan ia menjawab bahwa jalan ke arah air terjun sudah dibenerin tapi karena sudah lama maka sekarang bermasalah lagi. Medan berat banget jika ke situ. Saya bersama teman-teman pernah rekreasi ke air terjun ini dan jatuh berguling-guling ke jurang, untunglah ada pohon besar yang menyanggah sehingga saya selamat. Nah ketika pulang, beberapa diantara kami hampir tak bisa mendaki. Saya bahkan harus ditarik tangannya kayak orang lagi menarik kebo, hehehe...

Selanjutnya air yang mengalir itu membentuk sebuah sungai besar dan jernih. Beberapa kali kami mengajak anak-anak untuk berpiknik di tempat itu dan tentu saja mentaati peraturan keamaan yang berlaku. Kadang-kadang tidak ada  hujan dan angin, sungainya banjir tiba-tiba, mungkin karena ada hujan di hulu. Oleh karena itu setiap kami ke sungai kami meningkatkan kewaspadaan terhadap tanda-tanda alam ini. Air sungai itu saking jernihnya kami semua biasanya berendam dan siram-siraman sampai puas tanpa rasa takut kena penyakit kulit. Di hilir sungai ini ada muara yang besar dan banyak orang memakai tempat ini sebagai tempat cuci motor dan mobil gratis. Menurut saya ini keren sekali.

Ende juga memiliki kekhasan lain yakni makanan. Yang paling khas itu adalah Uwi Ai Ndota. Ubi atau singkong in berasal dari suatu kampung deket kota Ende yang terkenal dengan enak dan gurih, namanya Ubi Nuabosi. Tentang kampung ini sendiri entah kenapa bisa menghasilkan ubi seenak itu. Si ubi ini kemudian diparut atau dicincang lalu dikukus. Makannya pakai sambal tomat mentah dan ikan yang berkuah. Enak memang untuk yang menyukainya. Kalau saya jelas suka karena itu adalah makanan kampung dan zaman saya kecil suka makan yang begituan. Mungkin lain tempat bisa beda nama.

Ubi Nuabosi ini sudah terkenal ke mana-mana (kalau ada diantara kalian yang membaca cerita ini belum pernah makan, maka saya anjurkan sok atuh ke Ende khusus untuk icip ubi jenis ini). Ada yang dibuat ubi goreng dan dijual  di puncak jalan Sudirman  di Ende dan dalam sekejap bisa langsung habis dagangan ini. Karena penasaran saya pernah iseng ikut antri beli dan memang dasyat rasanya baik ubi maupun sambalnya. Sampai sekarang makanan itu bikin kangen, sumpah...asli...

Terima kasih kepada seorang sahabat yang telah mmeberi beberapa informasi untuk melengkapi cerita

 







Komentar

Anonim mengatakan…
Semoga suatu saat saya bisa ke Ende dan mengunjungi tempat-tempat indah yang disebutkan suster dalam blog iniπŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°πŸ˜πŸ˜
Herlina mengatakan…
Trims ya sudah membaca. Ayo mari ke Ende

Postingan populer dari blog ini

Tours' dan Marie Incarnasi

Gadis KEcil Dari Desa

Mereka Datang Dari Sittard